Jiwasraya Dan Pusaran "Korupsi" PPATK
Oleh: Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia
KASUS raibnya uang asuransi Jiwasraya belasan triliun, diduga PPATK terlibat karena PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) tidak taat asas, melanggar undang undang, dan tidak melaksanakan kewajiban jabatannya. Bahkan cenderung kompromistis.
PPATK itu salah satu organ negara yang independen, bebas dari intervensi. Pada implementasinya sebagai penjaga kedaulatan keuangan negara.
Kewajibannya sebagai lembaga intilejen keuangan Indonesia, ia harus mengawasi dan menganalisis lalu lintas uang apalagi keuangan negara.
Jadi begitu tahu ada dana keluar dari PT Asuransi Jiwasraya dan mereka diam saja tidak ada upaya melaporkan atau mengungkap lebih lanjut, maka patut diduga PPATK terlibat atas peristiwa ini.
Sikap PPATK diduga ada pembiaran, dianggap PPATK punya keinginan yang sama atau tahu rencana dari pihak-pihak lain yang mau dijalankan untuk mengalihkan dana asuransi tersebut.
"Polis" nya PPATK itu kan seharusnya "menganalisa, mencegah, mengawasi, mengendalikan". Untuk ketiga tugas tersebut untuk atas nama jabatan (ambtshatic) dia diberi kewenangan dan hak termasuk terima gaji, fasilitas dan lain-lain dan harus dianggap dia tahu dan mampu dengan kewajiban jabatan dan wewenangnya tersebut.
Jika antara seharusnya dan kenyataannya tidak sama dan terus kalau memilih kompromi, kebobolan atau lolos? Apa artinya? Mau ditaruh dimana nama lembaga intelijen keuangan negara tersebut?
Ini bukan sekadar lalai, melainkan "korupsi" kewenangan, hak, tanggung jawab yang menyebabkan kerugian masyarat dan negara. Karena kompromistis tanpa memegang teguh pada fokus kewajiban kerja adalah sikap dasar korupsi.
Ini namanya menyalahgunakan situasi, menyalahgunakan jabatan dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan merugikan keuangan negara serta masyarakat. Jelas ini masuk dalam lingkup ranah hukum pidana.
Jadi sekali lagi PPATK telah nyata ceroboh dalam kasus raibnya uang PT asuransi Jiwasraya menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari tujuan semestinya dari wewenang tersebut (abuse of power).
Gagal dalam menjalankan peraturan undang undang, kalau PPATK dengan sadar melakukan ini maka patut diduga ada persekongkolan, karena jabatan PPATK adalah jabatan politik.
Riskan pula dengan area tujuan politik, maka jelas ini adalah pelanggaran tanggung jawab jabatan dan bertentangan dengan undang undang.[]
Sumber: RMOL