Masih ingat postingan yang menggerkan:
FATAL!! TERKUAK "TEMUAN BARU" PROYEK PRA KERJA Rp 5,6 TRILIUN, ISTANA SEMAKIN TERSUDUT, MENTERI TERANCAM DIBERHENTIKAN
https://www.portal-islam.id/2020/05/fatal-terkuak-temuan-baru-proyek-pra.html
INI PERKEMBANGAN TERBARUNYA...
Nama Wishnutama Kusubandio sudah lenyap dari daftar komisaris PT Tokopedia. Begini sajakah penyelesaiannya?
Mari kita teliti.
Ia ikut pertemuan antara Presiden Jokowi dan CEO Softbank (investor Tokopedia) Masayoshi Son di Istana pada 29 Juli 2019—waktu itu masih menjabat Komisaris Utama Net Mediatama (Net TV).
87 hari kemudian ia dilantik sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) (23 Oktober 2019).
37 hari dari dilantik itu, dia diangkat sebagai Komisaris Tokopedia berdasarkan Akta Nomor 7 tanggal 28 November 2019.
Selama 174 hari sejak diangkat itu, ia menikmati jabatan rangkap sebagai Menparekraf dan komisaris Tokopedia hingga Akta Perubahan 47 tanggal 19 Mei 2020.
Selama rangkap jabatan sebagai Menparekraf dan komisaris perusahaan swasta asing itu, banyak peristiwa terjadi yang berkaitan dengan bisnis Tokopedia—terlepas dari termasuk domain kementeriannya atau tidak. Rapat-rapat membahasan kemitraan platform digital Prakerja (termasuk Tokopedia), misalnya, dilakukan sejak Desember 2019 dan MOU dibuat 20 Maret 2020.
Belum lagi kampanye Go Startup Indonesia untuk mengundang investor asing, promosi hijab fesyen Tokopedia dan Kemenparekraf, kampanye Satu Dalam Kopi Tokopedia dan Kemenparekraf, dan sebagainya.
Hingga Tokopedia bertengger di posisi 4 dengan raihan hasil jual video pelatihan Kartu Prakerja Rp6,4 miliar per 1 Mei 2020, komisarisnya masih seorang menteri aktif.
UU 39/2008 tentang Kementerian Negara melarang rangkap jabatan menteri dan komisaris perusahaan swasta. Sanksi jelas: diberhentikan.
Tapi di bawah Presiden Jokowi, UU Kementerian Negara kalah. Tidak ada teguran, pemeriksaan, apalagi pemberhentian. Ubah saja akta, redam pemberitaan, beres!
Layak dicurigai, rangkap jabatan itu menguntungkan Tokopedia—berwujud atau tidak berwujud—demi menuju status sebagai decacorn (valuasi US$10 miliar/Rp140 triliun, dengan kurs Rp14.000) kedua Indonesia setelah Gojek.
Apakah dengan status decacorn itu bangsa Indonesia untung banyak? Tentu saja tidak. Begini cara mainnya.
Kebetulan kemarin Alibaba Group Holding Limited (NYSE: BABA) baru umumkan laporan keuangan untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2020, yang beritanya saya baca di Businesswire. Alibaba adalah juga investor Tokopedia. Total pendanaan terpublikasi Tokopedia selama 9 putaran adalah US$2,4 miliar (Rp33,6 triliun).
Dikatakan, Alibaba menjejak satu pencapaian historis dengan membukukan total nilai penjualan barang di seluruh platform (GMV/Gross Merchandise Value) US$1 triliun (Rp14.000 triliun!). Net income Rp277,49 triliun. Berarti rasio antara GMV dan net income adalah 50,45 kali.
Alibaba bisa digunakan untuk menilai Tokopedia, sebab bisnisnya ecommerce juga. Taruhlah Tokopedia berstatus decacorn (valuasinya Rp140 triliun). Dengan memakai rasio 50,45 kali itu, net income Tokopedia harus mencapai Rp2,77 triliun/tahun agar berstatus sebagai decacorn.
Menurut berita peretasan data Tokopedia yang marak beberapa waktu lalu, setidaknya marketplace ini punya 7 juta merchant. Taruhlah 10% saja yang aktif, berarti 700 ribu merchant.
Dengan demikian Tokopedia harus menarik pemasukan rata-rata Rp3,96 juta/merchant/tahun untuk mencapai target income tersebut atau setara Rp330,3 ribu/merchant/bulan.
Dari mana target pemasukan per merchant itu didapat, banyak cara, misalnya menarik ‘iuran’ bulanan untuk Gold Merchant, menarik fee transaksi dan pengiriman barang, pendapatan iklan/promosi, penyelenggaraan acara offline, dan sebagainya.
Tunggu saja, tidak lama lagi Presiden Jokowi juga akan ‘mengumumkan’ dengan bangga bahwa startup Indonesia yaitu Tokopedia berstatus decacorn (sekarang baru diberitakan valuasi Tokopedia US$9 miliar/Rp126 triliun). Kedua setelah Gojek, dan ini merupakan bukti ekonomi digital Indonesia sangat potensial dan tumbuh pesat.
Salah-salah ketik sedikit rangkap jabatan maklumi saja, kira-kira begitu kasarnya.
Benarkah demikian?
Meskipun ada cara menghitungnya dalam pembukuan, tapi tidak ada rumus yang pasti mengenai valuasi. Persepsi/opini publik juga mempengaruhi, begitu pula akses terhadap kebijakan pemerintah. Makanya rangkap jabatan seperti Wishnutama itu sangat berpengaruh bagi bisnis Tokopedia.
Kendati demikian, yang jelas dapat untung banyak adalah pemegang saham Tokopedia, yang mayoritasnya dikendalikan pihak asing: East Ventures, Sequoia Capital, Taobao China Holding dkk—jika mengacu pada yang tercatat dalam akta Kemenkumham (kemungkinan hanya perusahaan cangkang) per 19 Mei 2020.
Jika mengacu pada struktur pendanaan dan investor seperti dilansir banyak situs berita, yang untung adalah investor Tokopedia seperti East Ventures, CyberAgent Capital, Alibaba Group, Softbank, Beenos Partners. Yang badan hukum Indonesia hanya Indonusa Dwitama.
Dengan demikian, apa yang dibangga-banggakan oleh Presiden Jokowi semasa kampanye sebagai unicorn itu, nyatanya adalah lebih banyak menggendutkan kantong pihak asing. Pelibatan platform digital dalam Kartu Prakerja hanya salah satu cara negara untuk menambah tebal kocek mereka.
Jika masyarakat tidak dicerahkan dan kebijakan ramah investasi asing seperti itu diteruskan, negara ini semacam jadi pelayan bagi bisnis digital investor asing saja, dengan apologi bahwa era digital memudahkan konsumen, menciptakan lapangan kerja seperti ojek online, membuka pasar baru bagi UMKM di lapak online, dan mengangkat karya anak bangsa di kancah bisnis dunia.
Kecap manis cap ular beludak.
Lapangan dan perangkat pertandingannya timpang begitu, kok Presiden berkoar-koar Revolusi Digital 4.0.
Salam 5,6 Triliun.
23 Mei 2020
(Oleh: Agustinus Edy Kristianto)
Nama Wishnutama Kusubandio sudah lenyap dari daftar komisaris PT Tokopedia. Begini sajakah penyelesaiannya? Mari kita...
Dikirim oleh Agustinus Edy Kristianto pada Sabtu, 23 Mei 2020