‘Menutup’ Kasus Novel


[PORTAL-ISLAM.ID]  Pada mulanya, publik mulai bertanya-tanya, kenapa begitu kebetulannya proses ‘penangkapan’ pelaku penyerangan Novel Baswedan, penyidik KPK. Disaat publik ribut dengan kasus korupsi jiwasraya, sesaat setelah Kabareskrim menghadap Presiden, pelaku tertangkap.

Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menyebut ada dua pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Menurutnya, kedua pelaku merupakan anggota Polri aktif. RM dan RB diamankan pada Kamis (26/12) malam. Penangkapan ini merupakan kerja sama Tim Teknis Novel bersama Brimob.

Pihak Polri juga belum mengungkap motif penyerangan. Namun dari informasi yang diterima oleh Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane, motif pelaku menyerang Novel adalah karena dendam. Neta juga mengungkap, dua polisi aktif pelaku penyerangan adalah anggota Brimob, Kelapa Dua, Depok, berpangkat brigadir.

Masih menurut Neta, pelaku merasa kesal dan dendam dengan ulah Novel, yang tidak dijelaskan yang bersangkutan kenapa yang bersangkutan dendam pada Novel. Pelaku, terang Neta, menyerang Novel dengan air aki mobil yang sudah dicampur air, yang telah disiapkan sebelumnya. Pelaku kemudian minta diantarkan oleh temannya ke kawasan perumahan Novel di kelapa gading dengan sepeda motor.

Masih menurut Neta, temannya pelaku ini menyatakan tidak tahu menahu bahwa pelaku akan menyerang Novel. Tetapi, teman pelaku ini tetap ikut menyerahkan diri ke kantor poisi bersama pelaku. Atas penangkapan ini, IPW memberi apresiasi terhadap kedua anggota Brimob tersebut, meski keduanya terlambat menyerahkan diri hingga kasus Novel melebar kemana-mana.

Jika kita telaah lebih dalam, tertangkapnya pelaku penyerangan Novel Baswedan ini mengandung beberapa keganjilan :

Pertama, terkait pemberitaan dua pelaku ditangkap. Sementara, menurut Neta S Pane ketua IPW pelaku menyerahkan diri. Karenanya, IPW memberi apresiasi terhadap kedua anggota Brimob tersebut, meski keduanya terlambat menyerahkan diri hingga kasus Novel melebar kemana-mana.

Pernyataan ini mengandung kontradiksi, publik kembali bertanya apakah pelaku benar-benar ditangkap atau menyerahkan diri? Jika soal penangkapan saja masih mengandung ‘keraguan’ bagaimana dengan status pelaku? Apalah pelaku benar-benar pelaku atau dijadikan pelaku?

Jika benar pelaku penyerahan diri apalagi motifnya hanya dendam, kenapa musti menunggu dua tahun lebih kasus Novel bergulir? Bukankah pelaku bisa menyerahkan diri sesaat setelah kejadian penyerangan?

Kedua, Neta S Pane mengungkap motif pelaku menyerang Novel adalah karena dendam. Motif dendam ini menutup kasus, untuk mencari aktor intelektual. Artinya, kasus akan berhenti para dua pelaku yang tertangkap ini.

Pertayaannya, benarkah kasus yang sudah menghebohkan seantero negeri hanya karena motif dendam? Apalagi tidak jelas dendam karena apa. Andaikan, motif dendam itu karena Novel sewaktu SMA pernah merebut pacar pelaku, luar biasa menggelikan bukan?

Ketiga, apa hubungannya IPW dengan Polri? Apakah IPW ‘kepanjangan tangan’ Polri? Lantas darimana IPW tahu motif pelaku karena dendam ? Sejauh apakah ‘akses’ IPW terhadap kasus ini? Disaat publik baru tahu kabar penangkapan, IPW terlampau jauh tahu motif hingga kabar menyerahkan diri.

Tidakkah ada motif lain? IPW dijadikan semacam ‘jubir’ tak resmi Polri? Untuk mengukur opini publik tentang sejumlah rencana dibalik ‘pengungkapan’ kasus Novel? Coba Anda bayangkan, jika motif dendam ini disampaikan humas Polri resmi, kemudian mendapat penentangan dan kritik publik, apa yang akan terjadi?

IPW dijadikan alat testing the Water? Jika pernyataan IPW tentang ‘motif dendam’ diterima publik jelas pernyataan ini akan diadopsi menjadi pernyataan resmi Polri.

Padahal, banyak pihak yang mempertanyakan motif dendam ini. Atas pengungkapan ini, tim pendampingan hukum Novel Baswedan, tak percaya dua pelaku yang ditangkap kepolisian, bekerja mandiri dalam menjalankan aksinya.

Salah satu tim anggota pendamping Novel, Yati Andriyani mendesak kepolisian mengusut dugaan keterlibatan seorang jenderal yang diyakini sebagai aktor utama penyerangan. Kepolisian, pun diminta agar segera mengungkap motif utama serangan dengan air keras terhadap penyidik KPK.

Yati yang juga Kordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) itu menerangkan, keterlibatan anggota Polri dalam aksi keji terhadap Novel Baswedan, sejak awal sudah jelas. Keterlibatan anggota Polri itu yang menurut Yati, membuat, kepolisian selama ini tampak gamang mengungkap. Apalagi, kata dia, dengan adanya dugaan keterlibatan petinggi Polri.

Keempat, apa maksud dari pernyataan IPW yang menyebut ‘memberi apresiasi terhadap kedua anggota Brimob tersebut, meski keduanya terlambat menyerahkan diri hingga kasus Novel melebar kemana-mana’. Bukankah wajar, penyidikan dan pengembangan kasus ini bisa menjangkau kepada siapapun pihak yang terlibat dalam kejahatan terhadap Novel Baswedan?

Publik justru menduga, penangkapan (baca: penyerahan diri) dua pelaku penyerang Novel ini sekedar untuk melokalisir dan menutup kasus. Dengan ditangkapnya pelaku, proses hukum dipandang berjalan, motif hanya dendam pribadi, pelaku didakwa, dituntut, divonis dan ‘ Case Close’.

Jika perkara ditutup dengan model seperti ini, bukankah ini sungguh luar biasa indah?

Penulis: Nasrudin Joha
Baca juga :