KONEKSI JAE DENGAN OLIGARK, YAHUDI, AS DAN CINA
Di seluruh dunia, kelompok-kelompok kepentingan di suatu negara, baik di dalam maupun luar negeri, selalu berusaha meraih keuntungan ekonomi maupun politik di negara itu. Bahkan, di AS sekalipun. Kelompok-kelompok lobi di AS, mulai yang kecil sampai besar, dimanfaatkan pihak swasta di dalam negeri serta negara di luar AS, untuk memajukan kepentingan ekonomi dan politik mereka. Lobi-lobi Yahudi di AS yang terkait dengan Israel termasuk yang paling berpengaruh.
Tak heran, kaum oligark dan hampir seluruh negara di dunia berlomba-lomba mendekati Gedung Putih dan Kongres melalui institusi-institusi lobi itu. Salah satu orang Indonesia yang dikenal luas sebagai orang yang punya akses ke Gedung Putih melalui institusi lobi adalah James Riady, seorang oligark.
Tentu Indonesia, khususnya rezim Jae, ingin juga mempengaruhi Gedung Putih untuk membela kepentingannya. Sebagai negara adikuasa yang istilahnya bisa menghitamputihkan sebuah negara, berteman dengan AS sangat penting agar tidak rewel terhadap kebijakan-kebijakan rezim yang menindas rakyatnya, melanggar HAM, dan membatasi demokrasi, termasuk membatasi kebebasan berserikat dan berpendapat.
Pokoknya, kalau ingin bebas melakukan keculasan terhadap lawan-lawan politiknya, sebuah rezim harus terlebih dahulu memastikan Gedung Putih berada di belakangnya. Ini bisa dilakukan melalui banyak jalan: bisa melalui Israel, Singapura, atau swasta yang punya akses ke Gedung Putih. Ini yang terjadi dengan rezim Jae.
Koneksi Jae dengan Lobi Yahudi untuk mencapai Washington sangat mungkin terjadi kalau kita melihat fenomena berikut. Kendati di permukaan nampak konsisten mendukung Palestina, faktanya rezim Jae melakukan perdagangan dengan Israel dengan defisit di pihak Indonesia. Kita juga tahu wisatawan Israel dan wisatawan Indonesia saling melancong.
Lalu ada skandal tokoh NU Yahya Cholil Staquf, yang juga anggota Wantimpres, pada sekitar dua tahun lalu memenuhi undangan simposium di Yerusalem yang diselenggarakan Lobi Yahudi dan Organisasi Yahudi Sedunia. Di sana ternyata Staquf tidak membela Palestina. Sebaliknya, ia memuji-muji Israel. Bukan main senangnya PM Benjamin Netanyahu terlihat dari pujian dan harapannya pada Staquf untuk mempromosikan Israel ke Indonesia. Namun, misi Staquf gagal karena reaksi negatif bermunculan di tanah air.
Indonesia adalah negara strategis bagi kepentingan ekonomi dan politik Israel. Secara ekonomi, Indonesia adalah pasar besar yang mampu menyerap produk teknologi pertanian, senjata, dan hightech Israel lainnya. Kalau soal senjata, rezim Soeharto juga membeli Israel melalui Singapura connection. Tapi pembelian produk pertanian Israel baru dilakukan pada era Jae. Secara politik, sebagai negara Muslim terbesar di dunia, berdamainya Israel dengan Indonesia akan menimbulkan efek domino, yakni negara-negara Muslim lain akan mengikuti Indonesia, yang dengan sendirinya akan melemahkan perjuangan Palestina. Inilah yang dikehendaki Israel sehingga ia berusaha tak kenal lelah untuk menarik Indonesia ke pihaknya.
Kunjungan Staquf ke Israel, yang dibela Jae, sangat mungkin merupakan upaya testing the water, untuk kemungkinan Indonesia membuka hubungan diplomatik resmi dengan negara Yahudi itu. Keinginan itu belum bisa diwujudkan karena publik tanah air masih menunjukkan resistensi kuat terhadap Israel. Rezim berdekatan dengan Israel karena ingin mendapat manfaat dari Lobi Yahudi di AS, The American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), , untuk tujuan-tujuan ekonomi dan politik rezim. AIPAC dan banyak lagi lobi Yahudi lain sangat berpengaruh pada pembuatan-pembuatan kebijakan AS. Karena itu rezim Jae berupaya mendekati mereka untuk juga menetralisir sikap kritis Gedung Putih terhadap rezim Jae.
AS connection ini masuk akal. Sekilas terkesan Jae meninggalkan AS dan merangkul Cina. Kenyataannya tidak demikian. Meski benar rezim Jae berhubungan erat dengan Cina, bahkan mengabdi pada rezim komunis itu, rezim Jae juga menjaga hubungan baik dengan AS. Beberapa hari lalu, Trump mengatakan ia ditelpon Jae -- yang disebut Trump sebagai temannya -- meminta dikirimi ventilator. Dan Trump dengan hati senang mengatakan akan mengabulkan permintaan itu. Tentu karena Indonesia membelinya, bukan diberikan cuma-cuma. Yang penting di sini, Jae telah terhubung langsung dengan Trump.
Telepon langsung Jae ke Trump dan sambutan Trump yang berseri-seri menunjukkan kedekatan Jakarta dengan Washington. Memang tidak masuk akal AS berdiam diri kalau rezim Jae tidak melayani kepentingan-kepentingannya di negeri ini. Bisa jadi juga sikap lembut AS terhadap rezim Jae disebabkan lobi Yahudi sebagai kompensasi hubungan gelap rezim Jae-Israel. Tidak masalah bermesra-mesraan dengan Cina sepanjang kepentingan strategis AS di dalam negeri dan di kawasan terjamin. Lagi pula, mana mungkin Jae bersikap seperti Soekarno menghadapi AS. Itu hanya akan merupakan tindakan bunuh diri.
Selanjutnya kita masuk ke Cina connection. Jae terhubung dengan Cina melalui Opung dan para taipan seperti James Riady, dan Antoni Salim. Dari koneksi ini menjadi jelas mengapa rezim Jae sungguh-sungguh mengabdi pada kepentingan Cina.
Itu terlihat dari kontrak-kontrak kerja sama pertambangan dan pembangunan infrastruktur Indonesia-Cina yang lebih menguntungkan negeri tirai bambu itu. Dalam politik, Jae membiarkan kebijakan represif Cina terhadap komunitas Muslim Uighur di Provinsi Xianjiang, Cina. Padahal jelas Beijing melanggar prinsip kebebasan beragama. Sebagai negara berketuhanan dan mempromosikan kemanusiaan yang adil dan beradab, seharusnya rezim secara tegas menekan Cina agar segera bebaskan Muslim Uighur dari aniaya kejam dan brutal. Faktanya, tezim tutup mata.
Dan ketika covid-19 pertama kali merebak di Wuhan, Cina, rezim Jae hati-hati menanggapinya agar tidak menyinggung perasaan Beijing. Bahkan, rezim Jae membuka pintu lebar-lebar bagi kedatangan wisatawan Cina.
Dari gambaran di atas, rezim Jae memang lebih mengabdi kepada kepentingan kaum oligark, Israel, AS, dan terutama Cina, ketimbang rakyat. Kaum buruh ditindas, rencana pembangunan IKN yang merupakan balas budi Jae kepada kaum oligark tetap jalan meskipun negara tak punya uang untuk memberi makan rakyat yang terhempas oleh covid-19, membolehkan buruh kasar Cina masuk, dan membeli ventilator dari AS.
Mudah-mudahan tulisan ini memberi kesadaran pada rakyat tentang apa yang terjadi dengan rezim Jae. Masalahnya, rezim yang terlalu bergantung pada kepentingan kekuatan-kekuatan oligark domestik dan eksternal akan membuat negara ini kehilangan independensi, kedaulatan, serta terabaikannya misi suci negara melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Yang terjadi, negara hanya menjadi bancakan kekuatan-kekuatan jahat dalam dan luar negeri.
Jakarta, 28 April 2020
Penulis: Smith Alhadar
(Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education)
CATATAN KRITIS IDe#19 Institute for Democracy Education Jakarta, 28 April 2020 KONEKSI JAE DENGAN OLIGARK, YAHUDI, AS...
Dikirim oleh Institute for Democracy Education - IDe pada Selasa, 28 April 2020