Negara Hukum Menuju Police State


[PORTAL-ISLAM.ID]  Undang-undang Dasar 1945 dalam penjelasannya menyebutkan bahwa ”Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat)”.

Bila dicermati keseluruhan gagasan, pemikiran, jiwa dan semangat teks Undang-Undang Dasar 1945, mulai pembukaan, batang tubuh hingga penjelasannya serta perkembangan pemahaman kita terhadap hal-hal yang mendasar dalam bentuk  kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pengertian negara hukum yang kita miliki ternyata mengandung makna yang luas dan mendalam, yang memuat prinsip-prinsip tertib hukum, serta kesadaran hukum, kesadaran untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip tersebut bilamana diterapkan dengan sungguh-sungguh, maka akan mencakup tidak hanya legalitas tindakan negara/pemerintah. Sebagai usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa negara agar tidak menyalahkan gunakan kekuasaan untuk menindas rakyatnya (abuse of power, abuse de droid).

Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu negara hukum semua orang harus tunduk kepada hukum secara sama, yakni tunduk kepada hukum yang adil. Tidak ada seorangpun penguasa negara yang kebal terhadap hukum. Konsep negara hukum tidak bisa menolerir baik terhadap sistem pemerintahan totaliter, diktator, fascis, maupun terhadap sistem pemerintahan berhaluan anarkis. Karena sistem negara totaliter/diktator sering memperlakukan rakyatnya semena-mena tanpa memperhatikan harkat, martabat, hak-haknya, maka perlindungan hak-hak fundamental dari rakyat menjadi salah satu esensi dari suatu negara hukum.

Pada kenyataannya, produk hukum lebih banyak diwarnai oleh kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan, hukum tidak steril dari subsistem kemasyarakatan lainnya. Politik kerap kali melakukan intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum sehingga muncul pertanyaan tentang subsistem mana antara hukum dan politik yang dalam kenyataannya lebih suprematif.

Situasi dan kondisi Indonesia saat ini dengan menggunakan asumsi bahwa hukum merupakan produk politik, dalam menjawab hubungan antara keduanya itu hukum dipandang sebagai dependent variable (variabel terpengaruh), sedangkan politik diletakkan sebagai independent variable (variabel yang memengaruhi). Peletakan hukum sebagai variabel yang tergantung atas politik atau politik yang determinan atas hukum itu dipahami dengan melihat realitas. Dua konsep yang dikotomis baik untuk variabel politik maupun untuk variabel hukumnya.

Variabel politik dipecah atas konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter. Konfigurasi politik diartikan sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara dikotomis dibagi atas dua konsep yang bertentangan secara diametral, variabel bebas ini adalah konfigurasi politik demokrasi dan konfigurasi politik otoriter. Konfigurasi politik tertentu akan melahirkan karakter produk hukum tertentu akan semakin signifikan bagi produk-produk hukum yang mengatur hubungan kekuasaan atau gezagsverhouding.

Menurut Frederich Julius Stahl, pandangan tentang Rechtsstaat merupakan perbaikan dari pandangan Immanuel Kant. Unsur-unsur yang harus ada dalam Rechtsstaat adalah pertama, pengakuan hak-hak asasi manusia (grondrechten), kedua pemisahan kekuasaan (scheiding van machten), ketiga pemerintahan berdasar atas undang undang (wetmatigheid van het bestuur) dan keempat, peradilan administrasi (administrative rechtspraak).

Sedangkan unsur-unsur yang terdapat dalam rule of law adalah pertama, supremasi hukum (supremacy of law), kedua persamaan di depan hukum (equality before the law), ketiga konstitusi yang berdasarkan atas hak-hak asasi manusia (constitution based on human right). Syarat dasar bagi pemerintahan demokratis di bawah konsep rule of law adalah pertama, perlindungan konstitusional; kedua, kekuasaan kehakiman yang bebas yang tidak memihak; ketiga, pemilihan umum yang bebas; keempat, kebebasan menyampaikan pendapat; kelima, kebebasan berserikat dan beroposisi; dan keenam, pendidikan kewarganegaraan.

Menurut Carl J.Frederich, konstitualisme sebagai gagasan bahwa pemerintah menyelenggarakan aktifitasnya atas nama rakyat, dan pemerintah harus tunduk pada beberapa pembatasan sebagai jaminan bahwa kekuasaan itu tidak disalahgunakan. Encyclopedia Britannica menyebutkan secara tegas konstitualisme diartikan sebagai otoritas publik yang harus dilakukan sesuai hukum yang berlaku, bahwa negara dan lembaga lembaga warga negara, kekuasaan legislatif dan eksekutif, mempunyai sumber kekuasaan yang terdapat di dalam konstitusi yang harus dipatuhi dan tidak boleh disimpangi pada saat suatu pemerintah berkuasa, diartikan pemerintahan menurut hukum bukan pemerintahan menurut manusia.

Cita hukum (rechtssidee) Negara Indonesia berfungsi sebagai tolak ukur yang bersifat regulatif menguji hukum positif adil atau tidak, sekaligus berfungsi sebagai dasar yang bersifat konstutif. Negara Indonesia Pancasila merupakan instrumen Negara berfungsi sebagai rechtssidee berkedudukan sebagai norma fundamental negara. Seluruh kehidupan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara dikuasai oleh cita hukum bangsa.

Di Indonesia hak konstitusional dijamin di dalam Undang-Undang Dasar 45 sedangkan hak legal (legal right) timbul berdasarkan jaminan undang-undang dan peraturan perundang-undangan di bawahnya (subordinat legislation), sehingga seluruh cabang kekuasaan negara wajib menghormatinya. Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak konstitusional sebagai bagian dari konstitusi  sekaligus juga berarti pembatasan terhadap kekuasaan negara.

Polemik yang terjadi saat ini di Indonesia penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hingga hampir seluruh wilayah Indonesia berunjuk rasa gelombang massa yang besar, dikarenakan RKUHP memperluas kewenangan negara dan pejabat pemerintah dan mereduksi hak privat masyarakat, RKUHP dibuat tidak untuk mengatur persoalan di tengah masyarakat, tetapi berpotensi sebagai alat kesewenangan baru.

Unjuk rasa penolakan RKUHP dapat dimaknai sebagai bentuk perlawanan masyarakat atas intervensi hak privat warga negara oleh pemerintah. Terkait rumusan pasal penghinaan hakim atau pasal terkait pers membelenggu partisipasi masyarakat, dan pasal karet dalam RKUHP meresahkan masyarakat, kekhawatiran masyarakat adalah negara dalam hal ini pemerintah mengintervensi kehidupan privat warga negara seperti pembatasan aktifitas perempuan pada malam hari, dalam multitafsir bisa terjadi kesewenangan-wenangan aparat negara pada akhirnya dikhawatirkan negara dapat mengintervensi semua aktifitas warga negaranya.

Dijelaskan oleh Fuller (1995), negara hanya dapat melakukan intervensi hanya pada ranah hukum publik, tetapi tidak pada ranah hukum privat. Pada dasarnya hubungan hukum privat adalah hubungan antarwarga negara, bukan hubungan negara dan warga negara.

Menurut Roscoe Pound (1976), law as tool of social control, artinya hukum sebagai sarana rekayasa perilaku manusia untuk mencapai kehidupan lebih baik dan hukum adalah alat kontrol negara akan prilaku masyarakatnya agar tetap terjaga kehidupan yang lebih baik, tujuan hukum memperbaiki peradaban, bukan sebaliknya.

Intervensi yang dilakukan bukan oleh negara dalam hal ini pemerintah, pada aspek kehidupan warga negaranya justru merusak peradaban yang sudah baik tersebut. Dalam konteks kehidupan paguyuban di pedesaan Indonesia, hal lazim jika unggas peliharaan berada di tanah milik warga lainnya, namun kini pasal terkait hewan peliharaan dapat melunturkan nilai paguyuban tersebut.

Menurut Algra (1961), ranah publik dan ranah privat merupakan dua hal yag berbeda, dalam ranah publik negara dalam hal ini pemerintah memang memiliki wewenang dan otoritas yang diberikan konstitusi untuk mengatur warga negaranya, hukum privat bukan domain negara untuk mengatur karena hukum privat berisi konsesus antarwarga negara. Misal perkawinan maupun hubungan suami istri, selama tidak ada pelanggaran dalam hubungan, konsesus tersebut bukan menjadi ranah negara untuk ikut campur.

Gelombang massa dalam berunjuk rasa secara besar-besaran yang terjadi di seluruh Indonesia. Pengesahan RKUHP menjadi perhatian publik, peran polisi dalam tap MPR No VII tahun 2000 Bab II Pasal 6 (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan memelihara keamanan dan menjaga ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 7 (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia di bawah Presiden (3) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh kepala kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 8 (1) Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia dibantu lembaga kepolisian nasional, (2) lembaga kepolisian nasional dibentuk oleh Presiden yang diatur oleh undang-undang. Pasal 10 (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik tidak melibatkan diri dalam politik praktis, (3) Anggota Kepolisian Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Saat ini kewenangan polisi mendekati a totalitarian state controlled by apolitical police force that secretly supervises activities citizens, artinya sebuah negara totaliter yang dikuasai oleh kepolisian yang politis, secara rahasia mengawasi aktifitas warga negaranya. Menurut wikipedia a police state is government that exercises power arbitrarily through the power of the police force, artinya negara polisi adalah suatu pemerintahan yang menjalankan kekuasaan sewenang-wenang melalui kekuasaan kepolisian.

Dari kedua definisi di atas apakah Kepolisian Indonesia sudah mendekati ciri-ciri kedua definisi tersebut? Definisi pertama political police force maksudnya kepolisian yang terkooptasi ke dalam kegiatan politik dan digunakan untuk kepentingan penguasa. Sekarang ini ciri-ciri tersebut sudah melekat di tubuh Polri, institusi milik seluruh rakyat dan yang seharusnya hanya mengabdi untuk seluruh rakyat itu, berubah menjadi milik penguasa. Berubah menjadi alat pribadi penguasa untuk menyukseskan misi politik mereka.

Dapat kita lihat dalam menangani para demonstran UU KPK, RKUHP, dan beberapa RUU lainnya sekian banyak menunjukkan kekejaman dan kebrutalan polisi terhadap para pendemo. Semua memperlihatkan proses menuju negara polisi, bahaya ini bisa dicegah oleh DPR. Negara Polisi (police state) adalah negara di mana pemerintah mengontrol semua aktivitas politik, ekonomi, budaya, agama, maupun hukum, ia adalah negara totaliter. Sejarahnya raja yang berkuasa 'l etat cest moi' negara adalah aku.

Polisi yang diberi kekuasaan banyak mengarah pada Negara Polisi. Ini bahaya sekaligus pengkhianatan demokrasi. Dalam negara Pancasila yang merupakan cita hukum negara Indonesia, diartikan sebagai konstruksi pikir yang merupakan keharusan bagi pemberian arah hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat, cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu (leitstern) bagi tercapainya cita-cita masyarakat.

Kesimpulan

Perlu adanya kesetaraan antara warga negara dan pemerintah, hingga negara tidak mengatur ranah privat warga negaranya dalam negara hukum, hukum privat asasnya adalah equality before the law, artinya kesetaraan warga negara dan pemerintah di hadapan hukum.

RKUHP diharapkan masyarakat mampu mengakomodasi perubahan zaman yang belum diatur dalam KUHP saat ini.

Tugas hukum membuat penyelenggaraan politik menjadi manusiawi atau memberadabkan manusia, apabila penyelenggara politik melibatkan banyak kekuasaan yang memang diperlukan untuk mengkonvergensikan prilaku orang banyak menuju ketertiban.

Penulis: Prihatin Kusdini
Baca juga :