[PORTAL-ISLAM.ID] KPK gonjang ganjing atas dua hal yaitu revisi undang undang KPK dan hasilpemilihan Pimpinan KPK. Dua hal ini melibatkan "rekayasa" baik kepentingan Pemerintah maupun DPR RI yang "kejar setoran" di akhir masa jabatan. KPK diobrak abrik agar posisinya melemah. Lembaga yang "ditakuti" ini mesti dikendalikan dan dikuasai. Demikian pola manajemen penjajahan.
Pemerintah merasa perlu pengamanan selama lima tahun ke depan. KPK saat ini bisa dianggap mengganggu perjalanan pemerintahan yang bersiap menyambut era investasi atau hutang luar negeri. Era memeras rakyat dengan pajak dan kenaikan kenaikan harga dan tarif. Melonggarkan aturan adalah keniscayaan. DPR RI membuat landasan pengamanan untuk pemerintah ataupun dirinya di era "cawe cawe" tersebut. Trilyunan dana mesti "diolah" lebih leluasa tanpa gangguan berarti KPK.
Kekisruhan KPK merupakan bagian dari delegitimasi. Produk dari intervensi dan proteksi. Dengan dua kekuatan berpadu DPR dan Pemerintah maka agenda mudah dijalankan. Hancurkan dulu KPK, bangun dengan fondasi baru yang berubah warna dan model. KPK akan berkualifikasi "banci" yang bisa ber elgebete dengan pelaku korupsi. Semua pejabat dapat disandera oleh Presiden dengan senjata KPK.
Menjadi pertanyaan serius tentang dugaan model manajemen konflik. Kasus kerusuhan bawaslu, kerusuhan Papua, dan kini kerusuhan KPK. Sangat berbahaya jika disain seperti ini dijalankan di negara yang katanya bermoral Pancasila. Manajemen konflik biasanya dilakukan oleh imperialis, kaum penjajah. Kita adalah negara merdeka yang semestinya mengedepankan adab dan moral politik yang maju dan modern bukan politik primitif imperialisme.
Revisi UU No 30 tahun 2002 mengarah pada KPK yang terkendali dan masuk ke ruang Presiden sebagai "penentu". Sedangkan terpilihnya ketua KPK dari unsur polisi menunjukkan suksesnya visi Kapolri Tito soal "democratic policing". Polisi penentu arah demokrasi. Atau demokrasi yang "dipimpin" polisi. Konsep yang sangat berbahaya bagi bangsa ke depan. Di medsos suara nyinyir muncul banyak instansi dipimpin Polri apakah BIN, BNPT, Pindad, Ditjen Imigrasi, Bulog, Kemen PAN-RB, BNN, dan kini KPK. NKRI dipelesetkan menjadi Negara Kepolisian Republik Indonesia.
Sebaiknya perlu evaluasi dan dibangun konsensus nasional baru untuk arah demokratisasi ke depan. Dengan visi yang tak jelas pada Pemerintahan kini maka segala program akan menjadi acak acakan. Kasus gonjang ganjing KPK saat ini adalah sampel dari ketidakterarahan tersebut. KPK diambang kehancuran. Indonesia akan mundur jauh ke belakang. Hopeless.
Bandung, 15 September 2019
Penulis: M. Rizal Fadhillah