Anies Rasyid Baswedan, S.E., M.P.P., Ph.D. (Arab: ﺃﻧﻴﺲ رشيد ﺑﺎﺳﻮﻳﺪﺍﻥ) lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 50 tahun, adalah seorang akademisi pendidikan Indonesia dan juga Gubernur DKI Jakarta masa bakti 2017-2022. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk Kabinet Kerja 26 Oktober 2014 - 27 Juli 2016.
Anies merupakan cucu dari pejuang dan pahlawan kemerdekaan Abdurrahman Baswedan.
Keluarga Baswedan
Keluarga Baswedan adalah sebuah keluarga Arab-Indonesia. Keluaraga Baswedan berawal dari Umar Baswedan, yang datang dari Hadramaut, Yaman pada sekitar pertengahan abad ke-19 Masehi.
Umar Baswedan kemudian menikah dengan Noor binti Salim asal Surabaya, melahirkan Awad Baswedan yang kemudian menikah dengan Aliyah binti Abdullah bin Ahmad Djarhum dan melahirkan Abdurrahman Baswedan atau AR Baswedan.
A.R. Baswedan
A.R. Baswedan (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 9 September 1908 – meninggal di Jakarta, 16 Maret 1986 pada umur 77 tahun) adalah nama populer dari Abdurrahman Baswedan, seorang pahlawan nasional.
Semasa hidupnya, dia dikenal sebagai seorang nasionalis, jurnalis, pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, muballigh, dan juga sastrawan Indonesia.
A.R. Baswedan pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Anggota Parlemen, dan Anggota Dewan Konstituante.
A.R. Baswedan adalah salah satu diplomat pertama Indonesia dan berhasil mendapatkan pengakuan de jure dan de facto pertama bagi eksistensi Republik Indonesia dari Mesir.
Selain berbicara dan menulis dalam bahasa Indonesia, A.R. Baswedan juga menguasai Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Belanda dengan fasih.
Kisah Perjuangan AR Baswedan di Dunia Internasional
Anies Baswedan menceritakan kisah perjuangan kakeknya, Abdurrahman Baswedan, ketika membawa surat pengakuan kedaulatan Indonesia dari Mesir ke Jakarta, pada 1947.
Anies menyampaikan, saat itu Agus Salim memberikan perintah kepada kakeknya. “Bunyi perintahnya, 'Tidak penting Saudara sampai atau tidak, tapi surat harus sampai ke Indonesia. Saudara bawa surat ini ke Indonesia'. Di sini kemudian AR Baswedan membawa surat,” kata Anies saat menghadiri peluncuran buku The Grand Old Man di Keraton Kafe, Jakarta, Kamis (1/6/2017).
Dia mengatakan, perjalanan melalui udara saat itu belum ada rute dari Mesir ke Jakarta. Sehingga, kakeknya harus dua kali transit, yaitu Kairo-Mumbai, dan Mumbai-Singapura. Saat tiba di Singapura, AR Baswedan sudah kehabisan uang untuk pulang ke Indonesia. “Tidak ada modal. Hanya baju yang dibawa di koper, dan sebuah surat,” katanya.
Akhirnya AR Baswedan bisa ke Jakarta dengan pesawat karena adanya pengumpulan dana dari orang-orang yang bersimpati atas perjuangan Indonesia. Perjuangan membawa surat itu kembali menemui rintangan.
Anies menceritakan, saat kakeknya tiba di Bandar Udara Kemayoran, penjagaannya amat ketat. Sehingga, AR Baswedan terpaksa menyembunyikan surat itu di dalam kaus kakinya. “Saya membayangkan sport jantung luar biasa. Kalau itu ketangkap, that’s the end,” katanya.
AR Baswedan pun membawa surat itu ke Yogyakarta. Ia berhasil memberikannya kepada Presiden RI pertama, Soekarno. “Tunai sudah pengakuan Indonesia. Melalui negosiasi, penghalangan serius konsul Belanda, sehingga surat sampai di Yogya, maka lengkaplah pengakuan de jure dan de facto Indonesia,” urainya.
Cerita Anies merupakan pelengkap dari peristiwa sejarah diplomasi pertama Indonesia yang ditulis Haris Priyatna. Novel berjudul The Grand Old Man ini mengisahkan sosok Agus Salim yang memimpin delegasi bersama Abdurrahman Baswedan, kakek dari Anies Baswedan; Mohamad Rasjidi; dan Nazir Datuk Sutan Pamuntjak, untuk mendapatkan pengakuan secara de jure dari negara lain.
Kisah sejarah yang dikemas bentuk novel ini mengungkap cerita tentang babak awal pendirian negara Indonesia. Agus Salim bersama anggota delegasi lainnya sukses mendapatkan pengakuan kedaulatan Indonesia untuk pertama kalinya dari Mesir.
(Foto Anies Baswedan yang masih kecil, bersama ayahnya Rasyid Baswedan, dan kakeknya AR Baswedan)