[PORTAL-ISLAM.ID] Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva mengatakan, sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) bukan face to face antar pasangan calon, melainkan pasangan calon yang menjadi pemohon karena keberatan atas hasil yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena itu, pemohon mengajukan gugatan tersebut ke MK.
“Tetapi, peserta yang lain termasuk pasangan calon boleh maju sebagai pihak terkait,” kata Hamdan dalam sebuah diskusi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat, Kamis (13/6).
Hamdan menilai, UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 sudah mengatur lengkap terkait pelanggaran pemilu. Dalam UU tersebut ada pelanggaran administrasi pemilu, penyelesaian sengketa proses pemilu dan penyelesaian hasil pemilu.
“Undang-Undang sebelumnya tidak sejelas UU ini,” katanya.
Dalam UU itu, pelanggaran pemilu terbagi menjadi tiga yaitu pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana dan pelanggaran etik. Pelanggaran adminstrasi juga ada yang bersifat TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) dan tidak TSM.
“Contoh pelanggaran itu diantaranya pelanggaran penetapan proses pasangan calon yang tidak memenuhi syarat administratif. Setelah diproses di Bawaslu, KPU harus menjalankan putusan tersebut,” ujar Hamdan.
Sementara, pelanggaran TSM juga harus diserahkan kepada Bawaslu dan diputuskan dalam waktu kurang lebih 14 hari. Putusan itu wajib dilaksanakan oleh KPK baik berupa teguran, peringatan hingga diskualifikasi calon.
“Jadi, pelanggaran administrasi yang sifatnya kasuistik atau TSM bisa berimplikasi pada diskualifikasi pasangan calon atau sanksi lain,” kata dia.
Seperti diketahui, Tim Hukum 02 mengajukan perbaikan/penambahan gugatan ke MK terkait posisi Ma'ruf Amin di dua bank BSM dan BNI Syariah yang dinilai melanggar UU Pemilu dan karenanya minta MK untuk mendiskualifkasi paslon 01. [Inside]