Kursi Wagub DKI:
Gerindra Minim Etika, PKS La Haula Wala Quwwata
Harusnya tidak selamban itu, karena pada dasarnya deal-deal an politik harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
Gunanya agar rakyat DKI segera memiliki wagub yang bisa menjadi pembantu gubernur dalam melayani warga.
Gerindra dan PKS seharusnya tidak terus menerus bertengkar soal ini, karena pada akhirnya warga DKI yang rugi.
Lihatlah Anies sendirian melayani warga, bahkan saat musibah banjir Jakarta dan sekitarnya, Anies bekerja sendirian tanpa wakil. Kasihan. Padahal warga DKI sudah capek ikut pilgub untuk mendapatkan sepasang pemimpin bukan "duda".
Kalau Gerindra memegang etika janji mereka ke PKS bahwa kursi wagub DKI akan diserahkan kepada PKS, maka jangan main lagi di belakang.
Kalau Gerindra punya etika dan itikad baik untuk merealisasikan janji Prabowo ke PKS yang akan diserahkan kursi wagub, maka seharusnya itu dilakukan dengan cepat.
Kemacetan deal politik ini terjadi karena banyak orang di sekeliling Prabowo yang memanfaatkan kelemahan PKS agar nanti kursi wagub jatuhnya ke Gerindra. Sebagai pengamat dan juga warga DKI, saya melihatnya begitu.
Gerindra memafaatkan kelemahan PKS yang memang kelemahan itu terlihat kasat mata, PKS memang lemah dari semua sisi, Gerindra memanfaatkan hal ini.
Hasil pileg tahun lalu yang menempatkan Gerindra di papan atas dan PKS di papan bawah, membuat anak buah Prabowo bermanuver di DKI.
Karena secara hitung hitungan politik, PKS memang tidak bisa berbuat banyak hari ini soal kursi wagub DKI. PKS hanya bisa menuntut janji Prabowo. Padahal janji dalam politik itu sesuatu yang susah ditagih. PKS terlalu lugu dalam hal ini.
PKS tidak punya daya tekan dan daya tawar sama sekali, hanya bisa menagih janji Prabowo yang sekarang sudah jauh panggang dari api, makanya saya bilang ini Gerindra minim etika, PKS La Haula Wala Quwwata.
Orang-orang Gerindra di DKI paham betul kekuatan PKS saat ini, makanya hal ini dipermainkan. PKS tidak akan bisa berbuat apa-apa kecuali nanti menerima keputusan Gerindra soal nama siapa yang muncul untuk dampingi Anies di Balai Kota.
Keluguan dan kepolosan PKS membuat elit Gerindra melakukan banyak manuver agar kursi wagub DKI pada akhirnya jatuh ke Gerindra.
Ingat, penguasa di DPRD DKI adalah PDIP bukan PKS, dan saat ini Prabowo bersama PDIP dan pemerintah. Ingat juga bahwa kursi DPRD DKI saat ini mayoritas dimiliki oleh partai koalisi penguasa. Bahkan kursi PSI di DPRD DKI juga tidak sedikit.
Gerindra dan PDIP punya kepentingan politik untuk 2024 agar mendapatkan berkah elektoral, ditambah orang-orang kuat di DKI saat ini rata rata adalah orangnya koalisi pemerintah.
Gerindra punya banyak orang kuat di DKI dan PDIP punya kursi ketua DPRD DKI, kader Gerindra di DKI baik yang di DPRD atau yang fungsionaris partai adalah orang-orang kuat.
Orang-orang kuat di DKI saat ini rata rata mendukung Gerindra untuk merebut kursi wagub. Mulai dari M Taufik, Parasetiyo Edi Marsudi, Mohammad Sangaji, Beim Benjamin, Reza Patria, Haji Lulung, Haji Muallif, Hasbiyallah Ilyas, Blok PPP Belly Bilalussalam, Blok Demokrat Dst. Semua dukung Gerindra.
Sedangkan PKS tidak punya orang kuat sama sekali di DKI, Bang Sani (Mantan wakil ketua DPRD DKI) sudah pindah ke Partai Gelora, Bang Selamat Nurdin juga pindah ke Gelora, dst.
Saya perhatikan semua anggota DPRD DKI asal PKS saat ini adalah tokoh rata-rata menengah kebawah yang tidak cerdas bermanuver sebagai politisi, tapi hanya sebatas petugas partai yang menjalankan tugas rutin ngantor di kebon sirih. Termasuk ketua DPW PKS DKI yang lebih loyo lagi.
Gerindra minim etika, PKS tidak berdaya. Kalau kita melihat isme politik Gerindra, sepertinya meminta mereka tidak ingkar janjinya ke PKS adalah jauh panggang dari api, walaupun semua kader PKS kemarin mati-matian memperjuangkan Prabowo. Ini politik.
Jutru karena kisruh ini, ada pihak-pihak yang terus memanas manasi hubungan Gerindra-PKS lewat tokoh-tokoh yang saling sindir dan perang di medsos.
Sebenarnya ini merugikan kedua belah pihak, Gerindra rugi ribut dengan PKS, dan PKS lebih rugi lagi ribut dengan Gerindra, PKS akan semakin terisolir di kebon sirih, PKS akan semakin punya banyak musuh yang selama ini memang punya teman sangat sedikit di politik.
Sayangnya warga DKI tidak melihat siapa salah dan siapa benar disini, warga DKI simpel dalam menilai, bahwa kedua partai (Gerindra-PKS) sama sama mengutamakan ego pribadi dan kepentingan partai diatas kepentingan warga DKI untuk memiliki wagub.
Deadlock ini sama sekali gak baik buat pelajaran politik kita saat ini, bagusnya kalau Gerindra mau merebut kursi itu, maka rebutlah secepat mungkin. Atau kalau PKS mampu merebut kursi itu juga segera rebut jangan berlarut larut, agar warga DKI cepat punya wagub.
Atau kalau memang PKS gak sanggup berbuat apa-apa lebih baik juga serahkan saja kursi wagub ke Gerindra tanpa harus banyak ceramah di media sedang di-dzolimi Gerindra, Gerindra ingkar janji dst dst. Ini politik kang. Ingat kata pepatah "There is no free lunch and no second chance for the weaknesses".
Oleh: Tengku Zulkifli Usman
(Pengamat Politik dan Warga DKI)
Kursi Wagub DKI: Gerindra minim Etika, PKS La Haula Wala Quwwata. *** Sudah 1 tahun lebih kursi wagub DKI kosong,...
Dikirim oleh Tengku Zulkifli Usman pada Minggu, 12 Januari 2020