Oleh: Shaffira Gayatri @firagayatri
👉 Berhubung banyak yg tanya soal Uyghur.. mau cerita dikit. Beberapa waktu lalu saya seprogram sama orang Uyghur, trus banyak cerita2. Sebelum ketemu dia pun, sebenernya saya udah aware soal isu Uyghur tapi kadang masih suka skeptis sama postingan aktivis2 Uyghur di medsos krn gatau benar atau nggaknya. Tapi ketemu dan ngobrol sama orang Uyghur nya sendiri itu benar2 ngubah perspektif.
👉 Jadi sebenarnya apa/siapa sih kelompok Uyghur itu?
Uyghur itu kelompok etnis minoritas di Tiongkok yg berlatar belakang Turkic (secara etnis campuran Asia Timur dan Asia Tengah, kyk negara2 Uzbekistan, Kazakhstan dll) yg menjadi etnis terbesar di wilayah Xinjiang. Etnis Uyghur identik dengan karakteristik fisik yg lumayan berbeda dg fisik orang Tiongkok pada umumnya, dan identitas keagamaan mereka (Islam).
Belakangan ini rame di media soal perlakuan pemerintah Tiongkok ke etnis Uyghur. Kelompok Uyghur disebut dipersekusi dan dimasukkan ke kamp2 detensi atau "re-education camps" di mana mereka katanya didoktrinisasi. Banyak narasi di medsos katanya orang Uyghur dipaksa makan babi atau ga dibolehin ke masjid. Pemerintah Tiongkok awalnya menyangkal adanya kamp2 ini, tapi belakangan mereka mengiyakan memang ada kamp, tapi katanya itu bukan kamp detensi melainkan kamp vokasi, di mana mereka diberikan skill2 ketenagakerjaan.
Tapi berbeda dg klaim pemerintah Tiongkok, banyak laporan dari kelompok HAM & media Barat yg menemukan sebaliknya, misalnya kamp2 yg mirip penjara dg keamanan tingkat tinggi, banyak bukti pelanggaran hak asasi manusia melalui penyiksaan dan kerja paksa, dsb.
Merespon laporan2 ini, pemerintah Tiongkok selalu menyanggah dan menyalahkan faktor ekstremisme dan separatisme di kalangan Uyghur. Memang ada beberapa tindakan terorisme yg dilakukan oknum dan banyak sentimen anti Tiongkok di kalangan kelompok Uyghur (biasanya mereka akan menyebut Xinjiang sbg "East Turkestan"). Tapi ini juga panjang sejarahnya, asal mulanya krn aneksasi (alias pencaplokan) wilayah Xinjiang oleh pemerintah Tiongkok tahun 1949, setelahnya wilayah tsb banyak ditempati oleh transmigran etnis Han (etnis mayoritas) dan etnis Uyghur "dipaksa" menjalani program asimilasi.
Faktor separatisme & ekstremisme inilah yg dipropagandakan media Tiongkok dan sering dikutip orang2 Tiongkok bahkan mahasiswa2 Indo di RRT. Tapi come on lah. lbaratnya anggota gerakan ekstremisme atau separatisme cuman segelintir. Yg dipersekusi & dibungkam se-etnis.
👉 Kembali ke teman saya ini. Dari awal publikasi program, namanya diminta utk dirahasiakan. Dan di hari pertama, dia cerita ke para peserta program kenapa begitu.
Intinya, dia dulu meninggalkan Tiongkok utk sekolah S2. Tapi beberapa tahun belakangan pemerintah Tiongkok mulai meng-crackdown etnis Uyghur. Orang2 Uyghur terutama yg punya koneksi atau keluarga di luar negeri ditangkepin dan dimasukkan ke kamp. Dia takut pulang dan akhirnya minta suaka di negara dia studi. Sampai sekarang, atas permintaan keluarga, dia sudah 3 tahun nggak kontak keluarganya demi keamanan mereka.
Padahal dia dulunya mahasiswa biasa aja, gak ada kegiatan separatisme dan sebagainya. Tapi ya segitu parahnya pemerintah Tiongkok.
Nggak berani kebayang sekangen apa sama keluarganya :") di WA profpicnya ibu sm adeknya, bawa foto ibunya kemana2 di dompet, trus meskipun secara penampilan gak keliatan religius2 amat tiap malam baca alquran doain keluarganya: tadi dia cerita baru dapat kabar kalo bapaknya depresi, udah berbulan2 ga mau makan. Tapi tetep ga berani kontak. Ku ikut patah hati
👉 Salah satu pertanyaan yg saya tanyakan ke dia adalah apa yg dia ingin kasitau ke orang Indonesia soal isu Uyghur?
Katanya, dia pengen orang Indo tau kalo persekusi etnis Uyghur itu masalah pelanggaran HAM, bukan masalah agama.
That's the thing — di sini isu Uyghur dibawanya semata2 masalah agama aja padahal lebih kompleks daripada itu.
Yang dilakukan pemerintah Tiongkok itu lebih ke arah cultural genocide — alias menghapus identitas kebudayaan kelompok Uyghur. Sedangkan ekspresi keagamaan itu salah satu bentuk identitas Uyghur. Misalnya, kata si temen, kalo ke Xinjiang itu ga akan nemu laki2 berjenggot krn itu di-ban pemerintah.
Jadi ya kalo ada yg bilang "itu etnis Hui yg beragama Muslim gak masalah kok mau menjalankan agamanya bisa2 aja" atau "mahasiswa indo di sana gak masalah mau sholat di mana aja" ya emang — krn yg disasar emang cuman etnis Uyghur. Pemerintah gak ada urusan.
👉 Oh ya, lucunya (?) justru kebanyakan yg mengecam dan mengkritik pemerintah Tiongkok atas perlakuan mereka ke etnis Uyghur itu justru negara2 dan media Barat. Negara2 Muslim kebanyakan diem aja, bahkan banyak yg terang2an menyatakan dukungan ke Tiongkok. Sampai sejumlah negara Muslim ikut tanda tangan deklarasi mendukung Tiongkok dan memuji penegakan hak asasi manusia di RRT (LAWAK!).
Teman Uyghur itu saya sampe bilang "Muslim solidarity is bullshit." Meski dengernya bikin sedih, saya nggak bisa nyalahin dia sih...
Makanya gampang banget buat pemerintah dan media Tiongkok berlindung di balik alasan ekstremisme, separatisme, dan "propaganda media Barat".
(Oke betul media Barat banyak yg bermasalah, negara2 Barat jg banyak yg penegakan HAM nya bermasalah, tapi media yg kredibel juga gak bisa ngarang2 fakta kali)
Jangan lupa juga, pemerintah Tiongkok rajin mengundang tokoh2 Muslim (termasuk dari Indonesia kayak NU & Muhammadiyah), diajak jalan2 ke Xinjiang, diliatin kamp2 "vokasi", ditunjukin "nih Xinjiang baik2 aja kan"...
Pulang2 mereka ikut mendukung narasi Xinjiang baik2 aja, Uyghur cuman masalah separatisme..
Tapi di sana turnya diatur ketat sama guide dari pemerintah, gak bisa interaksi atau ngobrol langsung sama warga Uyghurnya.
Tapi di sana turnya diatur ketat sama guide dari pemerintah, gak bisa interaksi atau ngobrol langsung sama warga Uyghurnya.
👉 OH YA lupa tadi belum nambahin. Salah satu ilustrasi kalo pemerintah Tiongkok secara sistematis berusaha merepresi identitas etnis Uyghur:
• Bahasa Uyghur (bahasa daerah dg tulisan spt bahasa Arab dan pengaruh bahasa Arab & Farsi) juga terancam karena penggunaanya semakin lama semakin dibatasi (bahkan di kamp dilarang), mereka diwajibkan pake bahasa Mandarin. Banyak gerakan diaspora Uyghur di luar negeri yg berusaha "menyelamatkan" bahasa Uyghur.
• Lalu yg dimasukin ke kamp2 itu bukan cuman yg kelihatan religius (alias menunjukkan identitas melalui ekspresi keagamaan) tapi juga tokoh2 masyarakat Uyghur seperti akademisi, seniman (musician, poet, dll), pemikir, guru, dsb.
Salah satu yg paling bikin saya sedih itu baca kasusnya Ilham Tohti. Beliau adalah scholar/akademisi Uyghur yg sempat membuat website Uyghur Online, website yg mempromosikan peacebuilding atau hubungan baik antara etnis Uyghur dan etnis Han. Dia sangat nasionalis bahkan anggota Partai Komunis. Temen saya pernah ketemu beliau dan katanya nggak religius sama sekali. Misinya hanya mengenalkan kebudayaan Uyghur ke etnis Han dan sebaliknya, utk meredakan konflik antar kedua etnis tsb. And you know what? Dia kemudian dipenjara SEUMUR HIDUP. Atas tuduhan separatisme. Sebagai penggerak peacebuilding, ku sedih banget ini bacanya.
(Sumber: Twitter Shaffira Gayatri @firagayatri)
[THREAD]
Lately conversations around the #Uyghur issue have been making rounds again on Indonesian twitter, so I wanted to repost some things I learnt from an Uyghur friend.— Shaffira Gayatri (@firagayatri) December 23, 2019
Scepticism is healthy, but when it comes to discrimination & persecution, ALWAYS listen to those affected too. pic.twitter.com/nC6C2ZTmha
This @4corners short documentary tells the story of @SMusapir, an Australian #Uyghur, who has not met his wife and baby for 2 years because they weren’t allowed to leave Xinjiang. Why? Just because they’re Uyghurs.https://t.co/j5UKIRaTlf https://t.co/dSPk6aFwuA
— Shaffira Gayatri (@firagayatri) December 23, 2019