[PORTAL-ISLAM.ID] Setara Institute merilis riset mengenai fundamentalisme keagamaan dan hasilnya UIN Bandung bersama UIN Jakarta adalah yang paling fundamentalis. 10 PT Negeri yang diriset, yaitu UI, ITB, IPB, UNBRAW, UGM, UNY, UN Mataram, UNAIR, UIN Bandung dan UIN Jakarta. Riset ini dinilai provokatif, tidak ilmiah, dan ngawur.
Ada tiga hal buruknya riset ini, yaitu :
Pertama, perguruan tinggi umum disatukan menjadi obyek riset dengan perguruan tinggi "agama" dengan substansi riset masalah keagamaan. Setara Institute tentu sangat faham bahwa hal ini tidak "setara". Sebelum riset pun pilihan kental keagamaan (Islam) tentu UIN lebih dominan.
Kedua, tidak jelas yang dimaknai dengan fundamentalisme. Apakah keyakinan yang tangguh pada nilai agama yang dianut atau sikap sosial yang tidak toleran. Nampaknya kamus Setara kacau. Kekacauan fundamental membangun jarak yang lebar. Gagal mencapai target.
Ketiga, pertanyaan atau pernyataan terlampau sumier. Empat dari lima pernyataan menyangkut keyakinan yang absolut seperti kebenaran setelah mati, kesempurnaan agama, agama mampu menjawab kebutuhan rohani, serta agama dapat mewujudkan keadilan. Setiap orang beragama yang baik tentu harus menjawab ya untuk urusan keyakinan seperti ini. Pertanyaan kelima soal se indonesia hanya "agamaku" sangat tendensius, menjebak, dan "menyetarakan". Naif dan kekanak-kanakan.
Setara Institute yang berhaluan "kiri" tidak kompeten masuk ke riset riset keagamaan sebagai upaya mendiskreditkan komunitas agama. Setara patut diduga berangkat dari paradigma "sama rata sama rasa" yang tak menghendaki adanya perbedaan apalagi yang bersifat fundamental. Mengangkat isu fundamentalisme sebagai provokasi memojokkan umat beragama, khususnya umat Islam, merupakan perbuatan jahat dan a nasionalisme. Patut diduga ada sponsor ideologis atau bisnis di belakangnya.
Demi kerukunan, ketertiban, dan kebaikan bangsa dan negara Indonesia, maka sangat mendesak untuk segera ada UU tentang lembaga survey atau riset, agar tidak muncul riset abal abal yang provokatif, tendensius, bahkan menjadi racun penanaman ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Perbuatan kriminal harus diberi sanksi.
Bandung, 1 Juli 2019 (*)
Penulis: M Rizal Fadillah