Kematian Petugas KPPS
Oleh: dr. Patrianef
Sebetulnya kami dari awal termasuk orang yang berfikir sederhana, berfikir bahwa kelelahan dan stress sebagai faktor resiko untuk serangan jantung atau apapunlah penyebab kematian nya. Sehingga kedepannya perlu screening yang ketat dan pembatasan usia petugas KPPS dan hal itu kami sampaikan waktu pertemuan dengan media massa pada tanggal 25 April 2019 di Radio Bravos Jakarta bersama sahabat kami dr. Benny Octavianus dan Adhie M Massardi serta dr Ivan Albar. Walaupun kami tambahkan ada tanda tanya besar tentang penyebab kematian yang belum terjawab. Pada saat itu baru ada 144 kematian.
Sehari sesudahnya bertambah kematian sebanyak 80 orang lebih dan bertambah terus sejak itu sehingga saat ini sudah lebih 550 orang. Penambahan kematian itu semakin menimbulkan tanda tanya. Dan tentu saja melokalisir kelelahan sebagai penyebabnya adalah hal yang mustahil, walaupun menyatakan kelelahan sebagai faktor resiko suatu hal yang mungkin.
Untuk menjawab penyebabnya sebetulnya kita serahkan saja kepada lembaga yang berhak untuk mencari penyebabnya. Atau bahkan kepada penegak hukum. Kalau perlu dilakukan otopsi. Jika hal ini dilakukan, maka akan dapat meredakan tanda tanya besar ditengah masyarakat.
Tetapi yang anehnya timbul resistensi dari beberapa teman-teman dokter yang menganggap itu kematian biasa dan masih bersikukuh itu akibat kelelahan dan korban terus bertambah. Ditambah dengan penjelasan Kemenkes yang katanya melakukan Audit medik dan Otopsi verbal. Padahal audit medik dan otopsi verbal tetap tidak akan bisa mencari sebab kematian.
Pertanyaannya adalah ada apa sehingga teman teman dan beberapa pihak menolak investigasi penyebab kematian. Satu saja kematian yang tidak jelas, harus dilakukan investigasi, apalagi lebih 500. Penolakan investigasi akan menimbulkan tanda tanya besar.
Kematian petugas yang sedang bertugas dimana mana berbeda perlakuannya dengan yang meninggal sedang tidak bertugas. Negara memberlakukan berbeda. Jika tentara meninggal sedang bertugas, pangkatnya dinaikkan setingkat. Walaupun ini bukan Aparatur Negara. Negara tetap berkewajiban menangani dan memperlakukan mereka dengan layak serta memastikan sebab kematiannya.
Kembali kepada resistensi teman teman dokter yang tidak beralasan. Menurut kami kita serahkan saja kepada ahli forensik untuk menentukan penyebab kematian. Jika menurut ahli forensik kematiannya karena hal yang wajar, selesai masalahnya. Menunda nunda dan menghalang halangi keinginan masyarakat untuk mengetahui penyebabnya akan membuat gelombang pertanyaannya semakin besar.
Pemerintah harus cepat bertindak, karena angka kematiannya hampir menyentuh angka 600 orang.
Jakarta, 11 Mei 2019
*NB: Sampai 11 Mei 2019, Jumlah seluruh petugas Pemilu 2019 yang meninggal menjadi 583 orang, tediri dari 469 petugas KPPS, 92 orang petugas pengawas dan 22 petugas keamanan.