[PORTAL-ISLAM.ID] Mungkin ini sudah saatnya saya berbagi karena sejatinya sudah lama sekali saya ingin menulis ini. Saya beranikan menulis karena memang profesi saya sebagai konsultan manajemen perubahan dan strategi telah menggembleng saya mengenai makna dua hal ini: amanah dan profesional.
Saya sudah memfasilitasi klien-klien saya dalam rangka mereka menemukan jati-dirinya di era yang serba disruptif ini dimana mereka semakin yakin bahwa mereka harus kembali ke hal yang mendasar: corporate culture. Berbagai bentuk workshop strategi maupun corporate culture yang pernah saya tangani pada akhirnya selalu saya pegang erat-erat dua hal ini sebagai pengunci akhir sebelum mereka merumuskan visi, misi dan core values nya.
Pertama, apakah roh “amanah” sudah dipertimbangkan secara masak-masak oleh pimpinan (BoD atau C levels). Yang saya maksud di sini adalah apakah klien saya sudah begitu intensif membahas masalah yang terkait dengan norma-norma baik dan benar yang sifatnya ilahiyah. Padahal ini bukan kuliah tauhid tapi kenapa saya memaksakan diri harus adanya unsur ilahiyah ini?
Sederhana saja, apapun bisnis yang dijalankan kalau tidak menjunjung tinggi kaidah-kaidah kebenaran hakiki yang ditetapkan oleh sang pencipta semesta alam, Allah Azza wa Jalla, pada akhirnya pasti akan hancur — apapun bisnis itu. Mungkin bertahan agak lama, tapi akhirnya akan hancur.
Kedua, saya selalu mengedepankan keunggulan (excellence) dalam mengoperasikan bisnis, apapun bisnis itu, baik yang levelnya warung maupun konglomerasi sekalipun. Salah satu keberhasilan Roti Bakar “Eddy” (misalnya) karena orientasi mereka kepada keunggulan, yaitu roti bakar yang “mak nyus” karena dipanggang oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya (profesional). Kenapa Space X bisa membuat roket ulang-alik dan bisa digunakan kembali setelah kembali ke bumi karena Elon Musk (CEO) sangat berorientasi pada keunggulan.
Maaf kalau masih belum membumi tulisan saya di atas …
Kita ambil contoh yuk, apa itu amanah dan apa itu profesional.
Bila Anda mengisi BBM di SPBU kemudian petugas memberikan kembalian uang yang salah, apakah Anda katakan dia khilaf (tidak profesional) atau langsung Anda katakan dia curang (baca: tidak amanah)? Saya yakin, Anda cenderung mengatakannya “khilaf”. Artinya, petugas tadi tidak kompeten dalam perhitungan uang kembalian. Alhamdulillah bangsa kita ini dikarunia Allah sifat positif, tidak cepat curiga dan juga pemaaf. Kejadian yang umum ini biasanya tidak banyak kita permasalahkan karena bangsa kita ini secara umum positive thinkers. Alhamdulillah.
Lain halnya bila kejadian di SPBU itu berulang beberapa kali dengan petugas yang sama dan berulang kembaliannya salah terus. Baru, kemungkinan besar Anda akan bilang petugas itu “curang”.
Tunggu dulu sahabat …
Bisa jadi, petugas tersebut memang bener tidak kompeten dalam artian belum atau kurang mendapatkan training dari pemilik SPBU sehingga setiap menghitung uang kembalian selalu salah. Jadi, sebenernya dia amanah (tidak curang). Namun karena ketrampilan hitungnya kurang maka “kelihatannya” ia curang.
Kita sebagai manusia yang dhoif ini sangat sulit untuk emngetahui seseorang itu amanah atau tidak karena ini murni job-nya Allah Taala. Kita hanya bisa bilang bahwa “uang kembaliannya tidak benar” dan sebaiknya jangan tergesa-gesa menuduh dia “curang”. Kalaupun terjadi beberapa kali, paling mentok bisa kita katakan ia bodoh, karena selalu salah.
Apa relevansinya?
Saya rasa semuanya sudah paham bahwa kata “curang” paling ngetren dewasa ini. Kalau sahabat-sahabatku perhatikan, saya selalu mencoba menghindari kata tersebut dan lebih suka mengatakan “kejanggalan” karena sebagai manusia saya tidak bisa mengetahui niat seseorang. Kita tidak tahu sebenernya apa yang terjadi dengan kesalahan data entry di KPU. Meski terjadi berulangkali, saya rasa kita bukan dalam kapasitas menentukan itu kecurangan kecuali memang ada pengakuan dari pelaku bahwa ia melakukannya dengan sengaja.
Untuk itulah maka judul tulisan ini AMANAH “DAN” PROFESIONAL karena dua hal inilah yang sebenarnya sedang dibutuhkan oleh lembaga kita yang kita beri amanat menyelenggarakan Pemilu ini. Kata sambung “DAN” memang saya beri penekanan karena memang dua hal ini harus ada di tubuh KPU kita.
–
GW 22:40 | 05/05/2019
Penulis: Gatot Widayanto (Alumni ITB, Konsultan Manajemen Perubahan dan Strategi)