Setiap kali ada kekisruhan bermotif keagamaan maupun sosial saat ini, sering langsung teringat salah satu guru; (alm) Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub (Imam Besar Masjid Istiqlal, Guru Besar Ilmu Hadis Institut Ilmu Al Qur'an).
Betapa tenang dan cepatnya sebuah kekisruhan redup semasa beliau masih hidup. Betapa tiarapnya para penceramah minus kapasitas di media saat itu.
Untuk hal yang beliau yakini kebenarannya, beliau tegas tanpa basa-basi, itu prinsip yang selalu beliau pegang.
Ada yang menyampaikan riwayat palsu di TV nasional, setelah itu langsung kena semprot. Muncul lagi Ahmadiyah, skakmat. Nabi palsu atau nabi-nabian, skakmat. Pelaku LGBT bermotif kebebasan muncul di TV jadi pembicara, skakmat. Salah satu tokoh ormas keislaman terkait tahapan amar ma'ruf nahyi munkar, pun demikian.
Blak-blakan saat satu meja (kursi tetap masing-masing ya) bersama Prof. Dr. KH. Sa'id Agil Siradj di TV, beliau bilang "jangankan sesama Islam, ini ada ketua NU, sama-sama NU, sama-sama Kiyai NU, kadang-kadang ngga mau nerima tamu kiyai NU yang lain, karena beda partai, itu ada seperti itu (Kiyai Said mangguk sambil tetap dengan senyum khasnya 😁), coba ini harus dikikis yang seperti itu".
Ada lagi di TV, beliau nyemprot penulis buku Program Jakarta Berkarakter yang tampak memojokkan Islam, menggunakan ayat-ayat yang ditafsirkan dengan serampangan.
Intinya adalah, beliau tidak sungkan-sungkan dan tak takut menyampaikan kenyataan, kebenaran, tak peduli itu Ustadz, Kiyai, Habib, Pejabat, Dosen, Guru Besar, dsb.
Tidak hanya masalah urgen seperti itu, kesalahan kaidah bahasa arab yang dituturkan oleh santri beliau saat mengaji pun tak dapat ditolerir, setelah disemprot, disuruh berdiri pegang kitab hadis dari subuh hingga Dhuha.
Sebetulnya kawan akrab beliau ini, Prof. Dr. Nasaruddin Umar pun juga pernah beliau debat terkait suatu masalah. 😁
Di RS, ada Bu Nyai juga, dan kawan-kawan santri, saat jenazah beliau dibaringkan di ruang jenazah, Prof. Nasar yang juga di situ ditelfon salah satu media, setelah agak lama ditelfon, Prof. Nasar saya lihat terisak dalam pembicaraan telfon di ruang tersebut. Beliau bilang ke yang nelfon; "Kemana pun saya berdakwah, bila ingin tau sebuah hadis terkait tema yang ingin saya sampaikan, saya langsung menelfon beliau (KH. Ali), tanpa menunggu, spontan beliau menjawab dengan hadis-hadis yang beliau hapal, tak satu pun permintaan hadis saya yang tidak dapat beliau jawab".
(By Ashfi Bagindo Pakiah)