[PORTAL-ISLAM.ID] Kita dapati ada oknum (bisa jadi muslim) yang suka memplesetkan beberapa istilah dalam ajaran agama Islam. Misalnya di luar negeri ungkapan takbir “diplesetkan” menjadi “take beer” (ambil minuman keras memabukkan) atau di Indonesia menjadi “tuak bir” (keduanya jenis minuman memabukkan).
Hal ini tidak lah terlalu mengherankan, karena sejak zaman dahulu kala ini sudah dilakukan oleh mereka yang benar-benar sombong, merendahkan dan membangkang dengan ajaran agama. Sudah ada contoh sebelumnya dan tentu hasil akhirnya sangat merugi dunia dan akhirat.
Contohnya adalah adalah orang Yahudi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memplesetkan kata “raa’inaa” menjadi “ru’uunah”. “Raa’inaa artinya “kamu memperhatikan kami” diplesetkan menjadi makna buruk yaitu “ru’uunah” yang artinya sangat dungu atau tolol. Oleh karena itu, kaum muslimin diperintahkan mengganti kata “raa’inaa” menjadi “undzurnaa”.
Kisah ini terdapat dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انظُرْنَا وَاسْمَعُوا ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa’ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” (QS. Al-Baqarah[2]: 104)
Ibnu Katsir menjelaskan,
وذلك أن اليهود كانوا يعانون من الكلام ما فيه تورية لما يقصدونه من التنقيص عليهم لعائن الله فإذا أرادوا أن يقولوا : اسمع لنا يقولون : راعنا . يورون بالرعونة
“Hal ini karena orang yahudi memaksudkan tauriyah (kode tidak langsung) untuk bermaksud merendahkan, dengan maksud mereka mengatakan ‘raa’inaa’ dengan ‘ru’uunah’”. [Tafsir Ibnu Katsir]
Demikian juga orang Yahudi memplesetkan salam menjadi “as-saamu ‘alaikum” yang artinya “semoga kematian menimpamu”.
Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
ان اليهود اذا سلموا وقالوا : السام عليكم, فقولوا : وعليكم
“Orang Yahudi apabila mengucapkan salam dan mengucapkan as-saamu ‘alaikum (semoga kematian menimpamu), maka jawablah Wa’alaikum’ (dan demikian juga bagimu)” (HR. Muslim).
Contoh lainnya adalah Bani Israil yang memplesetkan menjadi “sami’naa wa ‘ashainaa” (kami dengar tapi kami tidak taat), seharusnya “sami’naa wa ‘atha’naa” (kami dengar dan kami taat).
Allah berfirman dalam Al-Quran,
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا ۖ قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ ۚ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُم بِهِ إِيمَانُكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengar tetapi tidak mentaati”. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).”[Al-Baqarah: 93]
Yang lebih penting lagi, bahwa hal ini termasuk dalam mengolok-olok agama atau menjadikan agama sebagai bahan candaan. Perbuatan ini mendapatkan ancaman keras dari Allah dalam Al-Quran.
Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya BERSENDA GURAU dan BERMAIN-MAIN saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu BEROLOK-OLOK?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman… [At Taubah : 65-66]
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa hukumnya sangat berat yaitu bisa keluar dari agama Islam. Beliau berkata,
فإن الاستهزاء باللّه وآياته ورسوله كفر مخرج عن الدين لأن أصل الدين مبني على تعظيم اللّه، وتعظيم دينه ورسله
“Mengolok-olok dalam agama, ayat Al-Quran dan Rasul-Nya termasuk kekafiran yang bisa mengeluarkam dari Islam, karena agama ini dibangun di atas pengagungan kepada Allah, agama dan Rasul-Nya.” [Tafsir As-Sa’diy]
Sumber: Muslim.or.id