[PORTAL-ISLAM.ID] Panas bagi-bagi proyek dilingkungan keluarga gubernur sulsel mulai terkuak dari Sidang Hak Angket yang digelar (9/7/2019) di DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
Sejumlah nama keluarga pesohor nomor satu di sulsel ini mulai dimunculkan mulai Adik, anak mantu, sampai Adik Ipar Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah ikut kecipratan.
Tapi saya tidak ingin membahas daftar person keluarga atau orang terdekat gubernur yang ikut menikmati hasil bagi-bagi yang sudah diatur karena bagi saya itu terlalu basi.
Gubernur mana hari ini yang tidak bagi-bagi proyek, kalaupun ada itu hanya sebagian kecil saja, yang sekelas Kepala Desa aja yang baru dapat jatah Dana Desa sudah mulai pintar bagi-bagi proyek, sebagian yang tidak beruntung seperti kepala desa yang tersangkut kasus hukum bisa jadi seperti apes gubernur Nurdin Abdullah hari ini.
Kecerdikan DPRD Prov. Sulsel melakukan Sidang Hak Angket untuk menelanjangi Gubernur Nurdin Abdullah terbilang mudah ditebak karena itu menjadi salah satu instrumen DPRD yang secara konstitusi diatur meski belum pernah dilakukan sebelumnya oleh provinsi manapun.
Tidak ada makan siang gratis, ungkapan ini sarat makna, semua yang mendukung atas nama nurani semua itu hanya kebohongan paripurna yang akan terbukti setelah calon yang didukung menang.
Orang dekat, keluarga bahkan partai yang juga diambil dengan kontribusi biaya yang besar pada akhirnya akan meminta deal setelah kemenangan, cerita diatas mungkin tabu untuk sebagian orang tapi itu cerita basi bagi para politisi yang sudah paham “aturan main” negeri yang kita cintai.
Komplikasi masalah politik kepentingan harus teredam, kebijakan Nurdin Abdullah terkesan tidak arif dalam memelihara lawan politiknya, dan terlalu percaya diri dengan power yang dimiliki hari ini.
DPRD menggugat karena persoalan Gubernur Nurdin Abdullah dinilai mencari-cari kasus celah hukum mereka, reaksi Sidang Hak Angket adalah bayaran sepadan dari upaya cari-cari masalah dengan Anggota DPRD Sulsel, yang juga baru habis banyak dari pileg kemarin, bagi-bagi proyek tanpa bagian yang sesuai untuk mereka bisa saja jadi persoalan lain yang mereka sadari sejak awal jika tidak menggoyang gubernur yang lebih akrab disapa “pak prof”.
Transisi butuh waktu untuk membangun kesadaran pendukung lama pemerintahan ke pemerintahan baru setidaknya setahun setelah itu, orang baru tersadar bahwa SYL tidak akan membantu kepentingan mereka lagi, kehidupan kepentingan tetap menjadi nomor satu (bagi sebagian orang).
Gejolak internal dengan Wagub Andi Sudirman Sulaiman “bisa jadi” bukan tanpa alasan, persoalan kontribusi dan komitmen semasa pilgub mungkin menjadikan dia lebih percaya diri menempatkan dirinya tidak sama dari kebanyakan Wagub lain yang kurang mengambil peranan dalam pemerintahan.
Setiap yang salah tetap salah, sikap saling mencederai dalam membangun pemerintahan akan menghambat jalannya proses yang harusnya sudah teroptimasi secara maksimal.
Bagi-bagi proyek adalah ending kedua dari kekuasaan yang digenggam, mengembalikan modal dari biaya kerja politik adalah keharusan sebelum masa kekuasaan berakhir.
Sebuah metafora pencapaian yang sia-sia yang akan berakhir duka. (*)
Penulis: Aksam S. Tunggeng