Saat ini beredar (screenshot/ss di atas), apa yang kepikiran?
Kampungan.
Memalukan.
Di negara ini, katanya menjunjung HAM. Slogan pancasila selalu di ucapkan. Gak jarang, membawa contoh kehidupan toleran di negara luar untuk membandingkan bahwa negara kita sangat tertinggal dalam hal toleransi dan kebersamaannya.
Namun, dengan edaran ss ini membuktikan bahwa kegagalan di negara kita dengan cerita penghadangan dan penolakan acara pengajian malah ingin ditularkan ke negara yang menjadi percontohan HAM ditegakkan.
Orang Indonesia yang terlibat dalam penolakam acara UAS di berbagai negara, membuktikan bahwa keberadaan mereka di luar negeri gak membawa dampak baik bagi perkembangan psikologi mereka.
Harusnya mereka berperan menyumbangkan pemikiran bahwa toleransi itu harus dimulai dari diri sendiri, bukan menuntut orang lain dulu untuk akomodir toleransi yang kita inginkan.
Ada pengakuan dari masyarakat Jerman, mereka gak peduli atas agama seseorang. Yang mereka peduli adalah perlakuan seseorang pada orang lainnya. Baik akan dipuji, jelek akan dicaci.
Sekumpulan muslim Jerman mengundang UAS bertausyiah. Lalu, kedatangan ini dihadang oleh manusia-manusia laknat yang asalnya dari Indonesia juga. Bermacam alasan yang mereka berikan pada pemerintah Jerman agar ikut melarangnya. Mereka berperan, menggalang tanda tangan sebagai bentik petisi penolakan.
Cara mereka ini, mirip dengan cara ormas yang merasa paling jagoan. Mengirim surat penolakan dengan ancaman akan membubarkan dengan kerahkan masa jika acara masih dilangsungkan.
Apa yang kerap terjadi di negara ini, di ekspor ke negara luar agar diikuti. Dan lucunya, mereka bangga saat berhasil menggagalkan acara itu.
Hampir 80% dari yang menolak adalah non muslim. Disini kegeraman kita terus dipancing. Lucunya, mereka difasilitasi oleh partai PDIP. Semakin jelas arahnya dan semakin percuma jika kita hanya terus bicara.
Kekurangan kita, terlalu lembut dan gemulai menghadapi manuver mereka. Mengecam lewat tulisan, kayaknya dah gak mempan lagi.
Saya kehilangan gairah ketika di daerah saya tidak menemukan arogansi mereka. Namun di daerah lain, bangak penghadangan dan penolakan yang terjadi atas sebuah ceramah agama.
Lain kali, perkecil suara perluas permainan tangan. Hadangan mereka harus dilawan. Radikalisme yang mereka mainkan, harus dilawan dengan cara berhadapan dengan mereka dilapangan.
Mungkin terdengar ekstrem. Tapi itu niat saya, jika ada di daerah saya golongan mereka yang berkacak pinggang, sembunyikan pena mu, sembunyikan HP mu untuk sekedar memfoto dan memberitakannya.
Saatnya turun ke jalan, dan mulailah hadir di gelanggang.
Gak perlu memukul, gak perlu berteriak di hadapan mereka. Cukup membusungkan dada dan perlihatkan dagu kita padanya.
Mau membubarkan? Coba kalau berani.
By Setiawan Budi [fb]
__
Berita terkait:
Masyarakat Indonesia di Jerman Tolak Kedatangan Ustaz Abdul Somad
https://kumparan.com/@kumparannews/masyarakat-indonesia-di-jerman-tolak-kedatangan-ustaz-abdul-somad-1s4mZcuYLgo
Saat ini beredar, apa yang kepikiran? Kampungan Memalukan Di negara ini, katanya menjunjung HAM. Slogan pancasila...
Dikirim oleh Setiawan Budi pada Kamis, 17 Oktober 2019