[PORTAL-ISLAM.ID] Mataram - Tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengajukan kasasi atas terdakwa Amusrien Kholil. Jaksa tetap menuntut Kholil agar dipenjara selama 8 bulan karena mengeluhkan Pemda soal bantuan gempa.
Kasus bermula saat Kholil mengungsi dan tinggal di daerah pengungsian di Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara. Dalam pengungsian itu, ia mengomentari unggahan status akun Feri EF pada September 2018.
Dalam statusnya, Feri EF menulis 'sudah dua bulan korban gempa di pengungsian namun bantuan dana rumah tidak kunjung datang'.
Kholil lalu menanggapi status itu dengan kalimat:
Bunuh dan seret semua jajaran PEMDA KLU kalau tidak segera merealisasikan dana bantuan tersebut...........bantai semua para pemangku kebijakan yang bertele2 dlm mengayomi warga korban....sy sangat tidak setuju dan semua kebijakan yg dikeluarkan olh PEMDA.....
Pemda tidak terima dengan status itu. Kabag Hukum Kabupaten Lombok Utara, yang ketika itu dijabat Raden Eka Asmarahadi, kemudian melaporkannya ke Polda NTB. Pemda beralasan komentar itu dapat memprovokasi dan membuat keresahan di lingkup Pemda Lombok Utara.
Kholil akhirnya duduk di kursi pesakitan. Jaksa menuntut Kholil dijatuhi pidana penjara 8 bulan dan denda Rp 2 juta subsider 2 bulan kurungan.
Pada 10 Juli 2019, PN Mataram menyatakan Kholil tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal. Majelis hakim kemudian membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum.
Tidak terima atas vonis bebas itu, jaksa mengajukan kasasi.
"Jaksa wajib mengajukan kasasi atas vonis bebas pada pengadilan tingkat pertama," kata Kepala Kejari Mataram Ketut Sumadana sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (17/7/2019).
Sementara itu, penasihat hukum Kholil, Yan Mangandar, mengaku menghormati putusan majelis hakim yang menyatakan kliennya tidak dapat dijatuhi hukuman.
Pemerasan dan pengancaman yang dimaksud pada Pasal 27 ayat 4 UU ITE tidak terbukti. Hal itu pun merujuk pada Pasal 368 atau 369 KUHP, yakni unsur keuntungan yang didapatkan Kholil dari pengancaman itu tidak dapat dibuktikan.
"Jadi tidak ada penyerahan barang atau penghapusan dari Pemda KLU terhadap Kholil," kata Yan Mangandar.
Unsur pengancaman yang merujuk pada personal atau diri pribadi juga tidak terbukti. Seperti yang diuraikan dalam persyaratan Pasal 29 UU ITE.
"Itu jelas menyebut perorangan, pasal itu mengatur khusus mengenai pengancaman. Tidak ada yang terbukti," ujarnya. [detik]