[PORTAL-ISLAM.ID] Hari ini dari berbagai daerah di Indonesia bersiap berangkat menuju Monas Jakarta untuk bersilaturahmi mengenang peristiwa 2-12 tahun 2016 yang lalu. Bahasa sederhananya adalah reuni.
Tapi maknanya lebih dalam dari itu. Meski sekadar berkumpul dalam waktu yang juga tidak terlalu lama, namun menggairahkan umat.
Agenda acara dibuat sejak dini hari tanggal 2 Desember 2019. Bis, kereta api, pesawat atau kendaraan pribadi hari ini akan bergerak. Tak ada target politik selain dapat berkumpul. Tentu dalam dimensi juang mengharap ridlo Allah.
Dipastikan berangkat tanpa investor dan rekayasa pendana. Semua bayar sendiri atau sedikit sedikit dari donatur yang tak berhitung dampak apa apa. Semua rela dan bahagia. Berpartisipasi berharap menjadi bagian dari amal sholeh.
Tak akan ada pembiaya politik apalagi taipan. Ini agenda umat. Jika ada amanat dan ceramah melengkapi zikir dan shalat maka itu dalam rangka da'wah amar ma'ruf nahi munkar.
Dulu saat 212 tiga tahun lalu terngiang suara lantang khutbah jum'at Habib Rizieq. Menggantikan Ma'ruf Amin yang "ragu ragu" atau "takut" tampil dalam urusan akherat di depan umat. Kini pada reuni dan silaturahmi ini sang Kiai juga sedang sibuk mengurus "dunia" sebagai Pejabat.
Khutbah Jumat Habib Rizieq di depan jamaah dahulu memang istimewa dan luarbiasa. Presiden Jokowi pun "terpaksa" mendengarkan sebagai "mustami" dengan khusyu.
Habib yang lama "tercekal" di Saudi Arabia adalah tokoh kharismatik.
Kini di tengah gempuran tekanan islamophobia di negeri ini justru kehadirannya dinanti. Umat seolah lama kehilangan figur yang berpendirian teguh dan berani.
4
212 memanggil umat berhimpun untuk menunjukkan kekompakan dan kerapihan barisan. Persoalan keumatan memang menumpuk mulai dari radikalisme, intoleransi, kriminalisasi, sekularisasi hingga penistaan agama.
Reuni dan silaturahmi tidak untuk mengarahkan makar atau berontak. Hanya sekedar unjuk kebersamaan dan konsolidasi agar umat tidak seenaknya dipermainkan.
Silaturahmi ini pun menjadi momen kepedulian dan keprihatinan atas kondisi kritis kemandirian bangsa. Mencegah kolonialisme budaya, ekonomi, dan politik dari kekuatan asing yang semakin mencengkeram.
Setahap demi setahap rakyat harus berdaulat.
Saat nanti ketika dibutuhkan tentu jama'ah ini mampu menjadi "pasukan" yang lebih berdaya guna untuk perbaikan negara. Menggetarkan musuh dan para penjahat. Umat Islam adalah benteng kekuatan rakyat Indonesia. Mengecilkannya adalah kebodohan yang nyata.
"Bismillahi majreha wa mursaha inna robbi laghofurur rohiem...."
Selamat ber-reuni dan bersilaturahmi. Bangun kewibawaan dan kejayaan umat. Bangkit dan hancurkan kezaliman penghianat bangsa. Kezaliman para penjarah kekayaan negara.
Penulis: M. Rizal Fadillah