[PORTAL-ISLAM.ID] Publik sering menggambarkan Prabowo Subianto sebagai sosok yang tegas, gahar, tak kenal kompromi, bahkan sering diasosiasikan sebagai sosok yang galak dan emosional, serta legenda Kopassus yang belum ada tandingnya. Semuanya adalah sisi "Maskulin". Namun, publik jarang mengetahui sisi "feminisme" dan romantisme seorang Prabowo Subianto.
Pasti publik sering bertanya, mengapa Prabowo Subianto tidak pernah menikah lagi? Mengapa Prabowo Subianto bercerai dengan Mbak Titiek Soeharto. Dan, mengapa dia mudah memaafkan bahkan tidak pernah menyimpan dendam terhadap para politisi-politisi dan kolega-kolega jenderal di masa lalunya yang telah mengkhianatinya?
Bahkan, bagi orang-orang dekatnya, menjelek-jelekkan sosok seperti Jokowi, Ahok, Hendropriyono, Luhut Panjaitan, Budi Gunawan, Megawati dan lain-lain di depan Prabowo pasti berujung peringatan keras dari dia, ucapannya selalu sama, "sudahlah, setiap orang punya alasan untuk tidak setia dan melakukan sesuatu, tak ada gunanya dendam".
Bahkan, berulangkali dia berujar kepada orang-orang dekatnya seperti Maher Al Qadri, Hasyim, Sufmi Dasco, Sugiono, Ahmad Muzani, Fadli Zon, Sandiaga S Uno, Dahnil Simanjuntak, Dhani, Rizki dam lain-lain bila dia berkuasa tidak akan pernah membalas dendam kepada siapa saja yang pernah mengkhianati dan memfitnah dia, semua dimaafkan dan mulai lembar baru. Ini kelemahan dan kekuatan Prabowo, sehingga tidak jarang dia dibohongi dan dikhianati.
Para relawan dan timses Prabowo Subianto belakangan ini ramai menghujat Prabowo karena dia terasa seperti bukan jenderal yang gagah dan penakut karena melarang pendukungnya dan masyarakat untuk demo di Mahkamah konstitusi, bahkan ketika keputusan MK keluar, Prabowo menyatakan dia menghormati keputusan tersebut. Maka, ramai-ramai para pendukung menyebut Prabowo pengecut dan lembek. Mereka sama sekali tak memahami kondisi "belakang panggung" politik yang dialami Prabowo Subianto, kondisi kebatinan Prabowo Subianto yang dipenuhi kepedihan hati karena banyak para tokoh dan pendukungnya yang ditangkap dan dikriminalisasi.
Bahkan saya melihat langsung bagaimana Prabowo tak bisa menahan air mata ketika mengunjungi para pendukungnya yang terluka pada peristiwa 21 dan 22 Mei Lalu, rata-rata para pendukungnya tersebut berujar "bapak tidak boleh menyerah, kami rela mati berjuang untuk kebenaran dan kejayaan Indonesia", saya berusaha menebak isi hati Prabowo yang saat itu kelihatan tak sanggup menahan tangis. Dia mungkin berpikir, saya tak rela ada masyarakat sipil yang menjadi korban hanya gara-gara aku. Maka, semua harus dihentikan.
Di sisi lain, ratusan para pendukungnya ditangkap dengan pasal makar, dan sebagian lagi dikriminalisasi dengan berbagai tuduhan selain makar, tuduhan pencucian uang seperti UBN, Haikal Hasan, termasuk Slamet Maarif dan lain-lain.
Maka, melalui Sufmi Dasco orang yang dipercaya dan banyak membantu negoisasi pembebasan para tokoh dan pendukung Prabowo, Prabowo memutuskan untuk berkomunikasi dengan pihak penguasa agar menghentikan semua penangkapan dan kriminalisasi yang sedang dan sudah dilakukan terhadap para pendukungnya.
Mengapa Prabowo melakukan itu? Menurut saya karena para tokoh dan para pendukung yang ditangkap dan dikriminalisasi ini adalah pejuang "kaleng-kaleng". Semua tokoh itu dan relawan yang ditangkap tidak pernah mendapat pembelaan yang maksimal dari relawan dan massa yang sok-sokan teriak jihad dan mau melawan.
Lihat saja, semua diam dan takut bahkan tak membela maupun demo besar ketika UBN ditersangkakan, ketika Mustofa Nahra ditangkap, ketika emak-emak ditahan, ketila Dahnil Simanjuntak dipanggil-panggil polisi, Egi Sudjana ditahan, Amien Rais, Lius Sungkarisma, Ahmad Dhani, baik yang ditangkap di Jakarta maupun didaerah-daerah, semuanya tidak mendapat pembelaan dari massa dan relawan yang sok-sokan teriakan melawan dan jihad, yang terjadi justru ketakutan dan diam.
Di sisi lain, dan mereka yang dikriminalisasi tinggallah sendiri dan hanya didampingi tim Pengacara di bawah pimpinan Sufmi Dasco orang kepercayaan Prabowo Subianto. Di sisi lain, para tokoh seperti UBN, Haikal Hasan, Egi Sudjana, Mustofa Nahra dan lain-lain baik secara langsung maupun voa anggota keluarganya terus merengek untuk bisa dibebaskan dari upaya kriminalisasi. Rengekan mereka dan anggota keluarganya langsung diterima Prabowo maupun melalui orang-orang dekat Prabowo. Sehingga, Prabowo merasa bersalah dan terbebani.
Maka, tidak ada pilihan selain bernegoisasi meminta kesediaan penguasa untuk membebaskan mereka semua dan tidak ada lagi upaya kriminalisasi terhadap semua pendukungnya. Hentikan. Maka Prabowo bersedia melakukan apa pun yang diminta penguasa demi keselamatan dan kebebasan para pendukungnya tersebut. Mulai dari membuat himbauan agar jangan demo lagi, bernegoisasi terkait koalisi dengan permintaan agar Gerindra bergabung dengan Jokowi dan Maaruf tanpa mengajak PKS, PAN dan Demokrat.
Padahal, apabila para pendukung dan tokoh pendukung Prabowo bukan "kaleng-kaleng" dan tidak merengek-rengek ketila ditangkap, dan relawannya tak kenal takut dan terus melawan tak kenal mundur, maka Prabowo pasti tidak akan pernah mundur dan bernegoisasi, dia pasti berdiri melawan ketidakadilan, karena dia tidak pernah berpikir tentang dirinya saja tapi tentang masa depan bangsa dan rakyatnya.
Namun, apa mau dikata, dia didukung para tokoh dan pendukung "kaleng-kaleng", yang membuat dia harus menahan dirinya demi keselamatan para pendukung dan tokoh-tokoh tersebut, sambil terus menahan pedih hati seperti kepedihannya karena cinta sejati terhadap Titiek Soeharto yang tidak mungkin bisa kembali.
Penulis: Yahya M. Ali