[PORTAL-ISLAM.ID] Ada tiga kelompok perusuh yang teridentifikasi. Pertama, kelompok preman bayaran. Kedua, sosok penembak jitu. Ketiga, kelompok gerakan radikal. Program AIMAN melakukan investigasi dan menemukan adanya pola kerja yang rapi dan terencana!
Massa perusuh ini berbeda dengan massa pengunjuk rasa damai di Bawaslu. Identifikasi tiga kelompok massa perusuh ini disampaikan bersama oleh Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan Menko Polhukam Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam dalam keterangan pers yang digelar Rabu (22/5/2019) sore.
Setidaknya per hari Minggu lalu, dari ketiga kelompok ini sudah ditahan 452 orang. Kelompok pertama dan kelompok ketiga jumlahnya terbanyak. Sementara kelompok kedua ditangkap dengan senjata api.
Detail peran-peran mereka masih terus diselidiki polisi. Yang pasti, ada pergerakan yang masif, rapi, dan terencana dari ketiganya.
Pergerakan massa perusuh
Saya mendapat beberapa CCTV lengkap dengan jam dan kondisi saat kejadian. Jika dilihat ke belakang, aksi bakar-bakaran dimulai di kawasan Petamburan, menjelang pukul 23.00 pada 21 Mei 2019. Kerusuhan besar di titik kedua terjadi menjelang pukul 02.00.
Sejalan dengan apa yang saya dapat, ada pergerakan massa yang cukup banyak yang terjadi di sekitar dua waktu tersebut.
Program AIMAN akan menayangkan secara eksklusif rekaman CCTV ini, Senin (27/5/2019), pukul 20.00 WIB di KompasTV.
Massa perusuh pertama dari arah Tanah Abang. Saya jabarkan sejumlah pergerakan massa pertama itu berdasarkan informasi dari sebuah sumber. Saya mengonfirmasi informasi ini kepada polisi.
Dari penelusuran, massa perusuh pertama bergerak dari Stasiun Tanah Abang. Mereka datang berbondong-bondong menggunakan commuter line. Massa naik dari kawasan Rangkasbitung, Banten.
Kereta ini perlu perjalanan dua jam dari Rangkasbitung menuju Jakarta sebelum tiba sekitar pukul 22.00.
Setelah mereka turun, terlihat amplop dibagikan. Diduga, amplop itu berisi uang. Mereka kemudian menyebar ke dua arah: Petamburan, Tanah Abang, dan gedung Bawaslu.
Massa perusuh kedua mengelabui dengan ambulans. Ternyata tak berhenti di sini. Menjelang pukul 02.00, Rabu (22/5/2019), ada massa yang dikerahkan di jalur bus Transjakarta, beberapa ratus meter sebelum gedung Bawaslu.
Saya mendapat sebuah bukti berupa rekaman kamera pemantau alias CCTV di dekat salah satu gedung di Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Dalam CCTV yang akan ditayangkan lengkap di program AIMAN, jelas terlihat sebuah ambulans yang berisi banyak pemuda. Terekam dalam CCTV, amplop-amplop dibagikan setelah mereka turun dari ambulans.
Menariknya, saat amplop dibagikan, sejumlah pemuda lain yang berada di sekitar lokasi terlihat mendekat dan mendapat amplop juga.
Setelah menerima amplop, mereka langsung berlari menuju pusat demo di kantor Bawaslu.
Jika kita kembali ke peristiwa 22 Mei, ada kerusuhan besar kedua di depan gedung Bawaslu dan Jalan Wahid Hasyim sekitar pukul 02.00. Lokasi itu berada dalam satu kawasan. Peristiwa itu terjadi persis setelah pengerahan dan pemberian amplop ini.
Kedua massa ini masih diselidiki apakah hanya terkait dengan kelompok preman bayaran atau ada kaitan juga dengan kelompok radikal.
Konfirmasi polisi
Saya mengonfirmasi temuan ini ke Karopenmas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo. Ia membenarkan.
"Betul, mereka melakukan pengerahan massa menggunakan ambulans. Ada pula dari massa yang menggunakan kereta api melalui Stasiun Tanah Abang. Oleh karena itu, saat kerusuhan, Stasiun Tanah Abang sempat kami tutup untuk memblokade gerakan mereka," kata Dedi kepada saya.
Sementara satu kelompok lain yang diduga menggunakan senjata api--beberapa di antaranya sudah ditahan--memiliki tujuan berbeda, yaitu mencari martir.
Skenarionya, informasi ini akan disebar melalui media sosial (WhatsApp, Instagram, Facebook, dan lainnya).
Penyebaran informasi soal martir ini dibumbui dengan kalimat yang tak sesuai fakta (hoaks) disertai foto yang mengenaskan untuk memancing dan berpotensi membakar massa yang akan berdemo siang hari nantinya di depan kantor Bawaslu, Jakarta, pada 22 Mei 2019.
Penyitaan senapan serbu militer
Sebelumnya, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dalam jumpa pers menunjukkan adanya dugaan penyelundupan senjata jenis senapan serbu M4 yang merupakan versi ringkas dari senapan serbu M16 buatan Amerika Serikat.
Senapan ini diduga akan digunakan oleh penembak jitu saat aksi 22 Mei untuk menciptakan martir.
Beberapa hari sebelumnya, POM TNI juga menangkap seorang prajurit aktif TNI berpangkat prajurit kepala (praka) dan seorang purnawirawan jenderal terkait dugaan penyelundupan dan kepemilikan ilegal senjata api.
"Intelijen kita telah menangkap upaya penyelundupan senjata. Orangnya ini sedang diproses. Tujuannya pasti untuk mengacaukan situasi," ujar Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (20/5/2019) yang dikutip dari Kompas.com.
Sementara Kapuspen TNI Mayjen Sisriadi mengatakan, pada Senin (20/5/2019) malam Mabes Polri dan POM TNI telah melakukan penyidikan terhadap oknum yang diduga sebagai pelaku. Penyidikan dilakukan di Markas Puspom TNI, Cilangkap.
"Hal ini dilakukan karena salah satu oknum yang diduga pelaku berstatus sipil (Mayjen Purn S), sedangkan satu oknum lain berstatus militer (praka BP)."
Apakah ada kaitan di antara penyelundupan senapan serbu M4, penembak jitu, dan penangkapan dua orang di atas? Polisi masih menyelidikinya.
Apa pun yang terjadi, proses hukum atas seluruh kasus ini harus dituntaskan secara transparan agar tak lagi digunakan sebagai cara abadi.
Kita ingat, pola yang sama terjadi pada 1998: ada massa liar, penembakan, dan kerusuhan dalam skala besar.
Saya Aiman Witjaksono. Salam!