[PORTAL-ISLAM.ID] Dukungan tanpa syarat yang diberikan partai koalisi pendukung capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin tampaknya tak berlaku lagi usai ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2019. Sebab, satu per satu parpol Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mulai berani menyebutkan jatah jumlah menteri kepada Jokowi.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), misalnya, melalui ketua umumnya, Muhaimin Iskandar mengatakan telah menyodorkan 10 nama untuk bisa dipilih Jokowi sebagai menterinya. Sementara Partai Nasional Demokrat (NasDem) tak mau kalah. Parpol besutan Surya Paloh ini menyodorkan 11 nama.
Golkar tampak malu-malu kucing menyebutkan jatah menteri yang diinginkannya. Namun, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus, pada 5 Juni 2019, pernah menyampaikan bila partainya layak mendapatkan portofolio kabinet lebih banyak pada pemerintahan Jokowi periode kedua.
Di pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla saat ini, ada tiga menteri dari Golkar, yakni Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Padahal saat menyatakan dukungannya kepada Jokowi untuk maju kembali di Pilpres 2019, partai-partai ini penuh percaya diri mengatakan mereka akan mendukung tanpa syarat dan tanpa jabatan yang diinginkan.
Partai NasDem, misalnya. Pada 13 Maret 2018, Sekretaris Jenderal NasDem, Johnny G Plate pernah mengatakan dukungan yang diberikan partainya kepada Jokowi tanpa syarat bahkan tanpa mahar.
Sementara PDIP sebagai partai pengusung utama Jokowi-Ma'ruf tak mau menyodorkan nama ke Jokowi. Namun, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu justru percaya diri bila Jokowi pasti akan memilih kader terbaiknya sebagai menteri.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Eriko Sotarduga mengatakan partainya belum pernah meminta jabatan.
“Tidak harus namanya meminta, tapi pasti diberikan yang terbaik,” ucap Eriko di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
PDIP, kata Eriko, merasa tidak ada masalah dengan permintaan menteri dari PKB dan Nasdem. Eriko menyatakan itu adalah hak dari masing-masing partai.
“Menurut rekan-rekan sendiri apa ada yang salah dengan permintaan itu? Kan, tidak ada yang salah boleh saja itu, kan, hak dari masing-masing partai," kata Eriko.
Namun sewajar-wajarnya permintaan itu, kata dia, belum tentu akan dikabulkan. Sebab, kata Eriko, hal itu menjadi hak prerogratif presiden. PDIP sendiri, kata dia, tidak akan mencampuri urusan permintaan partai lain.
"Itu sudah kami sepakati bersama bahwa memang Pak Presiden Jokowi punya hak prerogratif apalagi kami sebagai partai yang mengusung, seperti PDIP beliau sebagai kader utama, kader terbaik kami tentunya kami sangat men-support apa yang beliau putuskan dan apa pun soal putusan itu menurut kami beliau sebagai negawaran yang mempunyai suatu etika yang luar biasa selalu membicarakan hal itu juga dengan ketum termasuk dengan Ibu Megawati Soekarnoputri," kata Eriko.
Tak Etis Terlalu Ngotot Sodorkan Nama Menteri
Dosen ilmu politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago menilai wajar partai politik ingin mendapatkan balasan terbaik atas perjuangan yang telah mereka lakukan untuk memenangkan capres-cawapresnya.
Namun, menurut dia, tak etis bila partai politik berlomba-lomba menyodorkan nama-nama kadernya untuk bisa menjadi menteri, karena bisa jadi akan mengurangi kewibawaan partai politik.
"Apa yang dilakukan ketum partai itu hanya salah pada etika dan tata krama saja," ujar Pangi saat dihubungi reporter Tirto, Kamis 4 Juli 2019.
Agar tak kehilangan wibawa, kata Pangi, sebaiknya partai politik menunggu permintaan jumlah menteri yang dibutuhkan oleh Jokowi.
"Jokowi yang meminta bukan partai yang menyodorkan nama-nama. Pak Jokowi butuh menteri ini itu, partai berikan nama-nama, kalau memang tak sesuai selera presiden, harusnya Jokowi bisa minta lagi ke partai," kata Pangi.
"Ini jauh lebih elegan dibanding sodorin nama-nama, ya sesuai permintaan saja," ucap Pangi.
Sementara itu, Dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, apa yang dilakukan PKB dan NasDem dan mungkin partai-partai pendukung Jokowi lainnya merupakan upaya mengeksiskan partai mereka dalam menghadapi Pemilu 2024.
Sebab, kata Hendri, kabinet merupakan panggung utama bagi partai politik dalam menghadapi Pemilu 2024, apalagi bila mereka berhasil mendapatkan jatah menteri.
"Bayangkan bila enggak dapat kursi menteri, mereka enggak ada kesempatan panggung tambahan di 2024. Kader-kadernya enggak akan ada yang menonjol. Itulah kenapa mereka gondok-gondokan hari ini untuk memikirkan panggung politik di 2024 nantinya," kata Hendri.
Meskipun, kata Hendri, terlalu dini bila mereka menunjukkan persaingan saat ini, pada saat presiden terpilih masih memikirkan penyusunan kabinetnya.
"Kalau rebutan dari sekarang, sikut-sikutan dari sekarang, ya itu terlalu kasar," kata Hendri.
Sumber: Tirto