[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Warga Perumahan Daan Mogot Baru menolak keberadaan tempat penampungan sementara pencari suaka yang ditempatkan di gedung eks Kodim, Kalideres, Jakarta Barat.
Mereka memasang spanduk berisi penolakan terhadap keberadaan tempat penampungan sementara bagi para pencari suaka terpasang di bangunan eks Kodim, Kalideres, Jakarta Barat, Minggu (14/7/2019).
Spanduk itu berukuran kurang lebih 1,5 x 4 meter dengan tulisan, "KAMI WARGA KOMPLEK DAAN MOGOT BARU MENOLAK TEMPAT PENAMPUNGAN IMIGRAN DI KOMPLEK KAMI."
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta Taufan Bakri mengingatkan pentingnya hubungan dengan negara-negara lain di dunia internasional.
Pemprov DKI membantu menyediakan tempat penampungan sementara bagi para pencari suaka atas permintaan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
Pemprov DKI juga memberikan bantuan sesuai ketentuan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Karena itu, Taufan meminta warga untuk memahami kondisi tersebut dan bersimpati kepada para pencari suaka yang sedang kesusahan.
Wakil Wali Kota Jakarta Barat M Zen juga meminta warga yang menolak ikut memberikan kepedulian kepada para pencari suaka tersebut, bukan menolak keberadaan mereka.
"Kalau ada penolakan, itu tugas kami, wali kota, pak camat, pak lurah, pak RT/RW, untuk bisa mengajak warga sekitar untuk peduli ya, kita terima dulu, kita lindungi, kita bantu. Mereka juga kan nggak mau kayak begini (mengungsi -red), nasibnya seperti ini," kata Zen saat mengunjungi lokasi, Senin (15/7/2019).
Dia pun sudah menugasi Lurah Kalideres Muhammad Fahmy segera mencopot spanduk tersebut. "Pak Lurah, nanti spanduk penolakan dicopot nanti spanduknya," ujar Zen.
Link: https://news.detik.com/berita/d-4625994/spanduk-warga-tolak-pencari-suaka-pak-gubernur-ini-perumahan
***
NASIB IMIGRAN
Imigran/pencari suaka ini berasal dari Afghanistan, Somalia, Sudan.
Muhammad Amin (23 tahun), imigran asal Afganistan, hampir enam tahun terlunta-lunta di Jakarta. Hingga kini ia masih menunggu kepastian kapan bisa dipulangkan ke negara asalnya.
"Dari 2013 saya di Jakarta, yang lain ada yang enam tahun, lima tahun, ada yang empat tahun, beda-beda. Dari Afganistan, Somalia, dan Sudan juga beda-beda semua," kata Amin kepada reporter Tirto, Senin (16/7/2019).
Amin merupakan salah satu imigran yang dipindahkan dari Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, ke kompleks Kodim 0503 Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (12/7/2019) lalu. Pemindahan dilakukan agar para imigran ini terkonsentrasi di satu tempat.
"Saya sempat di Bogor. [imigran yang sempat berada] di Bogor dibawa ke sini juga. Kawan-kawan dari Depok juga ada," ujar Amin.
Dengan status sebagai warga negara asing, Amin merasa hidup di Jakarta seperti berada di hutan rimba. Ia tak mendapat jaminan pekerjaan hingga jaminan kesehatan, serta kepastian masa depan.
"Terus kalau hidup susah kayak gini, kami, we have no choice, kami harus minta tolong ke pemerintah Indonesia dan UNHCR [United Nations High Commissioner for Refugees]," kata dia.
Amin sempat menduduki trotoar di depan Kantor UNHCR, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, selama empat bulan. Selama waktu itu, mereka menagih janji UNHCR untuk mengirim mereka ke negara lain agar tak lagi terlunta-lunta di Jakarta.
Menurut Amin, para imigran ini sebelumnya sempat bernegoisasi dengan pejabat UNHCR di Jakarta.
Kala itu, ada dua opsi: dikembalikan ke negara asal atau menetap di Indonesia hingga beberapa tahun ke belakang. Namun, para imigran menghendaki dikirim ke negara lain.
Negoisasi yang tak mencapai kesepakatan itulah yang bikin para imigran menetap di depan kantor UNHCR, hingga akhirnya dipindahkan Pemprov DKI Jakarta ke Kodim 0503.
Amin pun merasa, UHNCR tak punya kepedulian terhadap mereka.
"Hari ini juga, [UNHCR] enggak kelihatan di sini," kata Amin.
Apa yang dikatakan Amin benar belaka. Reporter Tirto tak menemukan seorang petugas UNHCR pun saat mencoba mencari mereka di kompleks Kodim 0503.
Amin pun merasa perlakuan pemerintah Indonesia jauh lebih baik daripada UNHCR. "Soalnya mereka bawa orang-orang [imigran] ke sini [Kodim 0503 Kalideres], bisa tidur kalau ada hujan," kata Amin.
Link: https://tirto.id/nasib-imigran-di-jakarta-bertahan-hidup-di-tengah-penolakan-warga-eemC
***
MENYIKAPI PERSOALAN IMIGRAN/PENCARI SUAKA
Pengamat dunia internasional yang kini tengah mengambil program doktoral di International Relations Istanbul University, Herriy Cahyadi, mengomentari terkait persoalan imigran dan pencari suaka yang ditolak sebagian warga seperti kejadian di Jakarta Barat.
Dari kemarin mau komentar soal ini.
1) Setiap orang di dunia ini punya hak untuk mencari suaka dan mendapatkan perlindungan (Deklarasi Universal HAM). Tidak boleh ada yang memaksa mereka untuk kembali ke tempat di mana mereka mendapatkan ancaman persekusi.
2) Indonesia, meski tidak menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, tapi memiliki payung hukum Perpres No. 125 Tahun 2016 yang cukup untuk merespon darurat imigran. Sudah sesuai dengan standar internasional. Di sini, Indonesia sangat beritikad baik terhadap permasalahan pengungsi.
3) Indonesia bukanlah tujuan suaka tapi hanya tempat transit, di mana badan UNHCR ada di Jakarta sehingga terkadang jika mereka transit terlalu lama, mereka akan memproses aplikasi di Indonesia.
4) Pemerintah pusat dan daerah, dalam hal ini misalnya Jakarta dan Aceh, sudah sangat baik menerapkan aturan standar dari pemerintah mengenai penanganan pengungsi tersebut. Jika ada kendala minimnya fasilitas, tentu ada karena pemerintah tidak dipersiapkan untuk isu pengungsi. Sebab itu fasilitas seadanya selama kebutuhan dasar terpenuhi.
5) Perlu edukasi terhadap masyarakat soal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman. Terutama pemahaman soal PANCASILA, sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Bahwa poinnya jelas soal kemanusiaan adalah kunci menjadi bangsa Indonesia.
[Video - Warga Perumahan Daan Mogot Baru Tolak Keberadaan Tempat Penampungan Pencari Suaka]