[PORTAL-ISLAM.ID] Membaca pernyataan Agus Rahardjo, serasa itu bukanlah pernyataan Ketua KPK RI. Bagaimana mungkin seorang ketua KPK dengan lugunya berujar, “ Kami mengharapkan yang khotbah di KPK itu orang yang inklusif. Orang yang tidak berpihak pada aliran tertentu.” Kemudian setelah itu ia membandingkan antara Ustadz Abdul Shomad dengan Gus Muwafiq.
Atas dasar apa Agus Rahardjo menganggap Gus Muwafiq lebih inklusif daripada UAS? Padahal kalau kita telusuri perjalanan kedua pendakwah tersebut, justru akan kita dapati bahwa UAS menyambangi komunitas Islam yang beragam.
UAS bisa hadir di tengah-tengah mereka yang disebut representasi Wahhabi. UAS juga sangat diterima di kantong-kantong Nahdliyyin. Dari pesantren paling salaf semisal Sidogiri, hingga Moderen Gontor begitu gayeng merajut kebersamaan dengan UAS.
UAS begitu bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat perkotaan. Sebagaimana ia juga hadir dengan mesranya di tengah hutan belantara, menyambangi orang-orang pedalaman yang tak disentuh pendakwah lain, semisal Gus Muwafiq sekalipun.
UAS tidak melulu berceramah, tapi bersama orang-orang pedalaman, ia ajarkan kepada mereka Nasionalisme. UAS tumbuhkan di hati mereka kecintaan kepada NKRI, hal yang tidak dilakukan para pejabat, semisal Agus Rahardjo.
UAS adalah satu di antara tokoh perubahan pilihan Republika pimpinan Erick Thohir. Pada kesempatan itu, tengoklah bagaimana UAS bicara di hadapan banyak anak Bangsa dari berbagai latar belakang, komunitas, profesi, etnik dan agama. Termasuk juga banyak pejabat Negara, semisal Wakapolri, Menteri Kelautan dan Ketua MPR. “Saudara-saudara yang tidak seaqidah dengan kami, Anda semua adalah saudara sebangsa kami. Kita semua bernaung di bawah satu negara kesatuan Republik Indonesia!” satu di antara ujaran UAS yang disambut riuh tepuk tangan hadirin malam itu.
Tidak akan cukup beratus hingga ribuan halaman untuk membicarakan komitmen UAS terhadap NKRI dengan segenap ragamnya.
UAS tidak pernah merepsentasi diri menjadi milik golongan tertentu. UAS tidak pernah merekayasa diri dan penampilan sekedar untuk tampak seakan-akan paling Nasionalis.
UAS melampah alami. Bertutur apa adanya. Seperti harimau Sumatera yang lahir, tumbuh dan membesar secara alami. Jinak pada satu kondisi, juga bisa mengaum pada kondisi tertentu.
Tapi sebagai ulama, UAS juga mempunyai batasan yang tidak akan dilewatinya, semisal melakukan aktivitas peribadatan bersama pemeluk agama yang lain. UAS juga tidak akan melayani sekte dalam Islam yang sudah disepakati kesesatannya, semisal Syiah dan Ahmadiah.
Adapun, beberapa hal dari penjelasan UAS yang dianggap konroversi, kalau kita cermati, semuanya adalah jawaban atas pertanyaan yang diajukan jamaah. Bukan isi materi utama ceramah. UAS menjawab berdasarkan pengetahuan, mengutip pendapat para ulama mainstream dalam Islam.
Masalah pilihan mana yang mau diikuti, UAS memberikan keleluasaan kepada jamaah. UAS tidak sedang berfatwa, tapi ia mengajarkan ilmu.
Adapun terkait sikap politik. Pilihan itu adalah niscaya bagi segenap warga Negara. Hak asasi manusia. Dijamin undang-undang. UAS punya sikap dan pilihan. Sebagaimana Agus Rahardjo dan Gus Muwafiq punya pilihan!
KPK sebagai lembaga Negara anti risywah, sebaiknya fokus saja pada pemberantasan korupsi yang hasilnya hingga kini masih jauh panggang dari api. Terlalu banyak kasus korupsi kelas kakap yang diabaikan KPK. Apa kabar Pelindo 2, Century, Sumberwaras dll?
Agus Rahardjo membuat pengumuman bahwa ia akan memeriksa pegawai KPK yang telah mengundang UAS. Seakan itu adalah satu kesalahan. Ia bilang, karena itu adalah perbuatan subordinasi. Pertanyaannya, apakah para peng-khotbah sebelum-sebelumnya yang diundang pegawai KPK juga harus setahu dan seijin Ketua KPK, yang mulia Bapak Agus Rahardjo?
Kata Agus Rahardjo, kontroversi terjadi seusai UAS ceramah di KPK. Lah, kontroversi itu dia sendiri yang buat. Andai pimpinan KPK tidak paranoid terkait kehadiran UAS di KPK, tidak akan pernah ada kontroversi. Perlakukanlah UAS sebagaimana KPK memperlakukan penceramah yang lain, seperti Gus Muwafiq dan lain sebagainya.
Jauh lebih penting dari itu semua, sebaiknya KPK fokus saja bekerja memberantas korupsi. Daripada mengumbar pernyataan-pernyataan sampah yang justru menciptakan kontroversi di tengah masyarakat!
(Ustadz Abrar Rifai)