ISLAM RADIKAL
Oleh: Ahmad Sarwat, Lc, MA
Berislam secara radikal itu bisa banyak sekali macam dan bentuknya. Yang paling sering ditemukan cirinya antara lain:
1. Tidak Kenal Khilafiyah
Ciri umum orang terkena paham radikal manakala dia tidak paham kalau dalam beragama itu ada banyak khilafiyah.
Jadi cenderung mewajibkan atau mengharamkan sesuatu dengan begitu saja. Padahal sebenarnya para ulama masih berbeda pendapat dan hukumnya masih khilafiyah. Akibatnya, semua bab jadi hitam putih di matanya.
2. Bias
Ciri lainnya cenderung bias dalam memandang sekaligus jadi serba over dalam beragama. Kekeliruan tingkat kecil, dimaafkan dan manusiawi, di mata mereka jadi urusan dunia akhirat.
Tidak mengenal dosa ringan. Semua dosa kecil di pandangan mereka berubah jadi dosa besar semua. Sedangkan pelaku dosa besar disejajarkan dengan orang kafir.
3. Eksklusif
Ciri lainnya suka ekslusif dalam berkelompok dan cenderung merasa kelompoknya saja yang berada di jalan yang lurus.
Semua kelompok di luar kelompoknya selalu diposisikan pasti keliru, sesat dan diperlakukan sebagai musuh agama.
4. Kultus Individu
Ini ciri yang selalu melekat, yaitu sangat mengkultuskan tokoh kelompok mereka sendiri. Kadang posisinya lebih dari makshum, nyaris tidak pernah salah.
Seringkali ketaatan yang diberikan kepada tokohnya mirip ketaatan kepada seorang nabi.
5. Gemar Permusuhan
Ciri yang sering ditemukan adalah sikap beragama yang gemar bermusuhan, cenderung menyalahkan semua orang, bahkan rajin menyerang siapa pun yang tidak sejalan atau sependapat.
Termasuk mudah memvonis kafir, fasik, munafiq, jahiliyah karena sebab sepele.
Dan bahkan pada level tertentu, mudah sekali melecehkan dan menghina para tokoh ulama yang dianggapnya tidak sejalan.
6. Dangkal Keilmuan Tapi Semangat Menyala
Ini juga sering ditemukan, yaitu sebenarnya tidak terlalu punya dasar-dasar ilmu keislaman dan ilmu Syariah yang mumpuni, namun semangatnya berlebih untuk menerapkan syariat.
Namun di balik kelemahan keilmuannya, dia tutupi dengan semangat mengaplikasikan agama dengan membara. Kesannya jadi kayak orang sholeh dan alim banget, padahal ilmunya cetek amat terbatas.
Makanya yang terkena paham ini biasanya kalangan yang awam dengan agama, yang baru saja punya kesadaran dan nilai-nilainya secara instan.
7. Tidak Punya Rujukan Keilmuan Berstandar
Biasa berdalih dengan memanfaatkan petikan ayat Al-Quran atau potongan hadits terjemahan yang putar balik maknanya dan diplintir sekenanya. Yang penting bisa mendukung opininya.
Namun kalau diteliti lebih jauh, sebenarnya teknik berdalilnya terlalu rapuh, lemah dan tidak tepat.
Ayat Quran dan Hadits hanya dijadikan alibi membodohi orang awam secara harfiyah dan tekstual. Seolah terkesan amat mengerti secara mendalam, padahal tidak pernah bisa merujuk kepada kitab tafsir atau syarah hadits.
8. Emosional dan Delusif
Cenderung bersikap emosional, mudah marah, gampang benci, rajin curiga, phobia, dan nyaris mirip psikopat.
Dalam delusinya, umat Islam saat ini dalam keadaan genting, lagi dikepung oleh sekawanan hewan buas dan lapar, yang menyerang dari segala penjuru.
Keyakinan atau kenyataan semu macam ini diyakini terus menerus meskipun bukti atau kesepakatan berlawanan.
Salah satunya lewat indoktrinasi menggunakan hadits nabawi yang bercerita keadaan umat di akhir zaman. Dikepung dan dikerubuti oleh musuhnya. Sehingga terkesan jadi sangat dramatis, heroik dan bombastis.
Padahal kenyataannya dimana-mana Islam bebas diamalkan, diajarkan dan didakwahkan. Tidak segenting yang dikesankan.
Korbannya siapa lagi kalau bukan aktifis pemula yang lagi terbakar ghirah dakwahnya.
9. Rajin Beramal
Tidak semua negatif, para korban paham radikal umumnya lebih rajin mengamalkan sisi-sisi agama.
Rajin shalat berjamaah, rutin tilawah, aktif qiyamul lail, hadir di banyak kajian, bahkan jidat sampai hitam, celana amat cingkrang, kadang bercadar dan bahkan banyak kutip ayat hadits.
Dan termasuk suka pakai istilah-istilah yang rada kearab-araban. Ana, antum, akhi, ukthi, ikhwan, akhwat, syafakallah, syukran, afwan dan seterusnya.
Sama sekali tidak ada yang salah dengan semua itu. Makanya saya bilang tetap ada positifnya, tidak semua negatif.
Baru jadi negatif ketika bercampur dengan sikap merasa diri paling suci, paling benar sendiri, paling dekat dengan Tuhan, lalu mengejek, melecehkan, merendahkan bahkan membuli orang yang tidak seperti dirinya.
Mau cingkrang itu silahkan saja. Tapi kalau saudaranya muslim yang tidak cingkrang lantas dimaki-maki, dikatain fasik, berdosa, dan masuk neraka, tentu jadi over dan kurang dapat simpati.
Begitu juga yang cadaran, silahkan saja. Tapi kalau rajin menyinyiri saudarinya muslimah yang tidak bercadar, tentu jadi tidak bijak.
Shalat jamaah di masjid 5 waktu tentu baik dan dapat 27 derajat. Tapi kalau tetangganya yang tidak berjamah lantas divonis munafik 100%, tambah gelar fasik, plus statusnya tidak beriman, tentu kurang tepat.
Sebab yang mewajibkan memang ada, seperti mazhab Hambali. Tapi yang tidak mewajibkan juga ada, seperi mazhab Syafi'i. Shalat berjamah hukumnya fardhu kifayah, bukan fardhu 'ain dalam mazhab Syafi'i.
Sementara mazhab yang dipeluk bangsa Indonesia justru mazhab As-Syaf'i.
Semoga kita selalu dibimbing Allah SWT untuk tetap istiqamah dalam beragama, tidak ghuluw berlebihan, juga tidak tasahul alias menggampangkan. Tetapi bisa seimbang dan di pertengahan.
Amin ya rabbal alamin.