[PORTAL-ISLAM.ID] Di China, kamp konsentrasi untuk muslim Uyghur disebut program deradikalisasi.
Warga Uyghur yang ketahuan berdoa atau mendownload Al Quran digital ditangkap kemudian dicuci otak agar meninggalkan agamanya.
Di negeri ini, program deradikalisasi adalah semacam penghapusan pelajaran sejarah Khilafah dan Jihad. Pengawasan majelis taklim hingga paud.
Dari kasus di dua negara tersebut, kita melihat bahwa sesungguhnya program deradikalisasi adalah proses pembinasaan Islam dari level terendah hingga level tertinggi.
Setiap negara memiliki fase dan levelnya masing-masing. Di negeri ini, program deradikalisasi masih berada pada tahap awal.
Hal ini tak lepas dari kondisi muslim di indonesia yang mayoritas dan masih cukup memiliki kekuatan.
Di China, program deradikalisasi sudah sampai pada level advance. Tentu saja China berani menetapkan deradikalisasi level advance karena muslim di sana minoritas dan lemah.
Di semua negara dengan penduduk pribumi muslim minoritas, program deradikalisasi berada pada level advance hingga extrem. Sebut saja Myanmar, India, China, dll.
Sementara itu, di negara-negara yang penduduk muslim super minoritas dan bukan pribumi, seperti New Zealand, Amerika, Australia, dll, permusuhan pada Islam cukup dilakukan oleh individu-individu, tanpa perlu menurunkan tangan negara.
Level deradikalisasi di tiap negara bisa meningkat setiap saat. Namun demikian, rezim akan bermain dengan sangat hati-hati.
Sebelum meningkatkan level deradikalisasinya, mereka akan melakukan “test the water” dengan menggulirkan isu-isu sensitif terkait keislaman. Misalnya soal cadar, janggut, penghapusan sejarah islam, dlsb.
Ketika isu yang digulirkan kemudian mendapatkan perlawanan besar dari umat Islam, mereka akan mengurungkan peningkatan level itu dengan beragam alasan.
Namun, begitu muslimin terlihat tak kuasa melawan, maka level deradikalisasi akan terus ditingkatkan hingga level paling extrem.
Penulis: Doniriw