Yth Mas Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta
Dan Para Gubernur Daerah Mangkok Merah
Hal: Menghadapi tahapan HERD IMMUNITY
Surat terbuka ini saya sampaikan terutama kepada sahabat saya, Mas Anies Baswedan, sebagai Pemimpin Daerah Epicentrum COVID19 di Indonesia, yang memiliki 70% kasus positif dengan demikian juga ODP dan OTG. Surat terbuka ini saya sampaikan tanpa pretensi apapun, semata demi kesehatan dan keselamatan seluruh Rakyat Indonesia.
Sesuai dengan prediksi yang telah saya sampaikan di berbagai media sejak minggu pertama bulan Maret 2020. Ditambah dengan hasil kajian Gabungan Peneliti Matematika dan Epidemiologi, maka pada akhir minggu kedua bulan April 2020, Jakarta sudah memiliki angka positif sebesar 32.000+ kasus COVID19. Dengan demikian maka bisa diperkirakan besaran kasus positif di Indonesia sebanyak 45.000+ di seluruh Indonesia. Dengan kasus ODP diperkirakan sebesar 1.215.000.
Dengan besaran angka tersebut, maka Indonesia masuk dalam tahapan ketiga dari persebaran COVID19, setelah tahapan kedua yaitu Local Transmitted, terlampaui. Tahapan ketiga adalah HERD IMMUNITY.
Karena surat terbuka ini saya sampaikan melalui sosial media, dengan kemungkinan dibaca oleh seluruh rakyat Indonesia dari berbagai tingkatan pendidikan, maka izinkan saya memberikan gambaran secara sederhana, apa yang dimaksud dengan Herd Immunity.
Dahulu kala, ketika masa itu negara masih berada dilindungi oleh Benteng untuk berlindung dari serangan musuh.
Ketika terjadi pecah perang antar negara, dan musuh diperkirakan akan merangsek masuk ke dalam negara, maka PINTU GERBANG negara itu harus cepat-cepat ditutup, agar musuh tak bisa masuk ke dalam negara tersebut.
Ketika Pintu Gerbang ditutup, maka rakyat yang ada di negara tersebut, tetap aman, tetap bisa menjalankan aktivitas harian, relatif tanpa gangguan. Karena musuh ada di LUAR Gerbang negara.
Perumpamaan inilah yang saya sebut sebagai LOCKDOWN TERITORIAL, yang di minggu pertama bulan Maret 2020 telah saya sampaikan dengan kencang melalui berbagai media.
Sayang karena, imbauan saya untuk segera menutup pintu gerbang negara dalam bentuk Lockdown Teritorial tidak juga dilaksanakan oleh negara secara tegas, maka hasilnya adalah: musuh berhasil MASUK ke dalam negara.
Ketika musuh yang bernama COVID19 ini masuk ke negara Indonesia, maka dalam waktu hitungan hari saja, musuh ini mulai masuk ke rumah penduduk, dan berhadapan satu lawan satu dengan penduduk yang berada di luar rumah, apalagi tanpa tameng yang memadai.
Pada tahapan ini, COVID19 masuk dalam tahapan LOCAL TRANSMITTED.
Pada kondisi ini, tindakan lockdown menjadi tidak relevan lagi. Sudah terlambat.
Akibat dari tidak adanya persiapan Screening test yang baik, tata kelola pandemik, keterlambatan keputusan dan ketidakjelasan instruksi, maka dalam waktu amat dekat, Social Distancing , yang tidak selaras dengan budaya rakyat Indonesia yang gemar berkumpul dan berdekatan, tentu tak mungkin dilakukan secara disiplin oleh seluruh rakyat.
Maka Social Distancing hanyalah menjadi slogan.
Pada tahapan Local Transmitted demikian, sebagian musuh sudah menyamar menjadi teman, bertamu, bertandang, berhadapan, berdekatan dan mengubah setiap orang menjadi bagian dari dirinya, menjadi PDP, ODP dan OTG.
Maka, tak ada lagi relevansinya. Semua orang dalam negara ini sulit dipastikan siapa yang sudah terinfeksi, siapa yang sudah terpapar, siapa carrier, siapa yang masih steril.
Karena itu maka WHO meminta semua orang menggunakan Masker. Tanpa terkecuali mau sakit mau tidak, Mau Kakek mau remaja, semua pakai masker. Semua membatasi jarak, sekira 1,2 meter. Inilah namanya Physical Distancing.
Physical distancing jauh lebih sulit lagi dijalankan oleh rakyat Indonesia. Sangat mengganggu hasrat primordial bangsa yang suka kemesraan ini, suka bersentuhan, suka bonding, suka touching satu sama lain.
Maka timbul pembangkangan kecil-kecilan. Terutama dalam soal menjalankan ibadah. Sholat bersama. Ke gereja bersama. Ke Pura bersama. Bukan sekedar menjauhi tempat ibadah yang meluluhkan emosi terdalam. Kedekatan dan kebersamaan yang dilarang ini yang bikin jiwa berontak.
Maka physical distancing sangat sulit ditegakkan.
Penguatan fasilitas kesehatan dan perlindungan terhadap Nakes yang tidak juga diprioritaskan, menjadikan NAKES tentara tanpa perlindungan memadai, senjata apalagi. Maka dalam waktu cepat, NAKES bertumbangan. Situasi berubah begitu drastis dan dramatis.
Virus COVID19 sudah masuk menjebol pintu rumah-rumah penduduk, mengincar penduduk dengan imunitas rendah, yaitu 1)Lansia dan 2)orang dengan komorbid (penyakit penyerta) 3) Penduduk Muda sebagai target carrier.
Mengincari siapa saja, tak memenuhi kriteria rentan pun terserang juga dengan ganas.
Ketika virus COVID19 sudah masuk ke dalam rumah-rumah penduduk, saat itu menjadi sangat sulit untuk mengidentifikasi, siapakah yang sudah terpajan dan siapa yang belum. Dan pada titik dimana grafik menanjak dengan cepat, saat itulah terjadi keadaan yang bernama HERD IMMUNITY.
Pasien positif akan menyebarkan virus dari dalam tubuhnya, karena dia sama sekali tidak merasakan satu gejala pun. Akibat Herd Immunity, terciptalah golongan spesifik, penyebar Virus tanpa gejala tanpa terdeteksi, yang adalah SIAPAPUN JUGA, terutama Pemukim dari yang berasal dari MANGKOK MERAH, provinsi dimana panjenengan Mas Anies, menjadi Kepala Daerahnya.
Karena itu di tahap paling awal dari fase dimulainya HERD IMMUNITY ini, menjelang Ramadhan dan Lebaran, saya mengusulkan agar:
1. Larangan serentak, dilakukan secara bersama dan koordinatif, oleh Para Kepala Daerah. Dijalankan secara tegas, dengan perintah yang jelas, agar tidak terjadi arus pemudik DARI Mangkok Merah MENUJU ke daerah asal pemudik.
2. Penapisan kepada Pemudik yang telanjur masuk ke daerah asal secara lebih intensif, agar penduduk terutama di pedesaan, yang sama sekali belum terpajan COVID19, terutama Para Lansia dan Komorbid, bisa terlindungi dari kontak dengan Para Pemudik dari Mangkok Merah, yang kemungkinan besar adalah PDP tanpa gejala atau OTG.
3. Mengawasi secara ketat dan bila perlu melakukan isolasi 14 hari kepada Para pemudik yang telanjur masuk ke daerah asal, agar mereka tidak menyebarluaskan COVID19 tanpa mereka sadari.
4. Menyiapkan Rumah-rumah dan Pemukiman Isolasi sebanyak mungkin untuk menampung Penduduk ODP/Suspect PDP dan OTG, yang kemungkinan besar dalam waktu kurang dari satu bulan, jumlahnya akan meledak.
5. Menyiapkan Paket Sembako Gratis dan Sembako Murah, yang berisikan Makanan sehat terutama dari unsur tetumbuhan seperti Beras Pecah Kulit/Beras merah, Ubi, Talas, Jagung, Kentang, Wortel, Sayur dan buah tahan lama, Kacang hijau dan kacang-kacangan, juga telur. Mohon agar tidak memberikan Paket Sembako yang berisikan tepung terigu, gula pasir, mie instan, makanan kaleng yang justru akan semakin menurunkan Status Imunitas Penduduk.
Demikian surat terbuka ini saya sampaikan kepada Mas Gubernur daerah Mangkok Merah, Gubernur DKI Jakarta, yang menjadi epicentrum penularan COVID19 di Indonesia.
Semoga ikhtiar Mas Gub beserta Kolega para Gubernur yang lain, dengan gerak cepat, tangkas, sigap, tanpa menunda satu haripun, bermanfaat untuk menahan jatuhnya korban lebih banyak, dalam bencana COVID19, yang sungguh membahayakan Rakyat Indonesia.
Salam hormat,
10 April 2020
dr. Tifauzia Tyassuma
(Dokter, Peneliti, Penulis, AHLINA Institute)