[PORTAL-ISLAM.ID] Di lini masa sebuah berita tersiar: “Memaksa istri untuk berhubungan biologis termasuk bentuk perkosaan”. Alhasil, perbuatan itu bisa kena delik pidana. Waiki hueboh tenan.
Yang menarik untuk diomongkan sebenarnya adalah keberadaan KOMNAS PEREMPUAN itu sendiri. Mungkin lembaga ini adalah derivasi dari gerakan Feminisme. Tugasnya kurang lebih “membangun perlawanan terhadap laki-laki”. Waiki! Pokoknya kita lawan supremasi laki-laki. Hajar hegemoni kaum pria. Kita perangi kolonisasi kaum Adam!
Konon, dulu di Amerika para aktifis feminisme memprotes mengapa nama-nama angin dan badai itu laki-laki seperti Igor, Tomas, Luis, Mathew. Maka kita tahu sekarang, nama-nama angin ada nama wanita: Badai Katrina, Nate, Maria, Ingrid, Irena. Kalau di Indonesia mungkin nama-nama angin yang akan dipakai adalah: Juminem, Ngadiem, Marjiem, Dalikem, Pariyem, Walinah, Juminah, Suminah.
Ada juga muslimah Amerika yang pernah berpendapat: “Wanita bisa menjadi Imam shalat”. Maka dalam sebuah shalat Jum’at dia yang jadi imam dan khatib. Jadinya perempuan mengimami laki-laki. Lha pikiran seperti ini juga hasil dari spirit perlawanan itu tadi, je. Keistimewaan laki-laki jadi imam harus diprotes. Itu bentuk penjajahan terhadap kaum wanita. Mungkin begitu yang dipikirkan oleh feminis muslimat tersebut. Apakah imam wanita itu dibenarkan menurut Islam? Hasyembuh. Pokoknya kaum laki-laki harus dilawan.
Yang saya khawatirkan, karena merasa dirongrong oleh komnas perempuan, kaum laki-laki akan membentuk komnas tandingan: KOMNAS LAKI_LAKI. Waiki bahaya. Misalnya, nanti kaum laki-laki bisa mempidanakan istri karena uang di dompetnya diambil istri. Kaum laki-laki nanti juga protes lha kok dia yang diwajibkan cari nafkah. Nanti istri bisa kena tuduhan memperbudak pria. Ada lagi seorang suami yang capek pulang dari kerja. Lalu istri ngajak berhubungan. Suami akan marah dan mempidanakan istri dengan tuduhan perkosaan. Belum lagi kalau si istri mengadukan si suami pada ibunya. Ini bisa dikenai pasal pencemaran nama baik.
Lha mbok ya sudah, nggak usah ada komnas-komnasan. Kalau hidup suami istri itu pakai ajaran agama pasti beres. Komnas-komnasan itu malah kesannya bikin permusuhan antara kubu perempuan dan kubu laki-laki. Kalau patuh pada ajaran Gusti Allah, istri itu harus menghormati suami. Suami juga harus menghargai istri. Suami itu wajib bertanggungjawab cari nafkah. Istri itu dimuliakan.
Kata Kanjeng Nabi laki-laki yang paling mulia itu yang paling baik pada istrinya. Infaq yang paling mulia itu yang diberikan oleh suami kepada istrinya. Kanjeng Nabi itu nggak pernah marah sama istrinya. Wajahnya ‘basyasah’ berseri-seri tiap hari. Ucapannya “talaqah”, penuh kelembutan. Islam itu ngajari suami istri untuk berkolaborasi, kerjasama saling menyayangi, bukan saling mencurigasi dan memusuhi.
Lha ini si Komnas Perempuan ini, hubungan suami istri saja dibawa-bawa ke narasi perkosaan segala. Aneh tenan, Bro.
Lha wong hubungan suami istri itu bagian kecil dari rumahtangga. Opo yo umur 50 tahun are mikir kuwi terus Bro? KO sampeyan. Ini urusan dalam negeri antara suami istri.
Dengan bahasa cinta suami istri bisa ngatur, kapan butuh, kapan libur. Kebanyakan suami juga tahu diri. Pulang kerja ya badan ngethok-ngethok pegel-pegel, linu, rematik, lungkrah, loyo, gatal-gatal dan jamur. Nggak mungkin lah akan ‘memperkosa’ istri. Kalaupun ada, ini kejadian kasuistis. Sangat jarang terjadi. Lagian itu kan cuma “ritual beberapa menit”. Sak ganyukan. Ngapain dijadikan isu oleh komnas perempuan? Jan mbelgedes tenan!
(Endro Dwi Hatmanto)