UNTUK JOKOWI, 1 MENIT SUDAH TERLALU LAMA
[PORTAL-ISLAM.ID] Presiden selain kepala negara dan kepala pemerintahan, juga merupakan simbol Marwah dan kebanggaan negara. Pada forum-forum internasional, semua negara ingin menampakan Marwah dan wibawa negaranya, dengan penampilan sang presiden yang memukau.
Ini bukan hanya soal penampilan dan kesan yang ingin dibangun, ini juga merupakan bagian dari strategi diplomasi internasional. Untuk kebutuhan ini, Presiden dipersiapkan secara khusus. Dari konsep pidato, substansi, pilihan pakaian hingga diksi dan bahasa.
Karena itu, memang sudah selayaknya Presiden adalah sosok yang terbaik dari negaranya. Presiden, mewakili etalase negara sebagai gerbang penilaian dunia terhadap eksistensi sebuah negara.
Kehormatan dan wibawa negara, diantaranya diwakili dengan sosok Presiden yang memukau. Dan, diantara standar paling minimal untuk menjadi pemimpin adalah standar komunikasi, baik diskusi, ceramah terutama pidato.
Lantas, apa yang mau dibanggakan baik dengan durasi berpuluh puluh jam, atau hanya beberapa menit, jika redaksi pidato yang disampaikan hanya memenuhi kualifikasi 'DOBOL'? Cak Nun, sampai menirukan pidato dobol ini dengan penuh nada satire.
Itulah, kondisi mengulang yang saat ini ramai diperbincangkan. Pidato Jokowi dalam KTT G-20 di Osaka, Jepang mendapat sorotan netizen. Bukan karena isinya, namun karena durasi pidato yang hanya sebatas 1 menit.
Meski tidak persis 1 menit, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Febrian Ruddyard, mengatakan bahwa durasi pertemuan bilateral Jokowi-Abe memang tidak lama.
Febrian, menyebut kegiatan terkait dengan MK, menjadi pemicu Jokowi baru bisa berangkat ke Osaka tanggal 27 Juni malam dan tiba tanggal 28 Juni pagi dan langsung menuju acara G20. Inilah yang disebut menjadi penyebab waktu Jokowi cekak.
Bagi kita, yang melihat kualitas komunikasi Jokowi sebenarnya cukup lega mendengar kabar Jokowi hanya bicara 1 menit. Bagi Jokowi, 1 menit itu sudah terlalu lama.
Memberi waktu Jokowi lebih lama untuk bicara di forum internasional, sama saja membuka peluang Indonesia semakin dipermalukan. Sampai saat ini, masih beredar cuplikan video dimana Jokowi terlihat menyendiri dan mendiam, seolah memang membatasi komunikasi dalam forum G-20.
Saya masih belum bisa menutup rasa malu, dan semakin malu lagi, manakala menyimak pidato Jokowi yang menyeru para investor untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia. "Tudey, ayam hepi, ayam peri hepi, tubi emang wityu, ay waiting poryu tu inpes in may kantri, tengkyu, ...".
Menyimak pidato dengan kualitas parah, baik dari sisi bahasa, aksen, gaya penyampaian, logat cengkok Jawa, siapapun warga negara Indonesia yang menyaksikan video Jokowi pidato di forum internasional pasti nano nano rasanya. Dari geli, prihatin, malu, sedih, juga marah.
Geli kok ada representasi negara yang seperti ini, prihatin ternyata ini pemimpin representasi Indonesia, malu karena kita warga negara Indonesia, sedih melihat kualitas pemimpin kita, dan marah kenapa model yang seperti ini terus dipertahankan. Apakah tidak adalagi putera terbaik bangsa ini yang bisa merepresentasikan wibawa dan martabat yang disegani dan dihormati bangsa lain?
Sudah seperti itu juga Luhut masih saja terus memuji muji pidato Jokowi oke, kualitas bahasa Inggrisnya baik, dan sederet kalimat menjilat lainnya. Halah, siapa guru les bahasa Inggris yang berani memberi predikat bahasa Inggris Jokowi baik?
Sebenarnya, untuk tampil disegani tidak perlu memaksakan pakai bahasa Inggris. Yang diperlukan itu kemampuan merangkai dan menyampaikan narasi pemikiran bangsa untuk mengelola dan menjawab isu isu seputar dunia. Dari sana, bangsa lain akan mampu mencerap seperti apa visi besar bangsa Indonesia.
Ini hadir di forum internasional cuma cari utangan, minta bantuan, gimana negara bisa tegak dan berwibawa. Ah sudahlah, bagi saya 1 menit untuk Jokowi itu sudah terlalu lama. Apalagi terpaksa menerima hingga lima tahun selanjutnya? Capek dech.
(Oleh : Nasrudin Joha)