Prabowo, Satu diantara 269 Juta Manusia Indonesia yang Bisa Mengaktualkan Martin Luther King


[PORTAL-ISLAM.ID] "Jika kamu tidak mampu terbang, maka berlarilah. Jika kamu tidak bisa berlari, maka berjalanlah. Jika kamu tidak mampu berjalan, maka merangkaklah. Lakukan apa pun yang bisa kamu lakukan, yang penting terus bergerak."

Begitulah yang dikatakan Martin Luther King, seorang pemimpin yang berkontribusi terhadap kemajuan hak-hak sipil di Amerika Serikat dengan jalan damai tanpa kekerasan.

Prabowo Subianto adalah satu di antara 269 juta manusia Indonesia yang bisa mengaktualkan perkataan dari Martin Luther King itu. Prabowo telah memilih opsi lain untuk mengabdikan dirinya pada bangsa dan negara—setelah pesta rakyat kemarin belum berhasil menggapai tujuan yang menjadi cita-citanya. Langkah tepat oleh orang yang hebat. Sungguh negarawan yang bijaksanawan.

Di negeri kita sendiri (Indonesia), untuk menemukan sosok pemimpin sejati dengan predikat negarawan amat sangat sulit untuk dijumpai. Kalaupun ada, jumlahnya pasti sangat sedikit.

Tapi, berbeda dengan pemandangan politik kali ini, mata Indonesia melihat salah-satu sosok negarawan itu tertuju pada Prabowo Subianto. Saya pun memandang demikian.

Memang tidak mudah menjadikan seorang teman yang sebelumnya adalah lawan. Namun, dalam politik, semuanya bisa terjadi. Ada sebuah adagium mengatakan bahwa "tak ada kawan maupun lawan sejati, yang ada hanyalah kepentingan abadi."

Kepentingan! Lantas, apa maksud Prabowo—telah bersikap untuk mau bergabung bersama lawan politiknya? Apa pula alasan penguasa terpilih (Jokowi) meminta Prabowo untuk bergabung bersama pemerintah? Ini pertanyaan penting dan patut untuk dijawab.

Dalam sebuah acara rapat pimpinan nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat (16/10/2019), Prabowo Subianto bercerita tentang tiga tokoh besar dunia dari Jepang, Amerika dan Tiongkok—yang mempunyai jiwa nasionalisme dan sikap negarawan sejati.

Pertama, kisah dari Jepang, Toyotomi Hideyoshi.

Sehari sebelum perang, Hideyoshi bertemu dengan Tokugawa secara empat mata. Mereka kemudian bersepakat untuk membatalkan perang agar tidak timbul korban jiwa.

Kata Yoshi, "Yang mulia, (Tokugawa), saya lihat ada 70 ribu tentara kuat di belakang Anda. Kuat tangguh, terdiri dari anak muda, yang akan berperang melawan pasukan saya. Namun, saya juga punya 70 ribu kekuatan di belakang saya. Tentara-tentara tangguh anak muda, kuat, yang bisa mengukir masa keemasan Nippon ke depan. Saya bisa menang, atau Anda bisa menang.

Tapi, coba pikirkan yang mulia, saya yakin akan banyak sekali anak-anak muda yang akhirnya meninggal, cacat, maupun terluka. Seandainya saya menang, sama akan banyak yang mati.

Saya mengerti, Anda cinta Jepang; Anda cinta Nippon, dan saya juga cinta Nippon. Oleh karena itu, karena kita sama-sama cinta Nippon, kenapa kita tidak bekerja sama demi cinta kita kepada Nippon?"

Kedua, kisah dari Amerika, Abraham Lincoln.

Suatu ketika, Abraham Lincoln menyatakan ingin bertemu dengan Seward di kongres parlemen Amerika Serikat. Seward menolak bertemu, bahkan mengatakan "kasih tahu monyet itu suruh pulang" kepada sekretarisnya, hingga ucapan tersebut terdengar oleh Lincoln sendiri.

Bertahun-tahun berlalu, mereka terus bertarung sengit di arena politik hingga Lincoln akhirnya terpilih menjadi presiden Amerika Serikat.

Setelah memenangkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 6 November 1980, langkah pertama yang dilakukan Lincoln adalah meminta Seward menjadi Scretary of State. Seward kaget, karena selama ini dia ibarat rival abadinya Lincoln.

"Kenapa Anda pilih saya? Saya, kan, tidak suka sama Anda?" tanya Seward.

"Ya, saya tahu, Anda tidak suka sama saya dan saya tidak suka sama Anda. Tapi saya tahu, Anda cinta United State of America. Dan saya cinta United State of America. Kenapa kita tidak kerja sama demi United State of America?" jawab Abrham Linclon.

Inilah kenapa Amerika jadi negara besar, kenapa Jepang jadi negara kuat. Lanjut Prabowo Subianto.

Ketiga, kisa dari Tiongkok, Mao Zedong.

Dua hari sebelum mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, Mao Zedong memanggil beberapa orang untuk menjadi Wakil Presiden. Salah satu yang dipanggil adalah seorang tokoh sekaligus jenderal yang pernah menjadi lawannya. Nama orang itu adalah Zhang Lam.

“Kenapa Anda pilih saya? Anda tahu, dulu saya pernah pimpin operasi di mana puluhan ribu anak buahmu saya bunuh,” tanya Zhang Lam.

“Tidak! tidak! Jangan lihat ke belakang! Kita lihat ke depan. Kita bangun Republik Rakyat Tiongkok ke depan,” jawab Mao Zedong.

Kisah Deng Xiaoping pula, yang tiga kali dipecat oleh Mao Zedong. Anaknya diilempar dari balkon dan cacat seumur hidup.

Ketika Mao meninggal dunia, Deng Xiaoping melanjutkan kepemimpinan Mao Zedong. Namun, peran-peran, jejak, serta eksistensi Mao tetap dipelihara oleh Deng Xioping. Hingga hari ini, segala peninggalan Mao masih tetap terjaga utuh.

Peristiwa yang diceritakan Prabowo sesungguhnya amat sangat besar pesan moralnya untuk bisa kita petik. Wajah politik Indonesia hari ini sangat beranonim dengan kisah historis Hideyoshi, Abraham Lincoln, dan Mao Zedong itu sendiri.

Keputusan Jokowi telah meminta Prabowo untuk bergabung bersama pemerintah, serta Prabowo sudah mau sudi bergabung bersama pemerintah dan merendah hati karena cinta pada Ibu Pertiwi, tentu ini adalah sikap negarawan sejati—yang sangat sulit untuk kita jumpai.

By Aden Mansyur [qureta]

Baca juga :