[PORTAL-ISLAM.ID] Wis Wayahe! Istilah ini dipopulerkan oleh para santri Sarang, asuhan K.H Maemoen Zubair (Mbah Moen). Prabowo yang duduk di atas “mobil kepresidenan”, milik Mbah Moen itu, diteriaki “Wis Wayahe” oleh para santri. Diiringi gemuruh shalawat dari ribuan santri. Ini terjadi saat Prabowo sowan ke ulama kharismatik ini.
Kata “Wis Wayahe” muncul sesaat setelah Mbah Moen mendoakan agar Allah menjadikan Prabowo presiden. Kata “Wis Wayahe” seperti senjata untuk mengaminkan doa Sang Kiyai.
“Wis Wayahe”, artinya sudah waktunya Prabowo jadi presiden. Jika benar takdir ini yang akan terjadi, maka tidak saja akan semakin menguatkan kharisma Mbah Moen, tapi juga “misteri doa” para santri.
Gelombang “Wis Wayahe” diyakini oleh banyak pengamat sudah menunjukkan tanda-tanda. Pertama, mengalirnya massa yang hadir di kampanye Prabowo-Sandi. Jumlahnya cukup besar. Mereka bukan hanya kerumunan sebagaimana potret surveinya Denny JA, tapi boleh jadi adalah para pemilih yang hijrah. Terbukti, dalam sejumlah survei, elektabilitas Prabowo-Sandi terus naik. Sebaliknya, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf turun. Ini bukti adanya migrasi suara. Swing voters beralih dukungan dan undecided voters sudah mulai menentukan pilihan.
Kedua, adanya gelombang dukungan dari sejumlah tokoh berpengaruh. Hampir dari semua kalangan. Kelompok maupun personal. Mulai dari pengusaha, militer dan bahkan ulama.
Erwin Aksa dan Dahlan Iskan mewakili kelompok pengusaha. Beralih dukungan dari Jokowi ke Prabowo. Ada juga Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dari tentara ada Gatot Nurmantyo. Bahkan untuk meyakinkan kubu Prabowo-Sandi, Gatot mengkritik tajam dan pedas rezim Jokowi. Kritiknya terkait dengan anggaran militer yang sangat kecil, yaitu 6 triliyun-an. Gatot juga kritik langkah istana intervensi dalam mutasi jabatan para prajurit terbaiknya Gatot. Gatot dilengserkan, orang-orangnya pun dibabat habis. Gatot kecewa! Bahkan teramat kecewa!
Gelombang dukungan juga datang dari para ulama. Mulai Ustaz Bachtiar Nasir, Ketua Majlis Pelayan Indonesia (MPI), sekaligus mantan ketua GNPF. Ada Ustaz Abdussomad (UAS), Ustaz Ady Hidayat, dan Aa Gym. Para da’i kondang dan berpengaruh ini mengambil timing di ujung. Hanya beberapa hari jelang pencoblosan.
Ada berbagai dugaan mengapa mereka deklarasi di ujung. Pertama, tak ingin membuat gaduh umat yang selama ini terbelah. Kalau toh harus gaduh, tak perlu lama, karena sebentar lagi penoblosan. Habis itu, diharapkan tenang lagi. Kecuali jika adanya kecurangan berpengaruh terhadap kemenangan.
Kedua, tak ingin berhadap-hadapan dengan penguasa. Ada pihak yang dorong para ulama itu dukung penguasa. Kalau gak mau, ya netral. Kabarnya, mereka dihambat untuk memberi dukungan ke seberang.
Cerita UAS dukung Prabowo yang penuh liku dan sangat dramatis menggambarkan situasi itu. Kucing-kucingan dengan pihak yang tak ingin UAS dukung Prabowo-Sandi. Nampaknya mereka kecolongan. UAS berhasil ketemu Prabowo dan membuat dukungan. Esoknya, UAS dihajar fitnah.
Ketiga, dukungan di ujung lebih efektif karena masih segar di ingatan umat. Juga belum terkontaminasi. Ini akan berpengaruh saat pencoblosan.
Kalau lihat jarak waktunya, dukungan para ulama ini seperti ada kesepakatan satu dengan yang lain. Adakah sutradaranya? Gak tahu!
Diawali Ustaz Bachtiar Nasir. Kurang satu minggu ketua Majlis Pelayan Jakarta (MPI) ini menyatakan dukungan, UAS deklarasi. Hari berikutnya Ustaz Ady Hidayat. Dan berikutnya lagi Aa Gym. Berturut-turut mereka deklarasi dukungan untuk Prabowo-Sandi. Seperti parade.
Uniknya lagi, saat para ulama ini deklarasi, khususnya UAS, bersamaan dengan hari dimana surat suara ilegal di Malaysia terbongkar. Design Tuhan, kata para ustaz. Sebelumnya, Romy, ketua umum PPP kena OTT. Lalu disusul OTT Bowo Sidiq. Hadirnya dukungan para ulama ke Prabowo-Sandi seolah memberi pesan: “pilih ini loh yang bebas dari OTT dan kecurangan pemilu”. Persepsi ini pasti nempel kuat di benak publik. Dan ini akan sangat mempengaruhi pilihan swing dan undecided voters. Ibarat bom, ledakan dukungan para ulama ini sangat dahsyat, karena tepat waktunya.
Berbagai kasus yang menimpa timses dan pendukung petahana, tentu membuat goyah pemilih. Terutama mereka yang berada di swing dan undecided voters. Pemilih ragu, dan yang belum menentukan pilihan. Saat hati mereka digoyang oleh kasus demi kasus dari kubu petahana, hadir dukungan para ulama. Pas sekali waktunya.
Dalam konteks ini, Prabowo-Sandi berpeluang mendapat limpahan migrasi suara yang kecewa terhadap kasus hukum dan kecurangan politik kubu petahana.
Selama Prabowo-Sandi tidak melakukan kesalahan fatal (blunder), gelombang migrasi ini diprediksi akan terus mengalir. Tak cukup waktu bagi kubu Jokowi untuk melakukan recovery. Waktu hanya tinggal beberapa hari.
Kabarnya hari ini Jokowi umroh. Rencananya mau masuk ke dalam Ka’bah. Bukan hanya keliling dalam ritual thawaf. Apakah ini tidak bisa jadi strategi untuk recovery? Berat! Gelombang rakyat sudah terlalu deras larinya ke Prabowo-Sandi.
Disinilah “Wis Wayahe” sebagai gerakan “mengaminkan” doa Mbah Moen seperti menjumpai taqdirnya. Jika ini benar-benar terjadi, maka Mbah Moen dan para santri Sarang akan dikenang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kesuksesan Prabowo-Sandi. Apalagi Gus Najih dan Gus Wafi, putra-putra Mbah Moen ini berada di garis depan sebagai juru kampanye Prabowo-Sandi.*
Jakarta, 15/4/2019
Penulis: Tony Rosyid