[PORTAL-ISLAM.ID] Dengan jumlah kasus Covid-19 yang terus meningkat dengan persebaran yang merata di seluruh negeri, Indonesia kini membutuhkan kebijakan yang lebih tegas, terlebih dengan datangnya waktu mudik. Tanpa pembatasan yang ketat, mudik berpotensi meningkatkan eskalasi wabah.
Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi pemudik seluruh Indonesia dalam situasi normal tahun ini akan mencapai kisaran 39 juta orang, dimana 12 juta orang berpotensi melakukan mudik jarak dekat (intra provinsi) dan 27 juta orang berpotensi mudik jarak jauh (lintas provinsi).
“Daerah asal pemudik terbesar diestimasikan adalah Jawa Barat (8 juta orang), diikuti DKI Jakarta (3,5 juta), Jawa Timur (3,3 juta), dan Banten (2,9 juta). Sedangkan daerah utama tujuan pemudik adalah Jawa Tengah (8,7 juta orang), diikuti Jawa Timur (6,7 juta) dan Jawa Barat (4,7 juta),” tutur Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS, pada Soft Launching hasil riset IDEAS yang bertajuk ‘Mudik di Pusaran Covid-19’, di Kantor IDEAS, Tangerang Selatan, Kamis (23/4).
Dengan demikian, mudik adalah fenomena Jawa karena sebagian besar pemudik berasal dari Jawa dan menuju Jawa. Lebih dari 50 persen pemudik berasal dari Jawa dan di saat yang sama Jawa menjadi tujuan lebih dari 60 persen pemudik. Dengan Jawa kini adalah episentrum wabah, terutama Jabodetabek, maka mudik berpotensi besar mendorong eskalasi penyebaran covid-19 ke seantero Jawa.
“Dengan kepadatan penduduk Jawa di kisaran 1.100 jiwa per Km2, lima kali lipat lebih padat dari Italia, menjadi sebuah keharusan membatasi mobilitas penduduk Jawa secara ketat. Tanpa larangan mudik, akan terjadi ledakan covid-19 di Jawa,” ujar Yusuf.
Penyebaran covid-19 melalui mudik terjadi dalam dua mekanisme. Pertama, peningkatan intensitas penyebaran dari episentrum wabah, yaitu Jabodetabek, ke penjuru negeri, terutama ke seantero Jawa. Pola mudik metropolitan Jakarta dan wilayah sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) didominasi oleh mudik jarak jauh (lintas provinsi).
“Dari 11 juta potensi pemudik Jabodetabek, kami perkirakan 1 juta orang akan melakukan mudik intra provinsi, dan 10 juta orang sisanya melakukan mudik lintas provinsi ke penjuru tanah air, yaitu Jawa (8,4 juta), Sumatera (1,4 juta) dan kawasan Timur Indonesia (0,3 juta). Jalur utama dari pergerakan jutaan pemudik Jabodetabek ke Jawa adalah menuju ke Jawa Tengah (3,5 juta), DKI Jakarta (1,9 juta), Jawa Barat (1,2 juta), dan Jawa Timur (1 juta),” kata Yusuf.
Kedua, peningkatan intensitas penyebaran wabah dari daerah perkotaan ke daerah pedesaan. Berbeda dengan pola mudik Jabodetabek, pola mudik metropolitan non Jabodetabek secara umum lebih didominasi oleh mudik jarak dekat (intra provinsi). Pola ini sangat kuat terlihat di metropolitan Jawa Timur yaitu Gerbangkertasusila (Surabaya Raya) dan Malang Raya, serta di metropolitan Sumatera Utara, yaitu Mebidangro (Medan Raya).
“Dari potensi 1,5 juta pemudik di Gerbangkertasusila (Surabaya Raya), tiga per empat diantaranya adalah pemudik yang menuju kabupaten-kota lain di Jawa Timur. Hal serupa ditemui di Mebidangro. Dari potensi 0,7 juta pemudik di Mebidangro, tiga per empat diantaranya adalah pemudik yang menuju kabupaten-kota lain di Sumatera Utara,” ungkap Yusuf.
Meningkatnya intensitas penyebaran wabah dari kota ke desa melalui mudik ini menjadi semakin krusial karena akan mempengaruhi sektor pertanian yang merupakan benteng terpenting perekonomian menghadapi pandemi.
“Dengan perannya yang tidak tergantikan dalam memproduksi pangan, sektor pertanian harus dilindungi secara serius, terutama di Jawa. Daerah pedesaan Jawa hingga kini masih menampung lebih dari 14 juta orang tenaga kerja sektor pertanian, terutama Jawa Timur (6,4 juta), Jawa Tengah (4,1 juta) dan Jawa Barat (2,9 juta),” tegas Yusuf.
Keputusan pemerintah pada 21 April 2020 yang akhirnya melarang mudik melegakan dan patut diapresiasi. Namun larangan mudik bukanlah akhir, namun justru harus menjadi awal dari upaya besar bangsa yang lebih tegas dan cepat menanggulangi pandemi.
Respon kebijakan jangka pendek yang sangat mendesak dilakukan adalah melokalisir covid-19 di episentrum wabah. Lebih dari setengah kasus covid-19 yang terdeteksi terkonsentrasi di Jakarta dan sekitarnya. Metropolitan Jawa lainnya juga menjadi zona merah pandemi dengan kasus yang semakin masif.
Sebagai pusat ekonomi nasional, mengkarantina Jabodetabek dan metropolitan utama Jawa lainnya dipastikan akan menurunkan perekonomian nasional secara signifikan. Namun menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin adalah prioritas kebijakan tertinggi yang tidak dapat ditawar. Dengan sistem kesehatan semakin menuju batas kapasitasnya, maka menurunkan interaksi sosial secara drastis di episentrum wabah secepatnya menjadi keharusan.
“Dibutuhkan akselerasi dan penguatan kebijakan karantina di metropolitan utama Jawa demi melindungi lebih dari 150 juta penduduk Jawa, jadi PSBB saja tidak mencukupi,” ujar Yusuf.
Dalam jangka pendek IDEAS juga mendorong kebijakan yang lebih kuat dari PSBB untuk metropolitan yang lebih kecil di Jawa dan metropolitan utama luar Jawa. Meski memiliki kasus positif covid-19 yang jauh lebih rendah dari Jabodetabek, namun wilayah metropolitan ini memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sama tingginya, sehingga berpotensi besar menjadi episentrum wabah berikutnya, seperti Kartamantul (Yogyakarta Raya) di kisaran 5.800 jiwa per Km2, Solo Raya 2.600 jiwa per Km2, Mebidangro (Medan Raya) 3.600 jiwa per Km2, dan Mamminasata (Makassar Raya) 2.400 jiwa per Km2.
Untuk menanggulangi terjadinya penurunan ekonomi atas dampak Covid-19, Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan telah melakukan berbagai upaya diantaranya membantu program pemerintah untuk mengurangi mudik dengan memberikan layanan distribusi pangan di sentra-sentra pekerja perkotaan, pelatihan kewirausahaan digital dan memberdayakan masyarakat untuk memproduksi alat-alat pencegahan Covid-19.
“Hingga 22 April 2020 total layanan pembagian sembako yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa mencapai 10.543 paket yang tersebar di berbagai sentra pekerja perkotaan, selain itu melalui Institut Kemandirian Dompet Dhuafa memberdayakan masyarakat untuk pembuatan 15.000 masker yang akan dibagikan selama Pandemi Covid-19,” Kata Imam Rulyawan, Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa.
Sumber: Swamedium