[PORTAL-ISLAM.ID] Gubernur DKI Anies Baswedan berada di Jepang menjadi pembicara dalam forum Internasional pada tanggal 21 Me 2019, sesuai dengan jadwal yang telah ia setujui dalam undangan dari beberapa bulan sebelumnya.
Selesai acara Anies langsung kembali ke Jakarta. Ia langsung bekerja berkordinasi dengan semua aparat pemrov terkait memastikan semua pelayanan publik tetap berjalan dengan normal.
Hari yang sama tanggal 22 Mei Anies menjenguk korban kerusuhan menentramkan keluarga mereka, memastikan negara hadir memberikan perhatian.
Anies menjemput hati keluarga yang ditinggal anaknya. Menentramkan dengan kesejukan seorang pemimpin.
Lalu mari kita tengok media sosial, mereka para pejuang modal jempol mencacinya dengan kasar membullynya sehabis habisnya. Seolah yang mati itu bukan anak bangsa, bukan rakyat Indonesia. Para korban itu sudah diadili dengan sekasar kasarnya, dilabeli sebagai perusuh sebagai musuh bangsa.
Mereka dengan sekejam-kejamnya tanpa empati menyalahkan sehabis-habisnya pada para korban.
Adakah bukti mereka para korban itu perusuh? Harun Rasyid 15 tahun hanya anak yang sedang berada di sekitar masjid, hanya apes berada di tengah situasi yang dia sendiri tak fahami. Harun meregang nyawa. Anak 15 tahun itu anak seorang ibu, anak seorang ayah.
Rayhan Fajari, anak yang belum lagi remaja, ia mendatangi keramaian sekedar ingin melihat apa yang terjadi.
Farhan seorang ayah yang berdemo untuk mempertanyakan suaranya, kegiatannya itu dilindungi undang-undang dan dia bukan perusuh. Jenazah Farhan yang tertembus peluru ditangisi putri kecilnya.
Mereka para kaum sumpah serapah tak peduli. Bagi mereka mencaci dan memaki adalah kenikmatan tanpa punya sedikitpun empati pada para korban.
Siapakah mereka? Kaum yang tak punya hati nurani, siapakah mereka kaum yang seolah tak terjamah oleh hukum yang bisa semaunya menistakan Seorang Gubernur dengan hinaan membabi buta, pada siapa saja yang berbeda. Siapakah mereka yang seolah kebal hukum.
Gubernur yang hadir di tengah keluarga yang berduka, yang menentramkan jiwa banyak orang agar kekerasan tak semakin menjalar kemana- mana.
Anies ingin dijadikan tumbal dari semua kejadian, Anies ingin dijadikan mangsa oleh mereka agar kekejaman itu tertutupi dengan hingar bingar mereka dimedia sosial.
Sungguh kedunguan yang luar biasa, semakin dihinakan Anies semakin bersinar karena setiap orang yang berakal waras , berhati nurani faham sefahamnya, kehadiran Anies di tengah suasana duka adalah pesan penting bahwa negara masih memiliki pemimpin yang berhati nurani. Yang tak membedakan siapa saja, setiap korban adalah anak seorang ibu, anak seorang ayah dan warga negara Indonesia.
Bersalah atau tidak seseorang, perusuh atau bukan, tidak ditentukan oleh sorak sorai media sosial melainkan dibruang pengadilan.
Anies menunjukkan kepemimpinan dengan belaian, bukan represi. Tidak seperti yang mereka kaum arogan inginkan, yang selalu memandang anak bangsa yang berbeda dengan sebelah mata dan boleh diperlakukan bagaimana saja dengan kesombongan yang melebihi Firaun.
Penulis: Geisz Chalifah