"MENANGIS AKU"
Menangis aku melihat Ayahanda Amien Rais berjalan menuju panggung orasi di depan Bawaslu dalam aksi 22 Mei. Sendiri hanya didampingi sang puteri Hanum Rais.
Pada kemana ini para elite partai. Kenapa Ayahanda dibiarkan sendirian menghadapi kondisi runyam. Pada kemana mereka?
Saya lihat langkah Ayahanda berusaha cepat dengan menggandeng sang putri. Tapi saya lihat langkahnya sudah tak sama dengan 20 tahun yang lalu ketika Ayahanda masih 50-an tahun dan berada pada garis terdepan perjuangan Reformasi.
Sekarang Ayahanda sudah 75 tahun, sudah berbeda dari sebelumnya. Tetapi, semangat dan api perjuangan yang memancar dari matanya tetap menyala-menyala.
Aku menangis melihat Ayahanda berjalan sendiri menuju panggung memberikan orasi dan membakar semangat ribuan penuntut kedaulatan rakyat yang mengelu-elukannya. Hatiku kembali bertanya pada kemana para elite politik yang lain.
Aku menangis melihat Ayahanda. Inilah tokoh yang 20 tahun silam menantang kekuasaan Soeharto. Berada di barisan paling depan untuk memimpin gerakan Reformasi.
Kalian boleh bicara apa saja mengenai Ayahandaku tapi sejarah tidak mungkin kalian hapus begitu saja. Dan terbukti sampai sekarang Ayahandaku tetap istiqomah memperjuangkan keadilan.
Pada kemana para elite politik itu. Ketika suasana genting mereka menghilang. Ketika puluhan ribu penuntut keadilan turun ke jalan mereka tertawa-tawa sambil ngopi. Ketika banyak orang mati diterjang peluru mereka malah sibuk cari bagian kursi.
Ayo saudara-saudaraku, jangan biarkan Ayahanda kita berjalan sendiri menuntut keadilan. Ayo kita beramai-ramai mendampingi perjuangannya, ayo kita tunjukkan semangat amar makruf nahi munkar kita.
Perjuangan masih panjang. Perjuangan masih belum selesai saudaraku.
(By: Masdin Hayyun)