[PORTAL-ISLAM.ID] Saat ini sangat terasa gonjang ganjing politik dalam negeri. Ada empat masalah besar yang dihadapi pemerintahan Presiden Jokowi. Pertama soal merosotnya kepercayaan akan kemampuan untuk memimpin hingga akhir. Alih alih prestasi, yang muncul adalah masalah demi masalah. Kedua, meroketnya keadaan ekonomi bangsa ini ke bawah. Semakin berat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bahkan akan terus merosot menuju “krisis ekonomi”.
Ketiga, korupsi yang terus terkuak baik di daerah maupun pusat. Jika berefek domino pengungkapan korupsi Jiwasraya lalu Asabri atau Taspen bukan tak mungkin kondisinya akan sampai pada tahap “darurat korupsi”. Keempat, omnibus law sebagai gerakan pengacauan hukum dengan terobosan palsu. Praktek bernegara yang semakin sentralistik dan DPR yang tak berdaya. UU produk DPR dapat dilibas habis oleh bus mini.
Akibat skandal besar yang muncul dari pemerintahan yang salah urus maka Presiden Jokowi berjalan dengan goyah. Sulit bertahan hingga 2024. Akan ada saat dimana rakyat mendesak DPR dan MPR untuk memakzulkan Presiden. Tentu secara konstitusional. Lengser pun membayangi dan menghantui baik secara sukarela maupun terpaksa.
Kekhawatiran ini sudah masuk pembahasan ruang klenik. Karenanya tak aneh jika Pramono Anung mencegah serius agar Presiden Jokowi tidak datang ke Kediri karena dugaan kuat nasehat paranormal yang meramal akan lengsernya Jokowi. Kediri masuk area pantangan. Soal larangan Pramono tentu serius bagi kaum yang mempercayainya.
Rupanya ketakutan dan kekhawatiran sudah terasa dan terbaca. Bisa masuk tahap sindroma. Pramono Anung membuka tabir akan ketergantungan pada dunia klenik. Teringat kita saat pelantikan yang mengundang dukun penghadir mahluk halus Genderuwo sampai Nyi Roro Kidul. Jika nasehat paranormal jadi acuan maka pengelolaan negara menjadi bahaya.
Untuk menutupi kegoyahan perjalanan kekuasaan, maka fokus dialihkan ke ujung tahun periode, 2024. Harus diarahkan “keriuhan” pada Pilpres 2024. Agar rakyat tidak peka dan peduli lagi soal berbagai kelemahan 2020-2024. Yang penting 2024 ada pergantian. Mengejutkan saat acara pelantikan pengurus HIPMI di Jakarta Presiden ternyata melempar calon Presiden Sandiaga Uno.
Setekah muncul lontaran pasangan Tito Karnavian-Mahfud MD, ramai pula guliran Prabowo-Puan. Dan sudah ada yang membuat polling dimana Anies Baswedan menjadi kandidat terunggul. Kita pun kaget lagi tiba-tiba isu panas muncuat yaitu “deklarasi” Basuki Tjahya Purnama alias Ahok menyatakan siap untuk maju menjadi capres “jika tak ada calon yang bagus” kilahnya.
Nampaknya persoalan dini yang justru diramaikan kini adalah sebuah “political trap”. Membuat masyarakat melewatkan persoalan kekinian yang serius. Bisa jadi ini pun adalah bagian dari upaya penyelematan rezim.
Kita tak boleh lengah mengikuti dan merespons persoalan serius kini baik soal kemerosotan kepercayaan, kebangkrutan ekonomi, mega korupsi, maupun kekacauan hukum. Ditambah dengan agenda pemindahan ibukota yang berbiaya sangat besar.
Saat ini masih tahun 2020 dengan beban berat persoalan terdahulu. Belum saatnya berbicara terlalu dalam soal Presiden 2024. Jika Anies dinilai potensial dan banyak pihak mencoba untuk menjegalnya biarlah secara alami tumbuh dan berkembang. Perbincangan prematur hanya menutupi borok rezim bukan mengobati.
“Don’t wait until tomorrow what you can do today”.
Ingat pula penggalan lirik lagu Leo Sayer ini.
“Don’t wait until tomorrow
It may come too late
Don’t wait until tomorrow
Only fools hesitate..”
Moga kita tidak menjadi orang yang bodoh dan ragu ragu.
Penulis: M. Rizal Fadillah