[PORTAL-ISLAM.ID] Ahli informasi transaksi elektronik Teguh Arifiyadi menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, hari ini, Kamis (9/5/2019).
Teguh Arifiyadi (pernah) menjabat sebagai Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kominfo.
Beliau juga merupakan Founder dan Ketua Umum Indonesia Cyber Law Community (ICLC), sarjana hukum Pidana-kekhususan pada cyber crime- Universitas Diponegoro (Undip) dan Magister Hukum Universitas Indonesia (UI).
Melalui akun facebooknya, Teguh Arifiyadi mengungkapkan tentang mengapa akhirnya menjadi saksi ahli kasus Ratna Sarumpaet (RS) dan apa isi kesaksiannya di persidangan tadi.
Berikut di-copas dari status fb Teguh Arifiyadi:
Saya jamin, semua orang pasti ingin diperlakukan adil di negeri ini. Ya, akses terhadap keadilan layak diberikan kepada siapapun, baik orang miskin, orang kaya, pejabat, rakyat jelata, orang baik, dan bahkan terhadap orang yang pernah berbuat jahat sekalipun.
Mbak Atiqah Hasiholan, putri dari ibu RS sedang memperjuangkan keadilan bagi ibunya yang telah mengakui salah. Dua kali mbak Atiqah Hasiholan menemui saya. Pertama, datang ke kantor bersama tim pengacara ibu RS, intinya meminta saya menjadi ahli dalam kasus Ibu RS. Karena sesuatu dan lain hal, saya dengan tegas menolak! Tak menyerah, mbak Atiqah dan tim rela bertolak ke ‘planet’ saya di Bekasi menemui saya meski saya sedang cuti. Intinya sama, meminta saya membantu menjadi ahli dan memberikan pendapatnya terkait kasus Ibu RS, tapi saya tetap menolak hadir sebagai ahli di persidangan.
Tak juga menyerah, dua hari kemudian, tim pengacara ibu RS kembali (lagi) meminta saya mau hadir sebagai ahli di persidangan, dengan pertimbangan ketiadaan ahli ITE di persidangan dalam kasus Ibu RS, padahal kasus Ibu RS dijerat dengan pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran informasi yang bermuatan kebencian berdasarkan SARA. Dan akhirnya, setelah menimbang maslahat dan mudharat, berkonsultasi dan atas izin pimpinan, saya memutuskan hadir di persidangan ibu RS sebagai ahli untuk menjelaskan pendapat terkait pengenaan pasal 28 ayat (2) UU ITE dalam kasus Ibu RS.
Kehadiran saya pastinya bukan untuk membela Ibu RS. Ahli wajib obyektif dan independen, meski dihadirkan oleh salah satu pihak berperkara. Pakem saya juga jelas, kebohongan tetap salah, apapun dalilnya. Saya hadir di persidangan kasus Ibu RS semata untuk mengawal agar penerapan UU ITE dilakukan secara profesional, proporsional dan sesuai asas keadilan.
Banyak yang saya jelaskan di persidangan. Intinya, bukti komunikasi privat message (PM) alias Japri ibu RS ke rekan-rekannya yang berisi kebohongan belum termasuk dalam definisi “menyebarkan” dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE. Ibu RS jelas salah, tapi menggunakan UU ITE dalam kasus ibu RS, tidak jua tepat! Itu inti penjelasan saya. maaf jika berbeda dengan pendapat atau harapan kawan-kawan.
Bagaimana dengan jeratan pasal 14 Undang-undang 1/46 tentang kebohongan yang menimbulkan keonaran yang dituduhkan kepada ibu RS? Sepanjang bisa dibuktikan kebohongan tersebut menimbulkan keonaran, bisa saja ibu RS dikenakan, walaupun di UU ITE terminologi keonaran sendiri tidak ada.
Sumber: https://www.facebook.com/teguh.arifiyadi/posts/3138034172877109
Saya jamin, semua orang pasti ingin diperlakukan adil di negeri ini. Ya, akses terhadap keadilan layak diberikan kepada...
Dikirim oleh Teguh Arifiyadi pada Kamis, 09 Mei 2019