WAKIL Gubernur Ahmad Riza Patria atau populer dengan nama Ariza adalah sosok yang baik dalam menyikapi segala topik yang muncul dipermukaan, baik terkait dengan dirinya ataupun ranah publik.
Judul film “Dance with Wolves” yang dikutipnya menjadi “Dance with Covid19” memang menarik perhatian netizen.
Bagi yang paham literasi politis maka itu sebenarnya cara cerdas menggambarkan bagaimana posisi Jakarta yang sudah berjibaku bekerja keras melindungi warganya bila pada saatnya harus berhadapan dengan kebijakan pusat.
Netizen jangan lupa Ariza sebagai Wagub DKI adalah bagian utuh representasi kebijakan langkah-langkah Pemprov itu sendiri.
Jadi bila ada yang berakal jahat mencoba menyambung pernyataan Ariza sebagai upaya melemahkan Pemprov DKI adalah keliru besar.
Itu pasti ditunjukan kepihak yang mencoba menyebabkan warga harus menghadapi Covid19 ini sebagai “Dance with Covid19”.
Mencoba menyambung retorika “berdansa dengan virus” itu seakan corong suara pemerintah pusat oleh wagub Ariza adalah penyakit adu domba yang sangat akut, seperti kesembronoan penulis Zeng Wei Jian bahwa petikan retorika itu adalah senafas dan satu nada dengan policy Pemerintah Pusat.
Lantas apa Gubernur dan jajaran Pemprov diartikan tidak paham policy Pusat. Kurang banyak baca berita Balaikota sepertinya.
Karena jajaran Pemprov sendiri bahkan termasuk DPRD nya pula sedang berupaya menjadikan kawasan Ibukota Jakarta sebagai wilayah minim terdampak Covid dan kalau boleh pakai perbandingan seperti kota Wuhan di Tiongkok yang bisa bebas walau mungkin belum “zero epidemic”. Tugas inilah yang similar senada dengan harapan Pemerintah Pusat.
Memakai jalur pembenturan Wagub dengan Sang Gubenur tampak sedang dicoba kembali dengan narasi seakan ada Anieser-Anieser yang nyinyir serang Wagub Ariza terkait dansa itu. Bila ada seperti itu mungkin Anieser abal-abal atau salah menangkap esensinya.
Hal yang lumrah saja, beda dengan haters apalagi buzzer yang agendanya memang cari peluang mendistorsi hubungan Wagub yang baru masuk jajaran Pemprov seakan berdiri sendiri diluar lembaga kegubernuran.
Herannya tidak pernah terdengar bahkan sehalus angin semilirpun bahwa Anies berwacana untuk agenda sebagai Capres 2024, tetapi ZWJ lagi-lagi bernarasi seakan ada kulminasi duel pilpres. Ide jual sensasi yang kejauhan.
Catatan ugal-ugalan asal nulis dengan menuding pendukung yang brutal merusak Anies terlalu zolim. Yang ada juga penulis brutal, sadis tak ada hati nurani, minim jiwa Pancasilais dengan ringannya menyerang sosok Anies yang telah ramah makan serta kongkow bersama bahkan mengaku dapat kiriman pesan WA segala. Pengakuan yang memalukan dan layak disebut ass-licker ke dirinya sendiri.
Namun sosok Anies yang “humble” senantias lugas namun tegas, maka ketika harus menentukan hitam putih para racun buzzer haters tidaklah terlalu sulit bagi Anies. Keramahan dan senyuman tulusnya adalah ciri khas yang terlalu mahal untuk diganti dimuka para buzzer haters itu.
Sama seperti Anies maka Ariza pun memiliki level wawasan “point of view’ yang sama diantara kedua pemimpin ini. Mencoba cari sensasi diri merusak salah satunya dengan melambungkan yang lainnya adalah suatu kebodohan.
Jadi jangan remehkan Wagub Ariza walaupun melalui sanjungan karena akan sia-sia saja.
Oleh: Adian Radiatus
Pemerhati isu perkotaan
(Sumber: RMOL)