LEBIH BAIK JUALAN LILIN, DARIPADA CONFLICT OF INTEREST
Mereka pastilah pintar, punya wawasan global, serta para entrepreneur teknologi yang sebenarnya cukup menjanjikan. Namun, di wilayah politik dan kenegaraan, cukup jelas mereka tidak tahu apapun. Termasuk tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu?) kalau keberadaan mereka di Istana sebenarnya hanya dipakai sebagai kosmetika belaka untuk menutupi wajah sengak kekuasaan.
Di titik ini, kerugian kita sebenarnya jadi berlipat ganda. Pertama, publik tidak mendapatkan benefit apapun dari kehadiran orang-orang muda di lingkaran istana ini, padahal mereka telah dibayar mahal jika dibandingkan rata-rata pendapatan masyarakat kita. Kedua, publik jadi kehilangan anak-anak muda potensial yang sebenarnya bisa menjadi entrepreneur menjanjikan, bersih, dan berintegritas, seandainya saja mereka tak terlalu dini bersinggungan dengan kekuasaan. Kini reputasi dan integritas mereka di kedua lapangan, baik bisnis dan politik, jadi dipertanyakan.
Sebenarnya tak ada yang salah berbisnis dengan Pemerintah. Tetapi, Anda hanya harus jadi pebisnis saja, tidak boleh sekaligus merangkap jadi pemerintahnya. Saran saya, mundur dan kembali jualan lilin lebih terhormat, daripada terjerumus pada conflict of interest. Cukup opung sajalah, jangan ditambah kalian juga.
Kasihan Indonesia!
By Tarli Nugroho [fb]
Pak @jokowi, sebelum terlambat, saya ulangi desakan ini:
— Rachland Nashidik (@RachlanNashidik) April 14, 2020
1. Hapus pelatihan online. Gunakan semua dari 20 Triliun anggaran kartu prakerja untuk BLT bagi rakyat yang sedang kesulitan.
2. Tunjuk Bank Pemerintah menyalurkan BLT, bukan perusahaan fintech.
3. Pecat stafsus korup!
I am sure @Harvard teaches "conflict of interests" in the campus. How could a President @jokowi staff, also a Harvard graduate, in Jakarta uses the palace to make sure his own company's service is being used nationwide? #Stafsus #COVID19indonesia https://t.co/nTqdBdEg84
— Andreas Harsono (@andreasharsono) April 14, 2020