AYO ANIES, LAWAN!
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seperti momok bagi rezim Jae. Masalahnya, kebijakannya menanggulangi covid-19 tidak sesuai dengan keinginan rezim. Sejak awal wabah pandemik ini merebak di Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019, Anies sudah memberi warning mengenai bahaya dan dampaknya bagi negeri ini. Sikap antisipatif Anies ini justru dipandang berbahaya bagi rezim.
Maka kita melihat para menteri mengolok-olok covid-19. Bahkan seorang menteri secara bodoh mengklaim Indonesia sebagai satu-satunya negara besar di Asia yang bebas dari corona. Ketika wabah ini tidak dapat disembunyikan dari publik -- kita tahu bahwa Jae mengaku sengaja menyembunyikan kasus ini karena takut rakyat panik -- Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengklaim pengidap covid-19 dapat sembuh sendiri atau dengan meminum jamu tradisional atau cukup dengan doa saja.
Yang sulit diterima, langkah-langkah cepat dan rasional Anies untuk memutus mata rantai penyebaran corona justru dibonsai rezim. Rezim ingin, dengan motif menyelamatkan ekonomi, mengontrol sepenuhnya narasi dan kebijakan penanggulangannya meskipun dilakukan secara serampangan.
Ketika bertindak cepat untuk mengatasi lambannya respons rezim, Anies harus berhadapan dengan presiden dan menteri-menterinya. Gagasannya untuk selekasnya melakukan lockdown ditolak rezim. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy nyinyir terhadap gagasan itu. "Dari mana dana negara untuk memberi makan 9 juta penduduk Jakarta!" Katanya. Bagaimanapun, pernyataan Muhadjir itu mengkonfirmasi bahwa rezim tak punya uang, hal yang ditutupi rezim selama ini.
Ketika Anies membatalkan rencana balap mobil formula yang untuk pertama kalinya diadakan di Jakarta demi menghindari penyebaran corona, Menko Polhukam Mahfud MD mencibir: Anies takut acara itu sepi penonton. Sementara itu, Opung berkali-kali membatalkan kebijakan physical dan social distancing Anies dalam hal pembatasan operasi moda transportasi.
Anies mengeluh dirinya tidak diizinkan melakukan pengujian kasus corona di laboratorium milik Pemprov DKI. Dus, setiap kali ada kasus corona, Anies harus mengirimkan ke laboratorium nasional yang dikendalikan rezim. Nanti, laboratorium nasional yang akan menginformasikan positif atau negatif. Yang mengejutkan Anies, sampai Februari hasilnya selalu negatif. Anies juga kecewa berat atas ketiadaan transparansi data.
Upaya untuk menggencet Anies tidak berhenti sampai di situ. Muhadjir yang tidur siang panjang selama corona tiba-tiba muncul di balai kota untuk adu data rezim dengan data Anies. Dia bahkan mengatakan menegur Anies dengan keras dalam diskusi virtual pada 6 Mei. Ia mengatakan, data yang diserahkan Anies ke Kemensos ternyata tidak beres. Mereka yang masuk dalam daftar Kemensos juga mendapat bantuan dari Pemprov. Yang ingin dikatakan Muhadjir, ternyata Anies tidak becus dalam penanganan covid-19. Data penerima bansos saja amburadul.
Muhadjir, entah mengigau atau kesurupan, mengatakan ide lockdown Anies, yang disampaikan sejak Februari, sebagai ide konyol. Dengan demikian, Muhadjir berpendapat Nabi Muhammad juga konyol karena beliaulah orang pertama yang menganjurkan karantina wilayah yang terpapar epidemi yang kemudian diikuti oleh banyak negara di dunia pada hari ini, seperti Italia, Spanyol, Cina, dan Amerika. Muhadjir harus tahu bahwa lockdown itu bukan ide Anies tapi pendapat para pakar virologi dan epidemologi di seluruh dunia sebagai cara yang paling efektif untuk memutus mata rantai penyebaran wabah pandemik.
Lucunya, pendapat Muhadjir dibantah Menteri Keuangan Sri Mulyani yang justru mendapat informasi dari Muhadjir sendiri bahwa Anies tidak punya duit untuk membiayai bansos bagi warga Jakarta. Artinya Sri Mulyani secara keliru memojokkan Anies yang tak punya duit tapi mengusulkan lockdown. Semua ini merupakan upaya rezim menghancurkan kredibilitas Anies. Toh, kita tahu kemarin dalam dengar pendapat dengan DPR Sri Mulyani mengatakan gara-gara masyarakat tinggal di rumah pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi secara signifikan. Jae malah meminta rakyat bersyukur lockdown tidak diberlakukan sehingga aktivitas ekonomi masyarakat bisa tetap berjalan. Pikiran Jae ini sama dengan Muhadjir yang menganggap lockdown dari Anies sebagai ide konyol.
Kendati tidak mau terlibat polemik konyol, Anies menegaskan Pemprov DKI menyediakan anggaran Rp 5 triliun untuk menanggulangi corona. Anggaran itu tersedia dalam bentuk belanja tak terduga, yang bisa digunakan kapan saja dibutuhkan dan bila perlu jumlahnya akan ditambah. Mengenai penerima bansos dobel seperti dikatakan Muhadjir karena Pemprov bergerak cepat untuk membantu mereka yang kelaparan di saat bansos dari Pempus belum turun.
Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik menegaskan bansos dari Pemprov sudah disalurkan sejak 9 April, lebih cepat 11 hari dari bansos yang datang dari Pempus. Dengan demikian, "Pernyataan Sri Mulyani hoaks. Tidak sesuai fakta," kata Taufik. Fraksi Demokrat DPRD DKI malah mengatakan, justru Pempus yang tidak punya duit. Sampai-sampai Pempus berutang pada pemprov DKI hingga Rp 5 triliun.
Alhasil, nafsu besar rezim untuk mencuci tangan dari kesalahannya sendiri, baik dalam kebijakan penanggulangan corona maupun dalam penyaluran bansos, telah membuatnya berlaku tidak adil terhadap Anies. Semua yang dilakukan Anies pasti salah. Serangan rezim ke Anies adalah serangan politik yang dilakukan secara terorganisir. Dalam konteks ini, kita berharap sesekali Anies melawan secara terbuka terhadap rezim. Kata Ali bin Abi Thalib: kejahatan yang dilakukan secara terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak dilakukan secara terorganisir.
Jakarta, 9 Mei 2020
Penulis: Smith Alhadar (Institute for Democracy Education)
Editor: Abdurrahman Syebubakar