[PORTAL-ISLAM.ID] Wakil Presiden Ma'ruf Amin berbeda sikap dalam merespons kasus dugaan penodaan agama yang dituduhkan terhadap politikus Sukmawati Soekarnoputri dengan perkara yang pernah menimpa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2016 silam.
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyorotinya sebagai bentuk inkonsistensi Ma'ruf Amin selaku pemuka agama yang sampai saat ini masih menjadi pemimpin Majelis Ulama Indonesia.
Ma'ruf dulu menganggap Ahok telah menghina agama karena menyitir surat Al-Maidah ayat 51.
Kini, saat umat Islam tersinggung dengan Sukmawati yang membandingkan Nabi Muhammad dan Sukarno, Ma'ruf meminta persoalan diselesaikan lewat jalur mediasi, tidak usah sampai pengadilan.
Ubed menganggap seharusnya Ma'ruf sebagai seorang Wapres tidak melontarkan pernyataan yang seolah-olah mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan.
"Narasi Ma'ruf menunjukkan inkonsistensi cara melihat masalah. Kalau masalah hukum, biar hukum bekerja, jangan buat pernyataan ada efek intervensi," ujarnya, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Kamis (21/11/2019).
Ubed mengatakan langkah Ma'ruf memberikan respons terhadap kasus Sukmawati memperlihatkan bahwa pemerintah saat ini tidak menghendaki kegaduhan terjadi di ranah sosial dan politik.
Menurutnya, kegaduhan di dua ranah tersebut berpotensi mengganggu rancangan kinerja dan target yang ingin dicapai oleh pemerintah saat ini.
"Sebetulnya, Presiden dan Wapres ingin tidak terjadi gaduh dalam ranah politik dan sosial, (itu) kepentingan ke sana dan pemerintahan ini terhalang karena gaduh ini kan yang bikin barisan orang di sekitarnya," tutur Ubed.
Seperti diketahui, pada Pilpres 2019 lalu Sukmawati merupakan salah seorang pendukung utama pasangan Jokowi-Maruf Amin.