[PORTAL-ISLAM.ID] Jumlah wisawatan asal China yang datang ke Indonesia di era sekarang ini memang meningkat tajam.
Bahkan perbaikan bandara Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi Manado, oleh Presiden Jokowi secara gamblang menyebutkan karena melonjaknya wisawatan China.
(Baca: Bandara Sam Ratulangi Diperluas untuk Penuhi Permintaan Turis China)
Namun seiring dengan meroketnya turis China ke Indonesia, ternyata ada modus ilegal dari mafia pariwisata China.
Yang sudah terbongkar adalah di Bali pada tahun lalu.
Terungkap, Modus WeChat Pay Ilegal & Mafia China di Bali
Pekan lalu ramai diberitakan soal sejumlah tur perjalanan dan toko yang ditutup yang disebut pemerintah provinsi Bali sebagai mafia China. Para pelaku kejahatan ini menggunakan WeChat Pay dalam bertransaksi.
Presiden Direktur PT Alto Halodigital International (AHDI) Rudy Ramli mengungkapkan para mafia China ini menggunakan travel murah sebagai kedok. Mereka menawarkan paket wisata dari China ke Bali seharga Rp 600.000 per paket dari harga normal sebelumnya Rp 8 juta!
Banting harga ini ternyata ada modus mafia dengan subsidi, yang nanti subsidinya 'dikembalikan' dengan membeli produk-produk China.
Setelah di Bali, lanjut Rudy Ramli, para Turis China ini akan diarahkan ke beberapa merchant yang dimiliki atau rekanan para Mafia China ini yang diklaim menjual barang-barang produksi Indonesia, padahal barang tersebut diproduksi dan stoknya ada di China.
"Barang yang ada di toko hanya display saja. Barangnya ada di China dan dikirim langsung ke rumah konsumen. Mereka bertransaksi menggunakan WeChat Pay," jelas Rudy Ramli.
Rudy Ramli menambahkan penggunaan WeChat Pay dalam bertransaksi ini ilegal. Pasalnya mereka tidak menggandeng perusahaan domestik dalam memproses transaksinya.
Ada dua praktik ilegal yang digunakan dalam transaksi ini. Pertama, menggunakan mekanisme transfer antar akun WeChat Pay. Jadi uangnya tidak masuk ke Indonesia, tetapi tetap berada di sistem keuangan China dan menggunakan yuan.
"Cara lainnya, para pemilik merchant nakal asal China tersebut membawa mesin electronic data capture (EDC) langsung dari China dan bertransaksi di sana. Cara ini pun merugikan Indonesia karena dananya tak masuk Indonesia," jelas Rudi.
Jadi, Indonesia gak dapet apa-apa!!
Selengkapnya Liputan KOMPAS TV: