[PORTAL-ISLAM.ID] Awal bulan September (ceria?) ini sudah diawali dengan kegaduhan yang ditimbulkan oleh disertasi Bapak Abdul Aziz, Mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menyatakan bahwa hubungan seks boleh dilakukan di luar ikatan pernikahan. Tidak lupa, dia juga menyertakan ayat-ayat al Qur’an sebagai dasar disertasinya. Tentu, hal ini menggemparkan seluruh jagad, bukan hanya bagi muslim. Sebab negara ini adalah negara Indonesia yang masih kental dengan budaya dan adat-istiadat. Entah mereka yang menyambut hangat teori ini, apakah sudah tidak ingat sedang di Indonesia atau bagaimana.
Saya akan membagi tulisan ini dalam dua topik.
Pendapat saya pribadi menanggapi teori yang dilontarkan Bapak Abdul Aziz. Kalau pak Abdul boleh berpendapat, kenapa saya tidak? Wkwkwk.
Dasar diperbolehkannya hubungan seks d luar ikatan pernikahan menurut pak Abdul Aziz adalah surat Al Mukminun ayat 6 yang terjemahannya “Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”
Sementara syarat-syarat melakukan hubungan seks di luar nikah adalah: perempuan yang tidak bersuami dan laki-laki yang tidak beristri; dewasa; berakal sehat; tidak dilakukan secara terbuka alias di tempat tertutup; bukan pasangan homo; tidak dengan mantan istri bapak atau ibu tiri. Hubungan seks di luar ikatan pernikahan dilakukan atas dasar komitmen alias suka sama suka.
Dari situ saja, sudah terlihat sekali kejanggalannya, baik dari dasar yang dia pakai (QS Al Mukminun;6) sampai dengan norma kesusilaan.
Pertama soal QS Al Mukminun:6. Di situ justru eksplisit loh, yang boleh itu istri sama budak. Budak jelas-jelas menjadi tanggung jawab tuannya. Kok bisa-bisanya mencelat jadi orang yang tanpa ikatan?
Kedua. Jelas-jelas bertentangan dengan norma hukum seperti UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan.
Ketiga. Ini yang paling realistis dan tidak pemikiran terlalu dalam. Apa bedanya manusia dengan hewan kalau melakukan seks atas landasan suka sama suka? Di mana tanggung jawabnya sebagai manusia? Di mana akalnya sebagai manusia? Di mana perasaannya sebagai manusia? (Nah lho mulai baper. Ya kan manusia :p)
Coba pikirkan bagaimana kalau adik-adik atau kakak-kakak atau bahkan anak-anak kita yang melakukan seperti itu? Apalagi di pihak perempuan? Kalau hamil, siapa yang bertanggung jawab? Pake kondom atau alat kontrasepsi? Emang yakin pasti tidak hamil?
Apa coba untungnya melontarkan pemikiran antimainstream alias norak yang justru merusak tatanan serta norma dan menciptakan kengerian bagi masyarakat?
I can’t think about that. *ikon [pura-pura] mikir keras
Perihal Membalas Disertasi dengan Disertasi
Sudah semestinya, disertasi antimainsream alias norak yang dibuat oleh pak Abdul Aziz menjadi pemicu semangat para pelajar S3 muslim untuk membuat Disertasi yang keren dalam menyampaikan kebenaran dan pengetahuan guna semakin mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga, disertasi pun lunas dibalas dengan disertasi.
Namun, bagaimana dengan yang bukan mahasiswa S3 yang tidak bisa bikin disertasi? Mereka yang berlindung dibalik label akademisi atau bahkan stempel ilmu pengetahuan, tidak perlu membuat kita berkecil hati.
Memberi batasan yang berhak menjawab disertasi hanyalah boleh dijawab dengan disertasi, ibarat melarang seorang anak yang belum menikah berbicara tentang parenting/keluarga. Lah, emang harus nikah dulu baru bicara parenting? Emang selama ini, si anak tidak hidup dalam keluarganya? (ikon smile)
Tragedi ini seharusnya juga mamacu setiap muslim agar belajar lebih giat lagi dalam mendalami agama Islam yang dianutnya. Agar punya ilmu yang cukup untuk menyampaikan kebenaran. Agar tidak goyah keimanan. Agar semakin bertakwa kepada Allah.
Ada orang yang mengatakan: “kalau orang beriman tidak akan goyah imannya hanya gara-gara sebuah disertasi”.
Benar itu bahwa seorang muslim yang kaffah tidak akan goyah. Tapi tahukah? Itu adalah kalimat yang biasanya dilontarkan orang-orang liberal untuk menghambat orang lain berpendapat yang bertentangan dengan pendapat mereka. Aneh ya para liberal itu? Mereka mengusung kebebasan tapi menghalangi orang lain berpendapat berbeda. (ikon kucing ngakak sampe mata berair)
Kalau mereka yakin sepenuhnya dengan pendapatnya, kenapa takut goyah atas pendapat orang lain yang berbeda? #hayoloo (ikon meringis)
Seorang muslim diwajibkan untuk saling menjaga saudaranya dengan cara beramar-makruf nahi-mungkar dan saling mengingatkan dalam menetapi kebenaran dan kesabaran. Nah, kalau ada yang nyeleneh, masak didiemin? Katanya cinta, kok nyuekin? Eaaa (ikon tanda cinta bertebaran)
Kesimpulan
Adanya kejadian ini semoga menjadi semangat bagi muslim untuk belajar Islam lebih baik lagi. Baik bagi yang sedang kuliah S3 untuk bahan disertasi maupun yang bukan mahasiswa S3 untuk semakin memperdalam ilmu agama. Lalu menyebarkan kebenaran dan kebaikan agar semakin bertakwa kepada Allah SWT.
Penulis: Dyah Sujiati