[PORTAL-ISLAM.ID] Kenaikan BPJS telah ditolak oleh Mahkamah Agung. Dengan demikian rencana kenaikan BPJS menjadi batal.
Batalnya kenaikan tersebut tak urung membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani dilanda kegalauan. Ia pun berpikir keras agar BPJS Kesehatan tak lagi defisit.
Ia menguraikan agar ada transparansi data agar semua pihak bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi.
"Kita minta BPJS Kesehatan transparan, biaya operasi berapa dan berapa gajinya, defisit berapa. Itu semua kita rangkum supaya masyarakat tahu ini masalah bersama, bukan 1 institusi. Ini dilakukan pemerintah," tegas Sri Mulyani, di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Selasa 10 Maret 2020.
Menurutnya, keputusan pembatalan kenaikan akan berpengaruh untuk rakyat sendiri. Sebab saat memutuskan menaikan tarif sudah dihitung dan dipertimbangkan dengan matang. Jika dibatalkan, maka akan mempengaruhi sustainabilitas BPJS itu sendiri.
"Keputusan batalkan 1 pasal saja, itu pengaruhi seluruh sustainabilitas dari BPJS Kesehatan. Karena pada saat pemerintah buat Perpres itu semua aspek sudah dipertimbangkan," ungkapnya.
"Kita sangat paham mungkin tidak semua puas, tapi itu policy yang secara hati-hati pemerintah mempertimbangkan seluruh aspek," urainya lagi.
Pemerintah telah membayarkan tagihan untuk masyarakat tidak mampu, dengan total 96,8 juta. Menurut Sri Mulyani, seharusnya bagi yang mampu ikut gotong royong dengan dibagi menjadi 3 kelas tersebut.
"Dari swasta juga ikut gotong royong. Semua dihitung dalam rangka agar JKN bisa berjalan karena ada dana yang berasal dari APBN, Pusat, Daerah, Swasta dan Masyarakat mampu," terang Sri Mulyani.
BPJS adalah kegotongroyongan. Mestinya masyarakat memandang BPJS Kesehatan sebagai sebagai keseluruhan. Untuk kepentingan bersama.
Sri Mulyani pun mengatakan, konsekwensi pembatalan kenaikan BPJS sangat besar terhadap JKN.
"Karena kalau bicara ekosistem, tak mungkin bisa satu dicabut, sisanya pikir sendiri, ini kita lihat penuh," tegas Sri Mulyani.
Sumber: RMOL