[PORTAL-ISLAM.ID] Penggiat media sosial yang juga dosen di Universitas Indonesia (UI) Ade Armando menceritakan nasibnya ditolak menjadi Guru Besar UI, karena diduga postingan-postingan di dunia maya selama ini.
Ade memposting curahan hatinya lewat akun Facebooknya: Ade Armando, pada Kamis 1 Agustus 2019 sekitar Pukul 09.30 WIB. Hingga Kamis siang pukul 12.20, postingan itu disukai sebanyak 2.246 kali, dikomentari sebanyak 861 kali dan dibagikan 282 kali.
"Seperti sudah saya duga, saya akhirnya ditolak menjadi Guru Besar di Universitas Indonesia. Sebenarnya tidak ada kata resmi 'ditolak', tapi Dewan Guru Besar (DGB) UI bersikap bahwa selama saya tidak berhenti menyuarakan pandangan saya yang menimbulkan ‘kontroversi’, mereka tidak akan menerima saya sebagai anggota DGB UI," ujar Ade mengawali postingannya.
Ade kemudian membeberkan pandangan sebagai catatan untuk dapat menjadi seorang guru besar di UI. Terlebih dahulu setiap calon harus mendapat persetujuan dari semua guru besar di UI. Baru kemudian nama tersebut bisa diajukan ke Departemen Pendidikan Tinggi UI untuk disetujui menteri.
"Nama saya diajukan untuk menjadi guru besar oleh Departemen Ilmu Komunikasi pada Mei 2016. Kini, tiga tahun kemudian, sudah jelas DGB UI menolak permintaan tersebut," ucapnya.
Ade menyatakan bahwa kualitas akademiknya tidak bermasalah. Tetapi yang menjadi masalah bagi DGB adalah soal ‘integritas, etika dan tatakrama’ dirinya. Itu diketahui dari hasil rapat DGB pada 20 Mei 2019 dan penjelasan dari Ketua Komite Etik Prof Adrianus Meliala, pada rapat di FISIP UI 31 Juli 2019 pukul 16.00 WIB.
Pada rapat DGB 20 Mei dinyatakan usulan guru besar atas nama Ade masih perlu mendapat pertimbangan lebih lanjut dari Komite Etik DGB terkait kinerja, integritas, etika, tata krama dan tanggung jawab.
"Apa yang dimaksud DGB saya tidak berintegritas dan tidak beretika? Tidak ada penjelasan. Kemudian pada rapat 31 Juli 2019, Prof Adrianus Meliala menyatakan komite etik tidak dapat menerima saya sebagai guru besar karena DGB tidak setuju dengan cara saya berkomunikasi melalui media sosial," ucapnya.
Berdasarkan penjelasan Adrianus, tulisan-tulisan Ade selama ini menimbulkan kontroversi yang memberi beban bagi UI. Komite Etik ingin agar setiap guru besar dapat menjaga martabat UI.
"Menurut Adrianus, pencalonan saya bermasalah karena ada masyarakat yang mengirimkan keberatan. Begitu juga, banyak pihak mengingatkan bahwa saya masih dalam status ‘tersangka’ dalam kasus tuduhan pencemaran agama (karena saya menyatakan 'Tuhan Bukan Orang Arab’ di status FB dan Twitter saya), dan diadukan oleh masyarakat ke polisi dalam tujuh kasus lainnya," tutur Ade.
Adrianus, kata Ade, menyatakan komite etik menilai dirinya baru bisa diterima di DGB kalau bisa mengubah cara berkomunikasi dan seluruh kasusnya di kepolisian selesai sampai tuntas.
"Menurutnya, sebenarnya tidak ada aturan tertulis dalam Kode Etik DGB terkait dengan pelarangan seseorang berstatus tersangka atau teradu menjadi anggota DGB. Namun menurut Komite Etik, tidak pantas bagi saya untuk diajukan menjadi anggota DGB," katanya.
Ade menyebut, bahwa menurut Adrianus sikap komite etik bukanlah pendapat pribadinya sebagai ketua komite etik yang terdiri dari 12 orang dan mayoritas menolak menerima usulan Ade menjadi DGB.
Ade juga menyebut tidak satu kali pun DGB bisa menunjukkan bukti-bukti tulisan mana yang membuat dirinya dianggap ‘tidak berintegitas, tidak etis’ tersebut. Ade sudah berulangkali meminta, tetapi DGB tidak menunjukkannya.
"Seperti saya katakan, itu semua bisa diprediksi. Seperti saya juga sudah nyatakan di berbagai kesempatan lain, gerakan Islamis Tarbiyah sudah sangat menguat di UI, termasuk menduduki banyak posisi Guru Besar. Mereka akan mempersulit karier mereka yang berani melawan gerakan tersebut. Saya duga, saya adalah korban politik Islamis Tarbiyah ini," katanya.
Sumber: JPNN
Menanggapi tulisan tersebut, seorang warganet yang turut melaporkan Ade Armando pun memberi komentar.
"Ini beritanya, disebutkan salah satu sebab penolakannya karena masih berstatus TSK (di kasus yang kami polisikan). Inilah kenapa kami menolak semua sikap pesimis sejak awal, bahkan di situasi kacau hukum pun, keadilan selalu menemukan jalannya sendiri," tulisnya.
Ini beritanya, disebutkan salah satu sebab penolakannya karena masih berstatus TSK (di kasus yang kami polisikan). Inilah kenapa kami menolak semua sikap pesimis sejak awal, bahkan di situasi kacau hukum pun, keadilan selalu menemukan jalannya sendiri.https://t.co/qO2kfALhsA— Johan Khan (@CepJohan) August 2, 2019
Kasihan, apa boleh buat, tidak ada guru besar yang selalu menciptakan kegaduhan,...— arafat (@kopisanger) August 2, 2019
Memahami PANCASILA tidak lah semudah pengucapan nya,...
Merdeka!