Kami Warga Minang, Menunutut Tanggung Jawab Penguasa
Obrolan di grup WA alumni kami dan grup minang lainnya, seputaran masalah wamena. Gak biasanya grup ramai, tapi dari tadi pagi sampai malam ini masih berlanjut memberitakan tentang kondisi saudara minang di wamena.
Ada video, ada pernyataan korban, ada rekaman suara saudara minang yang menangis di wamena. Jerit ketakutan mereka terdengar jelas, korban berjatuhan. Cerita seram tentang pembantaian mulai beredar.
Semua member seperti berlomba-lomba membagikan informasi. Tapi satu yang menyamakan persepsi kami, Jangan membenci papua. Lindungi warga papua di sumbar. Karena sesungguhnya, mereka tidak tau apa-apa.
Salah seorang teman, merekam dirinya bersama warga papua. Menangis warga papua memohon maaf atas perlakuan saudara di papua. Rekaman tanpa ada paksaan, tanpa ada tekanan. Kemauan saudara papua yang menginginkan sendiri.
Ada satu yang mis informasi. Ada yang menyebutkan bahwa konflik terjadi antara minang dan papua. Padahal, yang terjadi adalah konflik antara papua dan warga pendatang. Ada pemicu yang memanfaatkan situasi.
Banyaknya warga minang yang menjadi korban, karena di wamena warga perantauan minang memang banyak di sana. Ada yang menyebut jumlah mereka mencapai 1000-an. Jumlah keseluruhan warga minang di papua mencapai 15 ribu orang. Dan saat ini di wamena, masih ratusan orang yang terjebak dan ingin kembali ke minang.
Sebagai warga minang, sungguh kami menangis atas nasib saudara di perantauan. Kami sudah biasa hidup di negeri orang. Filosofi kami di negeri orang,
"Dimana bumi di pijak, di situ langit di junjung".
Kami hidup berbaur dengan masyarakat sekitar tanpa perbedaan. Saat konflik di sampit, kami sudah pernah mengalami hal seperti ini, sebelum di sampit, ada ambon. Banyak kisah yang di bawa perantau minang di sana.
Jika kami membawa masalah, pastinya seluruh daerah menolak kami saat ini.
Konflik ini, kami lebih menunjuk pemerintah yang harus bertanggung jawab. Bodoh jika kami menganggap bahwa konflik saat ini hanya karena masalah hoax semata. Konflik terjadi seiring permasalahan kekecewaan warga papua yang sudah dimulai agustus lalu. Ketiadaan usaha pemerintah atas permintaan warga papua, membuat mereka mencari jalan agar papua bisa di beritakan.
Awalnya, tidak ada konflik horisontal di papua. Kekecewaan yang terjadi, mereka lampiaskan pada properti milik pemerintah. Kepala suku di papua pun mengatakan demikian. Hubungan dengan warga pendatang, tetap aman terkendali.
Konflik makin beringas saat pemberlakuan blokir akses internet di papua. Warga papua, tidak bisa memberitakan apa yang mereka inginkan. Mereka merasa di isolasi di daerah sendiri. Mereka mencari cara bagaimana agar papua bisa di dengar dan menjadi perhatian.
Saya melihat, apa yang terjadi di papua sengaja di redam. Informasi yang keluar di anggap hoax. Siapapun yang memberitakan, bisa pidana yang mengancam. Pemerintah seolah memendam apa yang terjadi di papua.
Hingga puncaknya pada minggu ini, wamena menjadi tempat bermula konflik horisontal mulai di buat. Banyak korban berjatuhan, hitungan korban yang di beritakan ternyata lebih sedikit dari informasi yang di sampaikan oleh saudara di minang di sana. Ratusan korban hilang, puluhan meninggal dunia. Dan masih banyak yang terancam.
Kami warga minang meminta peran pemerintah melindungi anak negeri. Kematian setiap masyarakat atas konflik yang terjadi adalah tanggung jawab pemerintah. Lambannya pemerintah menangani, akan membuat konflik bisa merambat ke daerah lainnya.
Saat ini wamena, esok bisa jadi jayapura pun mengalami yang sama. Jika tiada penyelesaian dari pemerintah, pasti konflik ini akan meluas.
Mau sampai berapa lagi korban berjatuhan, jangan jadikan masyarakat sebagai tumbal kemenanganmu.
Kami warga minang, menunutut tanggung jawab penguasa.
27-9-2019
By Setiawan Budi [fb]