[PORTAL-ISLAM.ID] UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Amandemen bukan hal yang haram, sesuai pasal 37 UUD 1945. Namun amandemen itu telah dilakukan dengan cara yang munafik dan dari segi isi sangat kontroversial.
Sebelum meninjau dari segi isi, saya ingin membahas cara amandemennya. Menurut hemat saya amandemen harus dilakukan dengan izin rakyat. Artinya amandemen itu harus dilakukan melalui referendum. Ketentuan tentang hal itu telah tertuang dalam TAP MPR No.8/1978 dan telah diundangkan dalam UU No.5/1978.
Dalam kenyataannya TAP MPR dan undang-undangnya telah diabaikan. Proses amandemen pertama sampai keempat berlangsung dengan melibatkan orang-orang secara terbatas. Tidak ada transparansi di belakang proses amandemen tersebut.
Kita tidak tahu siapa saja yang terlibat, uang siapa saja yang dipakai, pandangan siapa saja yang muncul dan diakomodasi, dsb. Suatu oligarki politik berada dibalik proses amandemen itu, sementara kita tidak tahu apakah mereka bekerja untuk kepentingan rakyat atau kepentingan partainya saja.
Nyatanya produk dari amandemen tersebut tidak meng-address masalah laten dalam masyarakat kita, yaitu kesenjangan. Sebaliknya malah, konstitusi seperti menelikung diri sehingga kepentingan rakyat pribumi tidak lagi terlindungi.
Dua Model Amandemen
Amandemen konstitusi adalah hal yang wajar karena perubahan adalah satu-satunya yang abadi di dunia. Semua negara di dunia pernah mengubah konstitusi mereka. Pada dasarnya ada dua model perubahan konstitusi di dunia.
Model pertama disebut model Amerika. Proses amandemen konstitusi Amerika tidak mengubah preambule dan batang-tubuh konstitusi. Konstitusi Amerika yang ditulis James Madison pada tahun 1787, dua puluh satu tahun setelah Amerika mendeklarasikan kemerdekaan. Konstitusi yang terdiri dari 7 pasal ini bertahan utuh sampai sekarang walau telah dilakukan 27 kali amandemen.
Semua amandemen dalam konstitusi Amerika ditambahkan (appended) ke dokumen konstitusi.
Model kedua adalah model Perancis. Menurut ahli hukum perancis perubahan itu ada yang besar ada yang kecil. Perubahan besar dilakukan dengan menulis ulang batang tubuh konstitusi.
Sementara itu pembukaan atau preambule konstitusi Perancis dipertahankan sebab mengandung redaksi Declaration of the Rights of Man and of the Citizen dari 1789 yang menetapkan Perancis sebagai negara sekuler dan demokratis berdasarkan kedaulatan rakyat.
Penulisan ulang batang tubuh konstitusi mendeklarasikan Perancis sebagai republik yang baru. Sekarang ini Perancis berada dalam era Republik Kelima.
Hal ini menandakan Perancis telah lima kali menulis ulang konstitusi republiknya, yaitu pada tahun 1793, 1848, 1875, 1946 dan 1958. (Di luar itu Perancis memiliki konstitusi yang dirancang tetapi tidak terpakai, konstitusi yang terpakai tetapi bukan republik, melainkan monarki konstitusional atau kekaisaran).
Jadi penulisan ulang batang tubuh (preambule tetap) memiliki implikasi perubahan nama konstitusi. Sedangkan perubahan kecil ditampung dalam dokumen yang disebut amandemen. Amandemen itu tidak menulis ulang batang tubuh, tetapi dokumen yang dilekatkan pada teks konstitusi, sebagai lampiran atau adendum. Republik Kelima Perancis (Konstitusi 1958) sampai saat ini telah diamandemen 24 kali.
Bagaimana format amandemen UUD 1945?
Menurut saya, format amandemen yang telah berlangsung empat kali itu munafik. Amandemen tersebut menulis ulang batang tubuh tetapi tetap menyebutnya UUD 1945. Seharusnya, sebut saja UUD 2002 (tahun amandemen keempat).
Lalu mesti bagaimana?
Dalam hemat saya lebih cocok kita menggunakan model amandemen Amerika. UUD 1945 dipertahankan secara utuh, baik preambul maupun batang-tubuhnya. Namun UUD 1945 harus diubah sesuai dengan keadaan, misalnya untuk tujuan pembatasan masa jabatan presiden, pembentukan DPD, penyelenggaraan pemilu, penegakkan Hak Asasi Manusia, dst.
Semua perubahan tersebut ditambahkan ke dalam dokumen UUD 1945.
Dengan demikian original intent dari founding fathers dan riwayat negara Republik Indonesia, tetap terjaga. Namun bersamaan dengan itu amandemen UUD 1945 tetap bisa dilakukan sehingga konstitusi itu tetap moderen dan tegak di atas dasar kedaulatan rakyat.
Penulis: Radhar Tribaskoro