[PORTAL-ISLAM.ID] Eggi Sudjana seperti musuh negara. Rezim Jokowi sudah menangkapnya. Sudah hampir seminggu ini Eggi di sel sempit bersama tahanan narkoba dan penjahat kriminal.
Eggi semakin menua saat ini. Banyak orang mungkin sudah kehilangan jejak siapakah Eggi Sudjana.
Di masa masa mudanya Eggi adalah lelaki pemberani. Dia selalu mengatakan pada saya bahwa cita citanya adalah menjadi presiden di Republik Indonesia. Hanya dua orang Sunda yang saya dengar ingin jadi Presiden. Yang kedua Jumhur Hidayat. Cita-cita ini diungkapkan Eggi karena mereka tidak ingin bahwa aturan tidak tertulis hanya orang Jawa boleh presiden, padahal jumlah orang-orang Sunda lebih banyak dari orang Jawa Tengah ataupun Jawa Timur.
Cita-cita harus dibangun dengan kerja keras. Hal ini dilakukan Eggi selama masa mudanya. Di mulai masa mahasiswa, di universitas Jayabaya, Eggi membangun aktifitas kemahasiwaan. Saat itu masa rezim Suharto yang kejam. Eggi berhasil menggerakkan perlawanan mahasiswa Jayabaya, sehingga dalam era 80an mahasiswa Jayabaya mendominasi gerakan aktifis di Jakarta, setidaknya setara dengan Universitas Nasional.
Pada masa 80an itu Eggi menjadi fenomenal, karena dia berhasil mendirikan HMI MPO (Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi). HMI MPO didirikan Eggi untuk menyelamatkan azas Islam HMI yang kala itu Suharto sudah memaksa seluruh organisasi harus berazaskan Pancasila. Hampir semua organisasi kemasyarkatan menolak, karena ideologi Pancasila semua sepakat, namun azas organisasi seharusnya tidak perlu diseragamkan. Namun, hanya Eggi Sudjana lah pemuda pemberani yang melawan Suharto soal itu. Keberanian Eggi ini disambut kelompok oposisi Petisi 50 (Kelompok jenderal-jenderal anti Suharto dan tokoh-tokoh bangsa yang dibenci Suharto).
Kehadiran Eggi Sudjana selama tahun 80an sampai 90an menginspirasi gerakan Islam militan. Di lingkungan kampus, Anies Baswedan, saat ini Gubernur DKI Jakarta, misalnya adalah sosok yang terinspirasi Eggi Sudjana.
Pada tahun 90 an akhir, menjelang Suharto jatuh, berbagai tokoh-tokoh buruh mendatangi Eggi untuk meminta Eggi mengilhami gerakan Islam dilingkungan buruh. Kebanyakan mereka gelisah karena terminologi gerakan buruh selalu dikaitkan dengan gerakan kiri maupun komunisme. Padahal sejatinya buruh bergerak agar mereka bisa lebih sejahtera.
Eggi kemudian mendirikan PPMI (Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia) bersama tokoh-tokoh buruh senior dan kalangan aktivis mahasiswa. Dengan hadirnya PPMI dilingkungan gerakan buruh Eggi telah menterjemahkan spirit dan ajaran Islam dalam gerakan buruh. Sabda Nabi Muhammad: "Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringatnya Kering" dijadikan Eggi sebagai rujukan bahwa ajaran Islam tentang menghormati buruh sangat fundamental. Eggi kemudian mengisi gerakan-gerakan buruh, bukan saja menuntut hak-hak terkait upah yang bersifat material, melainkan juga hak-hak buruh untuk beribadah, seperti waktu Sholat, keberadaan Masjid di pabrik, hak berpuasa dan THR, potong Qurban bersama di pabrik dll.
Tentu saja pemilik pabrik yang kebanyakan non Muslim merasa gerakan buruh versi Eggi Sudjana lebih menakutkan daripada gerakan buruh nasionalis. Islamisasi dikalangan pabrik dapat menyebabkan persaudaraan buruh sebagai ancaman perusahaan. Hal ini membuat di banyak pabrik PPMI dihalang-halangi.
Namun, namanya Eggi Sudjana tidak pernah menyerah. Serikat Buruh PPMI sempat berkembang pesat di berbagai kota industri, baik di Jawa, maupun luar Jawa.
Sekarang Eggi semakin menua. Pikiran Eggi yang militan tidak berhenti dengan usianya yang terus menua. Namun, yang lebih berbahaya dari diri Eggi adalah soal keberanian. Jika menyangkut kecurangan dan kejaliman, Eggi selalu bereaksi lebih cepat dari siapapun. Ini Eggi pernah menceritakan pada saya, khas orang Sumedang. Seperti dulu juga Ali Sadikin atau sekarang yang lebih muda Jumhur Hidayat. Tapi reaksi terlalu cepat membuat Eggi jadi incaran rezim.
Tentu saja Eggi memang harus menikmati penjara. Berkali-kali di masa Suhato Eggi dipanggil intelijen militer Suharto, namun sebagai ahli hukum Eggi bisa berkelit atau berargumentasi, lalu bebas. Namun, dalam rezim ini, Eggi menemukan takdirnya, di Penjara.
Tentu saja Eggi memang harus menikmati penjara. Karena semua aktifis hebat itu harus pernah di Penjara. Berkali-kali di masa Suharto Eggi dipanggil intelijen militer Suharto, namun sebagai ahli hukum Eggi bisa berkelit atau berargumentasi, lalu bebas. Namun, dalam rezim ini, Eggi menemukan takdirnya, di Penjara. (Alhamdulillah ketika Idrus Marham, Anas Urba, dll aktifis pro Suharto dulu di penjara karena korupsi, Eggi tetap di penjara karena perjuangan melawan rezim curang). Seberapa lamakah Eggi di penjara?
Lama tidaknya Eggi di penjara tergantung kegigihan kita mengatakan tidak pada rezim ini. Kita harus mengatakan bahwa penangkapan2 lawan politik bukanlah cara cara beradab dalam demokrasi. Apalagi soal istilah Makar sudah banyak dipersoalkan masyarakat sipil (civil society).
Akhir kata, itulah Eggi. Berjuang untuk Islam, Buruh dan Demokrasi. Mudah-mudahan umur panjang biar masih bisa cita2nya jadi Presiden Indonesia tercapai.
Penulis: Syahganda Nainggolan