[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia belum juga menunjukkan angka penurunan. Sampai saat ini, belum ada langkah signifikan yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka penularan virus corona.
Salah satu kebijakan yang sejauh ini paling ampuh menekan penularan virus corona, yakni dengan kebijakan lockdown. Hal ini juga yang didorong oleh Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
"Melihat dari negara-negara lain, partial atau local lockdown mungkin dapat menjadi pilihan bagi Indonesia. Apa itu local lockdown? Local lockdown merupakan sebuah langkah menutup sebuah wilayah/provinsi yang sudah terjangkit infeksi COVID-19, dengan demikian diharapkan dapat memutuskan rangkai penularan infeksi baik di dalam maupun diluar wilayah," kata Ketua Dewan Guru Besar FKUI, Siti Setiati, dalam keterangannya, Kamis (26/3).
"Local lockdown disarankan dilakukan selama minimal 14 hari. Local lockdown pun akan memudahkan negara untuk menghitung kebutuhan sumber daya untuk penanganan di RS (SDM, APD, fasilitas RS)," tambah dia.
Pernyataan Lengkap
Berikut pernyataan lengkap Dewan Guru Besar FKUI kepada Pemerintah terkait penanganan infeksi COVID-19:
Kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo
Di tempat
Himbauan bagi Pemerintah Indonesia terkait Penanganan Infeksi COVID-19
1. Situasi COVID-19 di Indonesia
Indonesia berada pada ranking-5 kasus dengan case fatality rate (CFR) tertinggi ke-5 di dunia, dengan CFR 8-10%. Berdasarkan proyeksi CFR dunia sebagai CFR Indonesia, kemungkinan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia saat ini adalah sekitar 1300 KASUS.
2. Pertimbangan local lockdown atau karantina wilayah secara selektif dapat menjadi salah satu alternatif bagi Indonesia
Local lockdown atau karantina wilayah menurut Undang -Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, merupakan sebuah langkah menutup sebuah wilayah/provinsi yang sudah terjangkit infeksi COVID-19, dengan demikian diharapkan dapat memutuskan rantai penularan infeksi baik di dalam maupun diluar wilayah.
Karantina wilayah disarankan dilakukan selama minimal 14 hari, di provinsi – provinsi yang menjadi episentrum (zona merah) penyebaran COVID-19 atau daerah lain dengan berbagai pertimbangan. Karantina wilayah akan memudahkan negara untuk menghitung kebutuhan sumber daya untuk penanganan di rumah sakit, (sumber daya manusia, alat pelindung diri/APD, fasilitas RS). Pelaksanaan local lockdown ini dilakukan dengan melibatkan kerjasama
lintas sektor yang matang dan melibatkan Pemerintah daerah.
3. Penyediaan alat pelindung diri (APD) yang cukup untuk semua fasilitas pelayanankesehatan, terutama RS pemerintah.
Ketersediaan APD yang cukup sangat penting dalam kondisi pandemi COVID-19 untuk para tenaga medis. Bila APD tidak tersedia cukup, ditakutkan akan berdampak buruk bagi tenaga kesehatan maupun pelayanan kesehatan yang diberikan di Indonesia. APD yang cukup sangat diperlukan untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan, terutama RS pemerintah. RS swasta perlu juga diberikan akses untuk membeli APD dengan harga yang pantas.
4. Aturan yang sangat tegas untuk diam di rumah.
Aturan tegas perlu diberlakukan untuk membuat rakyat tetap diam di rumah selama periode pembatasan sosial ini. Denda spesifik diberikan untuk setiap individu maupun perusahaan yang melanggar. Kerjasama dan koordinasi Pemerintah, seluruh elemen masyarakat (seperti TNI, POLRI, pemimpin daerah, pemuka agama, tokoh adat) sangat dibutuhkan sehingga menjadi gerakan sosial. Dengan tingkat kepatuhan tinggi (> 70%) berdasarkan 16 penelitian, karantina di rumah efektif dalam memperlambat penyebaran
penyakit.
5. Rencana mitigasi dan rencana strategis penanganan pasien suspek dan konfirmasi
COVID-19
Dengan membagi perawatan pasien menjadi perawatan di rumah untuk pasien Orang Dalam Pemantauan (ODP) dengan melibatkan tenaga Puskesmas, perawatan di RS untuk pasien Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Strategi lain adalah penguatan sistem pelayanan kesehatan, networking antar fasilitas kesehatan, penguatan sistem penunjang pelayanan kesehatan,dan jaminan asuransi untuk tenaga kesehatan dan sumber daya manusia (SDM)
penunjang lain yang terlibat.
6. Koordinasi yang baik antar kementerian dan lembaga-lembaga terkait sangat diperlukan agar pelaksanaan di lapangan menjadi lebih terarah dan terlaksana dengan baik
7. Dalam pengambilan keputusan seyogyanya berbasis bukti (Evidence based) dan melibatkan para pakar di bidangnya termasuk ahli komunikasi masyarakat
Hormat kami,
Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Prof. DR.dr Siti Setiati, SpPD, K-Ger, MEpid, FINASIM
Tembusan :
1. Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
Sumber: kumparan