[PORTAL-ISLAM.ID] Sikap Prabowo menemui Jokowi hari ini melahirkan dua sisi persepsi. Pujian dan cercaan. Ada yang bilang Prabowo sosok negarawan, ada juga yang menuding Prabowo melakukan pengkhianatan. Sosmed dan WAG ramai bahas beginian.
Saya tidak mau larut dalam perdebatan. Karena sepak terjang dan sejarah Prabowo cukup bisa menjadi rujukan dan jawaban.
Prabowo pernah dituding sebagai penculik dan pelanggar HAM. Padahal Prabowo hanya mengamankan sejumlah orang atas perintah atasan. Semua yang diamankan masih hidup hingga saat ini. Jenderal lain buang badan, Prabowo nekat pikul beban. Diberhentikan dari kesatuan dan hidup dengan bayang-bayang hujatan dia terima dengan penuh ketegaran.
Hingga akhirnya masyarakat mengerti kondisi sebenarnya. Prabowo bukan figur seperti yang dituduhkan. Bahkan, beberapa dari mereka yang menjadi korban pun akhirnya memilih berjuang bersama Prabowo.
Prabowo pernah dituding menyakiti perasaan para kader dan loyalis Gerindra saat mengusung Anies Baswedan. Orang yang pernah menjadi lawan terdepan seketika diberi tiket meraih kekuasaan. Tanpa mahar, yang ada dia keluar banyak uang.
Setelah Anies menang, Prabowo tidak pernah minta proyek atau jatah anggaran. Prabowo melarang Anies kampanye Pilpres agar tetap fokus memikirkan warga metropolitan. Keuntungan mendukung Anies tak dia pikirkan, yang penting masyarakat Ibu Kota terpuaskan.
Prabowo pernah dituding menyakiti perasaan umat karena tak menuruti cawapres hasil ijtima ulama. Salim Segaf dan Abdul Somad yang disarankan, tetapi Sandiaga Uno yang dia tetapkan. Prabowo dituduh tak taat ulama dan mengabaikan hasil ijtima.
Hingga akhirnya kita tahu bahwa Prabowo tak mau umat Islam terpecah belah. Sebab, cawapres berlatar belakang ulama sudah diusung oleh calon sebelah. Dia pilih anak muda yang enerjik, sukses dan religus sebagai solusi. Dengan cara itu Prabowo memuliakan agama dan ulama.
Prabowo pernah dituding mendukung sistem khilafah. Akibatnya, suara dia dan Gerindra rontok di daerah kalangan minoritas. Padahal, dia lahir dari keluarga yang plural. Dia sudah bersumpah untuk setia kepada negara dan Pancasila sejak masih belia.
Prabowo pernah dituding mempolitisasi suasana duka saat menemui SBY untuk berbela sungkawa. Politisi, pengamat, media dan buzzer kompak memframing Prabowo sebagai orang yang tak beretika. Padahal Prabowo hanya berbicara apa adanya, sesuai dengan cerita yang disampaikan pihak tuan rumah.
Dan hari ini, investasi caci maki serta fitnah pun bertambah. Tudingan pengkhianat dilontarkan segelintir orang. Tanpa mereka tahu, apa maksud Prabowo melakukan semua ini.
Itulah Prabowo. Orang yang sudah sangat akrab dengan bully dan caci maki. Parahnya lagi, Prabowo tidak pernah emosi dan baper menyikapi semua ini. Demi masa depan negeri, dia tempatkan reputasi diri di zona degradasi.
Saya percaya Prabowo. Saya akan terus berjuang bersama Prabowo. Bukan karena dia orang suci, tapi karena dia orang yang bisa menempatkan persoalan negeri di atas kepentingan pribadi.
Saya juga berusaha mengerti dan memahami pihak-pihak yang melontarkan caci maki. Sah-sah saja, ini negara demokrasi. Biarlah waktu menjawab dan sejarah mencatat, apakah Prabowo seorang patriot yang mencintai negeri, atau pengkhianat seperti yang mereka tuduhkan.
Lanjutkan Jenderal. Kami tegak lurus. Kami sami’na wa atho’na.
Penulis: TB Ardi Januar