[PORTAL-ISLAM.ID] Beberapa kali staf khusus Jokowi melontarkan pernyataan kontroversial. Bagi pengamat, lama-lama mereka hanya akan jadi 'pemanis istana': juru bicara yang membenarkan semua pernyataan presiden.
Belum sebulan menjabat, Staf Khusus Presiden Joko Widodo dari generasi milenial sudah pada bikin blunder dan kontroversial.
(1) Gracia Billy Mambrasar membuat gaduh di sosial media. Penyebabnya adalah salah satu cuitannya di Twitter pada Sabtu, 30 November 2019.
"Setelah membahas tentang Pancasila (yang bikin kubu sebelah megap-megap), lalu kerja men-design kartu prakerja di Jakarta, lalu saya ke pulau damai penuh keberagaman: Bali! Untuk mengisi materi co-working space, mendorong bertambahnya jumlah entrepreneur muda, untuk pengurangan pengangguran dan angka kemiskinan," kata Billy (dengan suntingan) via @kitongbisa.
Apa yang dimaksud Billy soal "kubu sebelah" tidak bisa tidak akan mengarah ke lawan politik Jokowi pada Pilpres 2019. Karena itu tak heran dia dihujat warganet.
Billy lantas meminta maaf dan mengaku bersalah karena menggunakan kalimat multitafsir--"bikin kubu sebelah megap-megap." Ia juga langsung menghapus cuitannya itu.
"Saya tidak bermaksud tendensius ke kelompok mana pun. Saya sudah melakukan klarifikasi[...] Saya dengan ini memohon untuk dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya karena kesalahpahaman tersebut," katanya, juga via Twitter, Ahad (1/12/2019).
(2) Tak hanya Billy yang pernah memberikan pernyataan kontroversial. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono salah satunya, saat berkomentar soal grasi Jokowi untuk terpidana kasus korupsi Annas Maamun. Menurutnya itu adalah bukti Jokowi patuh terhadap hak asasi manusia lantaran terpidana juga memiliki hak hidup. Menurutnya aneh jika ada yang teriak-teriak soal penegakan HAM tetapi menafikan hak hidup terpidana.
Anas memang diberi grasi karena sudah tua dan sakit-sakitan.
"Ironis pada saat kita berteriak penegakan HAM namun di saat yang bersamaan kita mengharapkan terpidana tersiksa sampai mati di penjara," kata Dini, Jumat (29/11/2019).
(3) Satu lagi staf khusus Jokowi yang beberapa waktu lalu disorot warganet adalah Ayu Kartika Dewi yang nyerocos Indonesia darurat toleransi.
Asal Pro Jokowi
Direktur Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik Dedi Kurnia Syah Putra melihat lebih jauh posisi stafsus lewat contoh kasus di atas. Baginya, stafsus "hanya akan jadi juru bicara presiden" yang tentu saja hanya tampil sebagai pembela segala kebijakan presiden meski itu dianggap salah oleh publik.
"Inilah hasilnya. Stafsus milenial akan disibukkan dengan menjawab tekanan publik, dan ini tidak akan produktif," kata Dedi, seperti dilansir Tirto.
Jadi pembela presiden tidak salah, kata Dedi, hanya saja itu tidak sesuai dengan fungsi stafsus itu sendiri.
Dosen komunikasi politik dari Universitas Airlangga Suko Widodo ini menegaskan posisi stafsus bukanlah juru bicara presiden dan juga bukan pengiklan kebijakan-kebijakan presiden.
Staf khusus harus mendengar masukan-masukan masyarakat lalu meramunya menjadi nasihat yang akan diberikan kepada presiden, yang kadang, itu tidak sesuai dengan kehendak presiden.
"Jadi staf ahli baiknya cukup memberi masukan dan memengaruhi kebijakan presiden, berdasarkan yang mereka tangkap di lapangan," kata Suko.
Jokowi sendiri meminta masyarakat meminta maaf pernyataan stafsusnya yang kontroversial.
"Namanya muda-muda. Ini kan mungkin semangatnya lebih dibanding yang tua-tua. Jadi, kalau bicara kadang terlalu semangat. Biasalah. Salah sedikit tidak apa-apalah," katanya, Senin, seperti dikutip dari Antara.